Riska tak pernah menyangka hidupnya yang sederhana akan terbalik begitu saja setelah pertemuannya dengan Aldo Pratama, CEO muda yang tampan dan penuh ambisi. Sebuah malam yang tak terduga mengubah takdirnya—ia hamil di luar nikah dari pria yang hampir tak dikenalnya. Dalam sekejap, Riska terjebak dalam lingkaran kehidupan Aldo yang penuh kemewahan, ketenaran, dan rahasia gelap.
Namun, Aldo bukanlah pria biasa. Di balik pesonanya, ada dendam yang membara terhadap keluarga dan masa lalu yang membuat hatinya dingin. Baginya, Riska adalah bagian dari rencana besar untuk membalas luka lama. Ia menawarkan pernikahan, tetapi bukan untuk cinta—melainkan untuk balas dendam. Riska terpaksa menerima, demi masa depan anaknya.
Dalam perjalanan mereka, Riska mulai menyadari bahwa hidup bersama Aldo adalah perang tanpa akhir antara cinta dan kebencian. Ia harus menghadapi manipulasi, kesalahpahaman, dan keputusan-keputusan sulit yang menguji kekuatannya sebagai seorang ibu dan wanita. Namun, di bal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Di Antara Ketakutan dan Harapan
Hari demi hari, Riska merasa makin tercekik dalam pernikahannya dengan Aldo. Meski ia telah menyembunyikan ketakutannya di balik senyuman, tiap langkah Aldo menjadi bayangan gelap yang terus menghantui. Keberanian yang selama ini ia kumpulkan, kini diuji dengan setiap tatapan tajam dan ancaman halus yang keluar dari bibir suaminya.
Namun, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Tekad untuk meraih kebebasan mulai membakar hati Riska, memberi kekuatan pada setiap tindakan yang ia ambil, meski risikonya semakin besar.
Malam itu, Riska menatap Aldo yang sedang sibuk di ruang kerjanya. Ia memantapkan diri untuk berbicara, meski tahu akan berhadapan dengan kemarahan yang mungkin tak terkendali.
“Aldo,” Riska memanggil pelan. “Aku ingin berbicara.”
Aldo berhenti sejenak, lalu menatapnya dengan pandangan penuh kecurigaan. “Ada apa? Apa yang begitu penting hingga kau berani mengganggu pekerjaanku?”
Riska menarik napas dalam-dalam. “Aku hanya merasa... pernikahan kita seperti berjalan di atas kecurigaan dan ketakutan. Tidakkah kau merasa lelah, Aldo?”
Aldo menatapnya lama, lalu tertawa dingin. “Kau yang membuat semua ini terasa rumit, Riska. Ingat, ini adalah jalan yang kau pilih. Kau bersamaku, dan itu artinya kau harus menanggung konsekuensinya.”
Riska menggigit bibir, merasakan amarah dan ketakutan yang bercampur menjadi satu. Ia tahu bahwa berbicara jujur pada Aldo bukanlah solusi. Tapi ia juga tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan yang menghantui.
“Kau selalu berkata tentang konsekuensi,” Riska mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. “Tapi pernahkah kau berpikir bagaimana perasaan orang yang terpaksa menjalani ini semua tanpa pilihan?”
Aldo menyipitkan matanya, berjalan mendekati Riska dengan langkah lambat namun pasti. “Jangan berpura-pura menjadi korban, Riska. Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku. Dan aku takkan tinggal diam.”
Riska merasakan udara di sekitarnya semakin dingin, tekanan yang diberikan Aldo hampir membuatnya tercekik. Namun, tekadnya untuk melawan semakin kuat. Ia tidak akan menyerah begitu saja.
---
Beberapa hari lalu, Riska telah menemui Yuli lagi. Mereka berdua menyusun rencana yang lebih berani untuk mendapatkan bukti yang cukup kuat tentang aktivitas ilegal yang dilakukan Aldo. Hanya dengan begitu, Riska bisa mendapatkan cara untuk keluar dari belenggu ini.
“Aku sudah menyiapkan beberapa dokumen rahasia yang bisa kau gunakan,” kata Yuli saat itu, menyerahkan selembar kertas pada Riska. “Tapi kau harus ingat, Riska, Aldo adalah orang yang sangat berbahaya. Sekali dia tahu niatmu, kau takkan bisa lari darinya.”
Riska menggenggam kertas itu erat. “Aku tahu risikonya, Yuli. Tapi aku sudah cukup lama hidup dalam ketakutan. Kali ini, aku yang akan melawan.”
Malam itu, setelah perbincangannya yang panas dengan Aldo, Riska kembali ke kamarnya. Ia menatap kertas di tangannya, memikirkan langkah yang akan ia ambil selanjutnya. Dalam hati, ia tahu bahwa ia sedang bermain dengan api. Tapi demi kebebasannya, ia siap menanggung konsekuensinya.
