FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Tidur Disembarang Tempat
Revan melajukan mobilnya menembus padatnya jalanan ibu kota. Langit sudah hampir sore karena menunggu Revan menyelesaikan persiapannya untuk besok. Untunglah tidak lama kemudian ia menemukan restoran yang sesuai keinginannya.
"Kita makan di sana, apa kau tidak keberatan?" tunjuk Revan pada salah satu restoran mewah yang ada di depan.
"Aku bisa makan dimana saja kak."
Rara memang bukanlah gadis pemilih makanan, apa saja bisa ia makan selama itu enak.
Mobil pun berbelok ke tempat yang tadi Revan rekomendasikan.
"Ayo turun."
Rara mengikuti kemana suaminya melangkah dan kini mereka sudah duduk di salah satu meja yang kosong. Tempat itu cukup ramai, pengunjungnya kalangan menengah ke atas bisa dilihat dari pakaian dan gaya mereka.
"Kamu mau yang mana Ra, bakso urat, bakso daging, isi keju atau yang lain?" tanya Revan menunjukkan menu makanan pada istrinya.
Apa Rara tidak salah dengar, tadi suaminya bilang bakso.
Ke restoran semewah ini hanya untuk makan bakso, heran Rara.
"Kenapa tidak makan di tempat biasa saja Kak," bisik Rara.
"Dimana, aku tidak tau banyak tempat yang menjual makanan yang kamu sebutkan tadi."
Sejak kecil Revan memang tidak pernah makan di pinggiran jalan, dia hanya mengenal restoran atau mall.
Rara akhirnya pasrah dan memesan salah satu menu yang ada. Dia juga belum tau banyak tentang Jakarta, walaupun ia yakin jika di pinggir jalan juga banyak yang menjual bakso.
,,,
Beberapa saat kemudian mereka sudah dalam perjalanan pulang, setelah makan bakso yang menurut Rara biasa saja tapi harganya selangit.
Harga satu porsi bakso polos saja enam puluh ribu, dengan rasa yang menurut Rara biasa saja.
Rara tentu masih heran dengan para orang kaya yang suka membuang uang hanya untuk gaya. Makan di restoran mewah biar terlihat keren. Dia bertekad, jika besok Revan mengajaknya pergi makan di luar lebih baik dia saja yang memilih tempat.
"Kamu kenapa?" tanya Revan.
"Haa... tidak apa-apa kak," jawab Rara, padahal ia masih memikirkan makanan yang tadi ia makan.
Mereka akhirnya sampai juga di rumah.
Revan langsung menuju ruang belajarnya menyelesaikan lagi apa yang di butuhkan besok, sedangkan Rara pergi ke kamarnya.
Di dalam kamar Rara membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Dia berendam di bathtub dengan busa sabun yang melimpah ditambah aromaterapi yang membuat rileks pikirannya.
Sebenarnya Rara hanya bermaksud memejamkan matanya untuk merasakan harumnya campuran aromaterapi yang ia masukan ke dalam air, tapi entah kenapa ia malah ketiduran dalam bak mandi.
Hari sudah gelap.
Di bawah para pelayan sedang membicarakan tentang nona mereka yang tidak turun untuk membuat makan malam. Padahal biasanya Rara tidak pernah seperti itu, sekalipun lelah gadis itu akan bilang pada bi Mur jika tidak akan memasak.
Pembicaraan para pelayan itupun sontak membuat bi Mur sebagai senior di rumah itu memperingatkan mereka.
"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tegur bi Mur pada pelayan yang lain.
Mereka gelagapan mendapat teguran dari bi Mur, karena wanita itu adalah salah satu kepercayaan kakek Tio selain pak Ahmad.
"Tidak bi, kami hanya sedang bertanya-tanya kenapa nona tidak turun untuk memasak," ujar mereka.
"Biarkan saja nona itu majikan kalian dan terserah padanya mau masak atau tidak. Sudah lanjutkan pekerjaan kalian." Bi Mur tidak suka para pelayan mengurusi urusan majikan mereka.
"Bukan begitu maksud kami bi, kami hanya khawatir apakah nona tidak enak badan atau terjadi sesuatu."
"Iya benar bi Mur, sebaiknya bibi cek ke kamarnya takutnya terjadi sesuatu."
Bi Mur tampak memikirkan apa yang pelayan itu katakan. Ia pun memutuskan untuk pergi ke kamar nona Rara.
"Baiklah, biar aku cek ke atas. Kalian lanjutkan pekerjaan dengan benar, jangan sampai pak Ahmad memergoki kalian sedang membicarakan nona." Bi Mur mengingatkan mereka.
Pada saat Bu Mur akan naik tidak sengaja ia berpapasan dengan kakek Tio.
"Mau kemana bi?"
Kakek Tio baru pulang dan melihat bi Mur seperti mengkhawatirkan sesuatu, dia pun segera mencari tau.
