Ketika Salju Turun
Hai, Aku balik lagi nih, semoga pada suka yaa ...
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Happy reading.
Suara bising di sekitar ruang tunggu bandara, ditambah dengan ocehan wanita berusia empat puluhan, membuat telinga Reina pengang, andai tak ingat, jika seorang anak wajib mendengarkan perkataan ibunya, mungkin dia akan meminta wanita yang telah berjasa melahirkannya ke dunia, untuk diam.
"Iya ma, Reina akan selalu ingat semua pesan mama," katanya, sembari memeluk lengan berbalut rajutan.
"Paspor jangan sampai lupa, selalu kabari mama, kirim foto atau video. Terus nggak boleh pergi sendiri, harus minta temani kakak kamu, atau istri papa ... "
"Iya ma, Reina ngerti, dan selalu akan ingat semua pesan mama, jadi di sini mama cukup doain Reina, Oke!"
Wanita bernama Rita itu, mengusap wajahnya, "Mama tuh khawatir, ngerti nggak sih kamu. Ini pertama kalinya kamu ke luar negeri, mana kamu baru pertama juga naik pesawat, pokoknya begitu duduk, kamu langsung minum obat anti mabuk udara, jangan sampai kamu muntah-muntah, kan repot, sendirian lagi."
Reina jadi teringat dulu, saat pertama kali dirinya melakukan study tour, ketika menginjak kelas sembilan, sekolah menengah pertama. Mamanya melakukan hal yang sama, bahkan berkali-kali mengatakan pada guru pendamping, untuk menjaga, dan mengawasinya.
Tapi sekarang, bukankah Reina sudah dewasa? Sudah memiliki kartu tanda penduduk, yang didapatnya dua tahun yang lalu. Tetapi Mamanya masih saja khawatir.
Reina tau, itu wujud rasa sayang Rita padanya, sebagai anak perempuan pertama, tentu wajar jika dia begitu dikhawatirkan. Harusnya Rita ingat, jika putrinya ini, pernah aktif di ekskul pencak silat, bahkan sempat mengikuti kejuaraan, dan meraih medali perak.
Reina mengambil tangan Rita, lalu punggung tangan itu, lalu mengecupnya lembut, "Reina akan selalu mengirimi mama, pesan lima menit sekali, kalau udah sampai sana, terus entar kalau udah duduk di kursi pesawat, Reina akan kirim foto selfie, atau video, jadi mama bisa lihat suasana pesawat, dan siapa yang duduk disekitar Reina,"
"Tapi kok, perasaan mama nggak enak ya, Rei! Mama tuh merasa kalau sesuatu yang buruk akan terjadi," Terlihat jelas, wajah khawatir dari wanita yang mengenakan sweater rajut berwarna cokelat itu.
Sekali lagi, Reina mengecup punggung tangan mamanya, "Mama cukup doain anak mama, nggak usah khawatir berlebihan, kasihan Riki, Ma!"
Rita mengangguk, meski sudah ditenangkan, tetap saja prasangka buruk di pikirannya, tak kunjung hilang.
Suara panggilan dari pihak bandara, untuk penumpang pesawat tujuan bandara Narita, terdengar. Reina bangkit, begitu juga dengan Rita, keduanya berpelukan, dan sekali lagi, Rita kembali memberikan petuah, yang entah ke berapa kali Reina dengar sedari tadi mereka berangkat, dari rumah.
***
Reina bersyukur, kakak tirinya membelikan tiket kelas bisnis, sehingga sepanjang perjalanan, selama sekitar tujuh jam, dia bisa beristirahat dengan nyaman.
Tujuannya datang ke negara asal ayah kandungnya, guna memenuhi permintaan sang ayah, yang kini sedang sakit keras, dan mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Reina merupakan hasil pernikahan antara Rita, dan Satoshi Tanaka, ketika lelaki asli Jepang itu, terikat kontrak kerja dengan salah satu perusahaan otomotif ternama.
Satoshi yang telah memiliki istri di negara asalnya, terpesona dengan kecantikan Rita kala itu, yang juga bekerja di perusahaan otomotif tersebut.
Dari hasil pernikahan itu lahirlah Reina Tanaka, anak perempuan, yang sembilan puluh persen mewarisi gen ayah kandungnya.
Rita, dan Satoshi sepakat berpisah, ketika Reina berusia sembilan tahun, saat Satoshi kembali ke negara asalnya.
Dari pernikahan pertamanya, Satoshi memiliki dua anak, bernama Reino Tanaka, dan Reiko Tanaka, keduanya merupakan kembar, yang jarak usianya dengan Reina sekitar dua belas tahun.
Meski telah berpisah, kedua saudara tiri itu, rutin bertukar kabar dengan adik bungsu mereka.