---
Keesokan harinya, Riska mendekati Aldo yang tengah duduk di ruang makan. Ia mencoba bersikap tenang, meski hatinya terus berdebar keras.
“Aldo, bisakah kita pergi berlibur beberapa hari?” tanya Riska dengan nada lembut. “Aku merasa kita perlu waktu bersama, jauh dari pekerjaan.”
Aldo menatapnya dingin, lalu tertawa kecil. “Berlibur? Di tengah semua ini? Kau pasti bercanda.”
Riska berusaha tersenyum, meski dalam hatinya merasa kecewa. “Hanya beberapa hari. Mungkin akan membantu memperbaiki hubungan kita.”
Aldo menggeleng. “Hubungan kita sudah cukup baik menurutku. Jangan membuang-buang waktuku untuk hal yang tak perlu.”
Riska tahu bahwa permintaannya tidak akan dikabulkan, tapi setidaknya ia telah mencoba. Di balik permintaan itu, sebenarnya ia berharap bisa mendapatkan waktu untuk mencari bukti tambahan tanpa pengawasan ketat dari Aldo.
Namun, keinginannya tidak terwujud, membuat rencananya harus berubah drastis. Kini, ia harus lebih berhati-hati.
Ketika malam menjelang, Riska kembali ke kamar dan merasakan ketegangan yang semakin menjadi-jadi. Aldo masuk tak lama kemudian, menatapnya dengan tatapan yang sulit ditebak.
“Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, Riska?” Aldo bertanya dengan nada rendah namun mengancam.
Jantung Riska berdetak kencang. “Aku... tidak merencanakan apa pun, Aldo. Aku hanya ingin... kita memiliki waktu untuk bersama.”
Aldo menyeringai sinis. “Berhenti berpura-pura. Kau sudah mulai bermain-main dengan batas kesabaranku.”
Malam itu, ketegangan semakin memuncak. Riska tahu bahwa Aldo mulai mencurigainya lebih dalam. Namun, meski ketakutan melingkupi dirinya, tekad untuk keluar dari perangkap ini tidak padam. Di dalam kegelapan malam, ia berbisik pada dirinya sendiri bahwa ini hanyalah awal dari perjuangannya.
Saat Riska hendak tertidur, suara pintu kamar mereka terdengar terkunci dari luar. Aldo berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan senyum yang membuat bulu kuduk Riska meremang.
“Kau takkan pergi ke mana-mana, Riska. Kau milikku sepenuhnya.”
Riska menatap Aldo dengan tatapan penuh ketakutan sekaligus kebencian. Apa yang akan terjadi padanya sekarang, di bawah pengawasan seorang suami yang menganggapnya sebagai kepemilikan?
Di saat itulah, Riska sadar, perjuangan untuk meraih kebebasannya baru saja dimulai, dan kali ini, ia tak punya jalan untuk mundur.
---
Suara detak jam terdengar di kesunyian malam, menemani rasa gelisah yang membalut pikiran Riska. Setelah ancaman Aldo yang membuatnya terkurung di kamar, ia merasa seperti burung yang terjebak dalam sangkar emas. Sekilas, ia tampak baik-baik saja, tetapi hatinya terus memberontak, ingin bebas dari kendali Aldo yang makin mencekik.
Ia sadar, langkah yang akan diambilnya berikut ini harus direncanakan dengan matang. Sekali saja ia lengah, semuanya bisa berantakan. Namun, di balik ketakutan itu, ia menyimpan tekad untuk terus melawan.
Saat itu, pintu kamarnya terbuka. Aldo masuk, menatap Riska dengan tatapan yang sulit diterka.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Riska?" Aldo bertanya dengan nada rendah, namun dingin.
Riska menelan ludah, mencoba menahan amarah yang mendidih di dalam dirinya. "Aku hanya ingin kita hidup dengan damai, Aldo."
Aldo menyeringai. "Damai? Jangan bermimpi. Kau sendiri yang memilih masuk ke dalam kehidupanku, jadi jangan berharap bisa kabur semudah itu."
Riska mencoba menenangkan dirinya, tetapi dadanya bergemuruh. "Aku tidak pernah memilih jalan ini, Aldo. Semua ini terjadi karena rencanamu, bukan karena keinginanku."
Aldo menatapnya tajam. "Tidak ada yang pernah bertanya apa yang kau inginkan, Riska. Ingat, kau sekarang adalah milikku sepenuhnya."
Riska merasa muak mendengar kata-kata itu. Namun, ia tidak bisa langsung melawan Aldo secara terbuka. Alih-alih, ia harus bermain dengan cerdik, memanfaatkan segala kesempatan yang ada untuk meloloskan diri.
---
Beberapa waktu lalu, Riska telah menemui Yuli, sahabat lamanya, dan meminta bantuan untuk menyelidiki aktivitas rahasia Aldo. Ia tahu bahwa langkah ini sangat berisiko, tapi ia tidak punya pilihan lain. Jika ingin bebas, ia harus mendapatkan bukti kuat yang bisa menjatuhkan Aldo.
