Karena mabuk, Viona, wanita yang sudah memiliki suami itu melakukan cinta satu malam dengan pria tampan dengan sejuta pesona.
Viona, wanita berusia 25 tahun itu merasakan kejenuhan dalam rumah tangganya, awalnya hubungan dia dan suaminya begitu mesra dan harmonis namun tiba-tiba suaminya berubah menjadi sedikit tempramen dan jarang pulang, apalagi sudah dua tahun mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri lagi, tentu saja Viona sangat tersiksa dalam hubungan yang jenuh seperti ini.
Namun, malam itu malah mengubah segalanya, dia seperti tersesat dan tak tau arah jalan untuk kembali, dengan pesona pria yang bernama Daniel Gilbert.
"Lupakan tentang semalam, anggap saja tidak terjadi apa-apa. Aku sudah memiliki suami."_ Viona Maharani.
"Itu pertama bagiku, karena itu kamu tidak bisa menyuruhku seenaknya untuk melupakan apa yang terjadi pada kita."_ Daniel Gilbert.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Goyah
Di sepanjang perjalanan, tiada hentinya Daniel terus tersenyum. Hari ini dia akan makan bersama Viona, oh bahagianya.
Daniel jadi ingin cepat sampai ke sebuah kedai yang dijanjikan oleh Viona. Akhirnya dia bisa makan bersama Viona juga, walaupun dia terpaksa harus makan di pinggir jalan, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya. Tapi tak apalah mau makan dimana juga, yang penting bersama Viona. Walaupun dia tau Viona mentraktirnya karena berhutang budi padanya bukan ingin berkencan dengannya.
Berkecan? Bisa-bisanya dia berpikiran ingin berkencan dengan Viona, istri orang lain.
Daniel memarkirkan mobil di sekitar taman bunga, dia turun dari mobil dan langsung mencari kedai yang dijanjikan.
Mungkin saking cintanya, matanya langsung tertuju pada Viona yang sedang sibuk dengan ponselnya di kedai pinggir jalan sana. Daniel bergegas menghampirinya.
"Viona!" sapa Daniel sambil tersenyum manis.
Viona mendongakan kepala ke arah Daniel, suara itu, setiap Daniel menyebutkan nama Viona begitu lembut, membuat Viona merasa sangat nyaman. Haruskah dia menyuruh Daniel terus saja memanggil namanya, berbeda dengan Satria, dia lebih banyak menyebutkan namanya dengan nada agak tinggi seperti sedang membentak dirinya.
Apalagi melihat Daniel tersenyum, rasanya dia hampir melupakan status dirinya yang menjadi istri seorang Satria.
Viona membalas senyuman Daniel, "Oh silahkan duduk."
Daniel menganggukkan kepala, dia duduk berhadapan dengan Viona, hanya terhalangi satu meja. Pandangannya tak bisa lepas dari wajah cantik Viona, apalagi saat Viona tersenyum padanya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Viona, tumben sekali wanita itu bersikap santai dengannya, tidak seperti kemarin-kemarin yang selalu saja berusaha menghindari dirinya.
"Emm... apa aja boleh, asal jangan ayam."
Viona langsung menoleh ke arahnya, sampai kedua mata mereka bertemu, sekarang giliran Daniel yang gugup.
"Kamu tidak suka daging ayam?"
"Em... tidak."
"Kenapa?"
"Aku juga tidak tau, hanya dari kecil tidak suka."
Viona menganggukan kepala, dia melihat daftar menu di kedai itu, sementara Daniel terus memperhatikan di setiap pergerakan Viona yang yang sedang fokus membaca daftar menu.
"Bagaimana kalau kita makan nasi uduk?"
"Nasi...nasi apa? Udug?"
Viona tertawa kecil, "Nasi uduk. Itu enak banget lho."
Tertawa Viona sangat menular, membuat Daniel ikut tersenyum memperhatikannya, "Emm... boleh, apa saja boleh, yaitu tadi asal jangan ada daging ayamnya."
"Oke." Lagi-lagi Viona tersenyum padanya.
Viona segera memesankan dua piring nasi uduk buat mereka.
Sambil menunggu pesanan datang, Viona memperlihatkan laporan keuangan Laundry Qu hari ini. "Hari ini cuma dapat sepuluh juta tiga ratus ribu."