"Saya mau lihat nona, tuan Kakek."
"Rara kenapa bi." Kakek panik.
"Sejak pulang tadi nona belum turun, saya takut nona tidak enak badan jadi ingin mengeceknya ke atas," jawab bi Mur mencoba menjelaskan pada majikannya.
"Kalau begitu ayo cepat periksa, Pak tua cepat kau bantu aku ke naik ke atas."
Pak Ahmad segera menuntun Kakek Tio dengan hati-hati.
Tok, tok, tok.
Bi Mur mengetuk pintu kamar Revan dan Rara.
"Apa kau yakin dia ada di kamarnya?" tanya kakek Tio.
"Iya Tuan, sejak tadi non Rara belum keluar dari kamarnya." Bi Mur mengatakan yang sebenarnya.
"Coba ketuk lagi," perintah kakek.
Mereka bertiga menunggu dengan perasaan cemas di depan pintu karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari penghuninya.
"Ada apa ini?"
Revan menatap heran pada ketiga orang yang ada di depan pintu kamarnya.
"Kau dari mana saja," sahut kakek.
"Dari ruanganku, ada apa kakek dan yang lain di depan kamarku." Revan menautkan kedua alisnya.
"Jadi kau tidak tau jika istrimu tidak keluar dari kamar sejak tadi."
Revan menggeleng karena memang dia tidak tau.
"Kau itu tidak berguna sekali jadi suami." Kakek kesal.
"Ada apa sebenarnya kek." Ternyata Revan masih tidak paham dengan situasi yang sedang terjadi.
"Tidak usah banyak bertanya, cepat kau lihat istrimu kenapa."
Revan pasrah saat kakek mendorong tubuhnya untuk membuka pintu. Semua orang ikut masuk ke dalam dan tidak mendapati Rara di kamarnya.
"Di mana istri kamu Van?"
"Aku tidak tau kek, tadi aku lihat dia masuk ke kamar."
Ucapan Revan pun diangguki
ki oleh bi Mur.
"Coba periksa kamar mandi Tuan," saran bi Mur.
Revan segera berjalan kearah kamar mandi dan menekan handle pintu tapi ternyata terkunci.
"Terkunci..." ujar Revan.
"Cepat panggil istrimu, mungkin saja dia ada di dalam." Kakek dipenuhi kecemasan.
"Ra... Rara... apa kau di dalam, buka pintunya," teriak Revan.
Sudah beberapa kali Revan memanggil istrinya di bantu juga bi Mur dan yang lain tadi tidak juga mendapat sahutan.
"Bagaimana ini kek?" Kali ini Revan pun ikut cemas.
"Ahmad, cepat kau ambilkan kunci cadangan."
Pak Ahmad segera mengambil kunci cadangan kamar mandi itu.
"Ini Tuan."
Revan segera meraihnya dan membuka pintu kamar mandi.
,,,
Satu jam kemudian, tubuh seseorang menggeliat kecil dari tidurnya. Perlahan ia mengerjapkan matanya, silau lampu kamar membuat ia menyipitkan matanya.
Euggghhh...
Lenguhan kecil keluar dari mulutnya.
"Kau sudah bangun." Suara bariton milik Revan mengagetkan Rara yang belum terkumpul semua nyawanya.
"Kak Revan." Rara mengerutkan keningnya, melihat wajah suaminya yang menurutnya aneh.
"Apa kau bisa, tidak tidur di sembarang tempat lagi lain kali?"
Pernyataan sang suami sontak membuat Rara membelalakkan matanya, ia baru ingat tadi terakhir dirinya sedang berendam di kamar bathtub.
"Sudah ingat sekarang?" Revan menaikkan alisnya.
"Maaf kak, tadi aku hanya sedang berendam lalu tidak sengaja ketiduran..."
"Bagaimana jika kau tenggelam jika tidak ditemukan tepat waktu," potong Revan.
Bukannya marah, Revan hanya tidak mau kejadian yang bisa membahayakan nyawa istrinya itu terulang lagi.
"Maaf..." Rara merasa bersalah dan merutuki kebodohannya yang mudah tertidur pulas di manapun jika sudah mengantuk.
"Sudahlah, ayo turun. Kakek sudah menunggu kita untuk makan malam."
"Aku akan turun sebentar lagi setelah sholat isya," jawab Rara.
Revan beranjak dari duduknya dan meletakkannya laptopnya di atas meja, sejak tadi ia menunggui istrinya yang sedang tertidur pulas tanpa terusik sedikitpun. Ia duduk di sofa sambil mengerjakan beberapa hal yang belum selesai.
to be continue...
°°°
...Yuk tinggalkan jejak. Jangan lupa favoritkan juga. Komenin author apa saja yang kalian mau....
...Salam goyang jempol dari author halu yang hobinya rebahan....
...Like, komen, bintang lima jangan lupa yaa.....
...Sehat selalu pembacaku tersayang....