Reina baru saja menyelesaikan semua prosedur di bagian imigrasi, gadis cantik yang tingginya hanya sekitar seratus enam puluh itu, menggeret koper berwarna merah muda menuju ruang tunggu.
Namun baru saja hendak duduk, namanya di panggil, dia menoleh, dan mendapati seorang lelaki yang wajahnya, serupa dengan ayahnya, tengah melangkah ke arahnya.
"Selamat datang adikku!" Tanpa basa-basi Reino memeluk, adik bungsunya. Meskipun saat ini, keduanya baru pertama kali bertemu, secara langsung, tapi karena komunikasi yang intens, membuat lelaki berusia tiga puluh satu tahun, tak sungkan memeluk adik tirinya.
Reina merasa canggung, tapi tetap membalas pelukan kakak tertuanya, "Apa kabar kakak?" tanyanya.
Reino melepaskan pelukan itu, lalu mengacak rambut adik bungsunya, "Tentu baik, setelah bertemu kamu," senyum lima jari menghiasi wajah tampan itu.
Setelahnya, Reino mengambil alih koper merah mudah milik Reina, dia menuntun adiknya, menuju parkiran di mana mobilnya terparkir, sembari bertanya ini itu, dari kabar Rita, hingga perjalanan, yang tadi Reina tempuh.
Sembari mengemudi, Reino mengatakan, jika mereka akan langsung menuju rumah sakit, dimana Satoshi tengah di rawat.
Mobil melewati jalanan, yang di sisi kanan-kiri nya, terdapat pohon-pohon tanpa daun, juga gedung bertingkat, yang cukup padat.
Melihat pemandangan itu, dia jadi teringat Riki, adik beda ayah yang kini berusia enam tahun. Bocah itu sempat rewel, saat mengetahui kakaknya akan pergi, naik pesawat, menuju negara asal anime favoritnya.
Andai nanti Reina telah bekerja, dan memiliki uang yang banyak, dia bertekad akan mengajak adik kecilnya, untuk berjalan-jalan ke negara ini.
Lamunannya pudar, ketika Reino menceritakan kondisi Satoshi yang semakin mengkhawatirkan.
Penyakit komplikasi yang diderita lelaki berusia enam puluh satu tahun itu, membuat kesehatan Satoshi semakin hari, semakin menurun.
"Papa nanyain kamu terus, katanya rindu sama kamu,"
Reina bisa melihat wajah sedih lelaki dibalik kemudi disebelahnya. "Akhirnya, Mama yang menyuruh aku, untuk memanggil kamu kemari," sambung Reino.
Hingga saat ini, Reina masih bingung, bagaimana bisa Aiko, yang merupakan istri pertama Satoshi, mau menerima dengan tangan terbuka dirinya, yang notabenenya, adalah anak dari wanita yang merebut suaminya. Bahkan beberapa kali secara diam-diam, Aiko mengiriminya uang jajan, saat Reina masih bersekolah.
"Bagaimana kabar mama Aiko?" tanyanya.
"Kondisi mama sempat menurun, karena sedih dengan kondisi papa, tapi sudah dua hari ini, kondisinya sudah sehat seperti sedia kala." jelas Reino.
"Pantas, saat panggilan video tiga hari yang lalu, mama Aiko terlihat pucat. Aku sempat tanya, dan mama Aiko bilang, beliau baik-baik saja,"
"Mama tidak ingin kamu khawatir, beliau ingin cepat-cepat bertemu kamu,"
Entah terbuat dari apa hati wanita asli Jepang itu, kenapa begitu baik padanya, bahkan Reina dengar dengan telinganya sendiri, saat mereka sedang berkomunikasi, jika Aiko ingin sekali bertemu langsung dengannya, dan berkali-kali mengatakan rindu.
Bukankah seharusnya, Aiko membenci Reina, dan Rita? Karena telah menjadi duri dalam daging keluarganya. Tapi justru Aiko malah menunjukan perhatian, dan kasih sayangnya.
Berbeda dengan Rita, yang sejak tau jika dirinya adalah istri kedua, dia justru meminta cerai, dan tak mau lagi berbicara dengan Satoshi. Walau sudah tiga tahun kebelakang, Rita mulai berusaha menerima takdirnya, tentu peran Ruslan, suami barunya yang membujuknya untuk memaafkan mantan suaminya.
Mobil berhenti, di parkiran salah satu rumah sakit terkemuka, di kota itu. Tepat, saat ponsel Reino berdering, dan dalam sekejap, wajah lelaki itu berubah panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
ayudya
semangat author.
2024-08-26
0
Nadila Nisa
lanjut kak, up nya jangan lama2 yaaa KK 🙏🏻🙏🏻🥰🥰
2024-07-06
1