Daniel memperhatikan semua laporan keuangan itu dengan seksama "Emm... ya udah, uangnya simpannya di kamu aja."
"Loh kok di aku?"
Sebenarnya Daniel tidak memerlukan uang hasil laundry itu, "Biar perbulan saja setor uangnya. Tapi laporan keuangannya tiap hari."
"Laporan keuangannya gak sekalian perbulan juga?"
"Tiap hari aja, aku ingin tahu." Padahal dalam hati ingin selalu bertemu kamu.
Tak berselang lama pesanan pun sudah tersedia diatas meja, Daniel memperhatikan nasi uduk di hadapannya yang dihiasi mendoan dan udang goreng. Dia nampak ragu untuk memakannya karena pertama kalinya dia makan di tempat seperti ini.
"Ayo makan!" suruh Viona.
"Oh iya." Daniel dengan ragu-ragu memasukkan nasi uduk itu ke dalam mulutnya, dia sedikit tercekat, rupanya rasanya tak sesuai bayangannya, ternyata begitu enak, sampai dia menganggukan kepala sambil tersenyum.
Viona memperhatikan Daniel yang begitu lahap memakan nasi uduk di kedai sana. Dia merasa lega karena Daniel menyukainya, dia tadinya khawatir takut Daniel pingsan gara-gara di kasih makanan di pinggir jalan.
Setelah selesai makan, Viona dan Daniel berjalan bersama walaupun terpaut jarak sekitaran kurang lebih 30 centimeter. Sore hari ini suasana disana begitu sepi, cocok untuk menenangkan pikiran.
"Emm... terimakasih atas teraktirannya." Daniel mencoba membuka pembicaraan setelah mereka lama sekali berdiam diri hanya memperhatikan bunga-bunga yang indah disana dan pepohonan yang menjulang tinggi.
"Kenapa harus terimakasih? Itu sebagai bentuk aku membayar biaya dokter semalam."
Daniel reflek meletakkan telapak tangannya ke kening Viona, "Badan kamu masih panas, Viona. Kenapa malah kerja?"
Sentuhan tangan Daniel bagaikan sebuah listrik yang membuat hati Viona bergetar hebat, dia langsung menepis tangan Daniel dengan halus. "Oh aku baik-baik aja kok, nanti juga sembuh."
Tiba-tiba terjadi hal yang tidak terduga, hujan turun dengan begitu deras, sementara mereka berada di tempat yang cukup jauh dengan tempat Daniel memarkirkan mobil.
Daniel menarik Viona mencari tempat untuk berteduh, mereka terpaksa berteduh dibawah pohon yang rindang.
"Ya ampun, bajuku basah sekali." Viona mengusap-usap bajunya yang basah.
Jakun Daniel naik turun begitu melihat ada sesuatu yang terlihat di balik baju Viona yang berwarna putih, tapi dia masih bisa mengontrol dirinya, dia segera melepaskan jasnya, memakaikan jasnya pada Viona. "Pakai ini!"
Viona mendongak ke arahnya sampai kedua mata mereka bertemu, mereka seakan terhipnotis dengan suasana yang sangat romantis dan dingin seperti ini. Daniel tak bisa mengendalikan dirinya, perlahan dia mencodongkan kepalanya, membuat kedua bibir mereka menempel.
Daniel mengerjap, begitu menyadari kesalahannya. Dia melepaskan kecupan itu "Maaf, maafkan aku Viona..."
Pertahanan Viona mulai roboh, entah kacewa yang begitu mendalam pada Satria yang selama ini telah membohonginya, atau karena dia terhanyut dengan pesona Daniel apalagi saat melihat rambutnya yang basah, terlihat lebih tampan. Tanpa sadar dia sedikit menjijitkan kakinya membuat kedua bibir menempel kembali.
Daniel terhenyak, tidak menyangka Viona membalas ciumannya. Dia mengikuti nalurinya, menekan tengkuk Viona membiarkan kedua bibir mereka semakin menempel, bahkan kini mereka saling memagut, saling mengecap, memainkan lidah mereka dengan penuh rasa cinta. Rasanya seakan mereka lupa bahwa Viona telah memiliki seorang suami.