"Aku sudah menemukan sesuatu," kata Yuli, suara di telepon terdengar pelan namun penuh tekad. "Ada bukti bahwa Aldo terlibat dalam transaksi ilegal yang bisa menjatuhkannya. Tapi ini belum cukup. Aku butuh lebih banyak waktu untuk mengumpulkan informasi tambahan."
Riska menghela napas dalam-dalam. "Waktu adalah sesuatu yang tidak aku miliki, Yuli. Aldo semakin mencurigai gerak-gerikku."
"Aku mengerti, Riska. Tapi kau harus bersabar. Kesalahan kecil saja, dan Aldo bisa membalasmu dengan cara yang lebih kejam."
Riska menggigit bibirnya. Ia tahu bahwa Yuli benar. Namun, ia juga menyadari bahwa waktunya semakin sedikit. Setiap hari bersama Aldo adalah seperti berjalan di tepi jurang, penuh dengan ketakutan akan jatuh dan tak pernah kembali.
---
Suatu hari, Riska berusaha mengajak Aldo berbicara dengan lebih halus. Ia tahu bahwa frontal tidak akan membuahkan hasil. Malam itu, dengan nada suara yang lebih lembut, ia mencoba mengutarakan perasaannya.
"Aldo, aku tahu kita memiliki banyak masalah yang belum terselesaikan," kata Riska, mencoba menatap Aldo dengan penuh pengertian. "Tapi bisakah kita mencari cara untuk memperbaiki hubungan ini? Mungkin... dengan saling memahami?"
Aldo hanya menatapnya dengan senyum sinis. "Hubungan kita sudah jelas, Riska. Kau hanya perlu mematuhi apa yang aku katakan. Tidak perlu lebih."
Riska berusaha menahan kemarahannya. "Aku ingin kita bisa hidup bahagia, Aldo. Bukan seperti ini."
Aldo tertawa pelan. "Kebahagiaan? Kau berpikir ini adalah dunia dongeng? Kebahagiaan itu untuk orang-orang yang lemah, Riska. Dalam dunia ini, hanya ada kekuatan dan kepatuhan."
Jawaban itu menghantam hati Riska seperti duri tajam. Di balik wajah angkuhnya, Aldo adalah pria yang penuh luka dan dendam. Dan sayangnya, ia menjadi korban dari semua itu. Namun, Riska tidak akan menyerah.
---
Pada suatu malam yang kelam, Riska memutuskan untuk mengambil risiko. Ia menyelinap keluar dari kamar saat Aldo tertidur, berjalan pelan menuju ruang kerja Aldo, di mana semua rahasia kelamnya tersembunyi. Tangannya gemetar saat menyentuh gagang pintu, tetapi tekadnya lebih kuat dari ketakutannya.
Ketika ia masuk, ia menemukan beberapa dokumen yang mencurigakan di atas meja. Jantungnya berdegup kencang saat membuka salah satu berkas itu dan membaca isinya. Di situ tertulis informasi tentang transaksi-transaksi yang melibatkan nama Aldo dan beberapa perusahaan bayangan.
Namun, suara langkah kaki di belakangnya membuat tubuhnya membeku. Ia berbalik dan menemukan Aldo berdiri di sana, menatapnya dengan ekspresi marah.
"Apa yang kau lakukan di sini, Riska?" Aldo bertanya dengan nada berbahaya.
Riska menatap Aldo, berusaha menyembunyikan ketakutannya. "Aku hanya... mencari sesuatu."
Aldo menyeringai. "Kau pikir kau bisa mengkhianatiku, Riska? Kau pikir kau bisa menghindari semua ini?"
Ketegangan di ruangan itu semakin memuncak. Riska menyadari bahwa ia telah melangkah terlalu jauh. Aldo mendekat perlahan, tatapannya seperti pisau yang siap menusuk. Riska tahu, jika ia tidak segera bertindak, semua usahanya akan sia-sia.
Aldo mengulurkan tangan, mencengkeram bahu Riska dengan kuat. "Kau akan membayar mahal untuk ini, Riska," bisiknya, penuh amarah.
Riska berusaha melepaskan diri, tetapi cengkeraman Aldo terlalu kuat. "Aku tidak akan pernah tunduk padamu, Aldo," katanya dengan tegas, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan.
Aldo tersenyum dingin. "Kita lihat saja, Riska. Kau milikku, dan tak ada yang bisa mengubah itu."
Saat itu, suara ponsel Riska bergetar di sakunya, memutus ketegangan di antara mereka. Dengan cemas, ia menatap layar dan melihat pesan dari Yuli: "Aku sudah menemukan bukti yang kita butuhkan. Bersiaplah. Kita akan melawannya bersama."
Riska menyadari ini mungkin adalah kesempatan terakhirnya untuk keluar dari belenggu ini. Namun, ia juga tahu bahwa Aldo tidak akan melepaskannya begitu saja. Apa yang akan ia lakukan sekarang?