Genre: Petualangan, Misteri, Fantasi
Garis Besar Cerita:
Perjalanan Kael adalah kisah tentang penemuan diri, pengorbanan, dan pertarungan antara memilih untuk berpegang pada prinsip atau membiarkan kekuasaan mengendalikan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Xyro8978, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan Yang Terbangun
Lorong panjang itu terasa tak berujung. Cahaya biru redup yang terpancar dari simbol-simbol di dinding memandu langkah Alaric, tapi tak mampu menenangkan rasa cemas yang perlahan menjalari tubuhnya. Di tangannya, kunci bayangan itu terasa dingin dan aneh, seolah memiliki denyut kehidupan sendiri.
“Apa sebenarnya benda ini?” gumamnya sambil terus melangkah. Jantungnya masih berdetak cepat setelah kejadian di depan pintu. Dua pria berbaju hitam yang menyebut nama Araziel itu jelas tidak membawa niat baik.
Lorong itu akhirnya membawanya ke sebuah ruangan besar berbentuk bundar, dengan langit-langit setinggi dua puluh meter. Di tengah ruangan berdiri sebuah altar batu, di atasnya terdapat prasasti tua dengan ukiran yang hampir memudar. Namun, perhatian Alaric segera tertuju pada sesuatu yang lebih mengerikan: sosok besar yang tergantung di langit-langit.
Makhluk itu tampak seperti patung, tubuhnya seperti campuran antara manusia dan reptil. Sayap besar terlipat di punggungnya, dan sisiknya memantulkan cahaya biru dari dinding. Meskipun tidak bergerak, kehadirannya menciptakan tekanan yang menyesakkan dada.
“Ini pasti bagian dari jebakan kuno,” pikir Alaric. Tapi sebelum ia bisa mendekati altar, suara gemuruh tiba-tiba terdengar.
Gerakan yang Tidak Diinginkan
Alaric melangkah mundur, berjaga-jaga. Gemuruh itu semakin keras, dan langit-langit mulai berguncang. Mata makhluk raksasa itu perlahan terbuka, memancarkan cahaya merah terang yang membuat ruangan seketika terasa lebih panas.
Makhluk itu bergerak. Tali-tali yang menahannya putus satu per satu, dan ia jatuh ke tanah dengan suara yang mengguncang seluruh ruangan. Alaric membeku, matanya tak lepas dari sosok raksasa itu.
“Siapa yang membangunkanku?” suara berat dan serak makhluk itu menggema, bercampur dengan suara geraman rendah.
Alaric mencoba melangkah mundur tanpa suara, tapi gerakan kecilnya sudah cukup untuk menarik perhatian makhluk itu. Kepalanya yang besar menoleh, menatap langsung ke arah Alaric.
“Kau...” suara itu terdengar penuh ancaman, seperti gemuruh badai yang sedang membesar.
Pelarian yang Sulit
Tanpa pikir panjang, Alaric berlari ke arah lorong lain yang terlihat di sisi ruangan. Langkah kakinya bergema, diikuti oleh suara berat makhluk itu yang mulai mengejarnya. Lorong itu lebih sempit dibandingkan yang sebelumnya, membuat sayap besar makhluk itu sulit bergerak.
Namun, Alaric tahu bahwa ia hanya memiliki sedikit waktu. Ia merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan kelereng kecil berwarna perak—sebuah alat peledak sederhana yang ia buat sendiri. Ia melemparkannya ke lantai di belakangnya. Ledakan kecil menciptakan gumpalan asap tebal, cukup untuk memperlambat makhluk itu sementara waktu.
Lorong itu berakhir di sebuah pintu kecil. Dengan cepat, Alaric mendorong pintu itu terbuka dan menemukan dirinya berada di tempat yang sangat berbeda: sebuah ruang bawah tanah yang dipenuhi oleh rak-rak penuh buku dan gulungan kuno.
Petunjuk Baru
Ruangan ini terasa seperti perpustakaan rahasia, tempat yang tidak mungkin ada di bawah reruntuhan tua seperti Sella. Di tengah ruangan, ada meja kayu besar dengan sebuah buku terbuka di atasnya. Cahaya biru samar dari simbol di dinding menerangi tulisan di buku itu.
Alaric mendekati meja itu, merasa aman untuk sementara. Buku itu tampak sangat tua, dengan halaman yang mulai rapuh. Tulisan di dalamnya menggunakan bahasa kuno, tapi beberapa simbol terlihat familiar—mirip dengan yang ada di peta ayahnya.
Di salah satu halamannya, sebuah gambar menarik perhatian Alaric: kunci bayangan yang ada di tangannya. Di bawahnya, ada tulisan yang berhasil ia baca: “Hanya pembawa kunci yang dapat membuka rahasia terakhir. Tapi setiap pintu memiliki penjaga.”
“Penjaga... jadi itu tadi adalah—” Alaric tidak sempat menyelesaikan pikirannya.
Suara gemuruh kembali terdengar. Makhluk raksasa itu berhasil melewati lorong dan sekarang berdiri di depan pintu perpustakaan.
Perjanjian dengan Bayangan
“Berikan kunci itu kepadaku!” raung makhluk itu. Suaranya membuat rak-rak bergetar, beberapa buku jatuh ke lantai.
“Apa kau... penjaga yang dimaksud?” Alaric bertanya, mencoba membeli waktu.
Makhluk itu menatapnya dengan mata merah menyala. “Aku adalah penjaga bayangan, pelindung rahasia dunia ini. Kunci itu tidak boleh jatuh ke tangan yang salah.”
“Tangan yang salah? Aku hanya ingin menemukan ayahku!” teriak Alaric, frustrasi.
Penjaga itu berhenti sejenak, seolah menganalisis kata-kata Alaric. “Ayahmu... kau adalah darahnya. Maka kunci itu memang milikmu. Tapi ingat, membawanya berarti membawa beban yang besar.”
Alaric terdiam, tapi ia merasa ada yang lebih besar dari sekadar pencarian ayahnya. “Apa yang sebenarnya tersembunyi di sini? Kenapa ayahku meninggalkan petunjuk untuk menemukan kunci ini?”
Penjaga itu mendekat, tubuhnya tampak lebih besar dalam cahaya redup. “Rahasia ini bukan untuk manusia biasa. Jika kau ingin menemukan jawaban, maka hadapi cobaan pertama.”
Cobaan Pertama
Tanpa peringatan, lantai di bawah kaki Alaric berguncang, dan ia jatuh ke dalam lubang besar. Ia terlempar ke sebuah ruangan gelap dengan dinding penuh cermin. Setiap cermin memantulkan bayangan dirinya, tetapi ada sesuatu yang salah—bayangan itu bergerak sendiri, menatapnya dengan mata hitam kosong.
“Ini... apa lagi sekarang?” Alaric berkata dengan napas terengah-engah.
Suara penjaga terdengar dari kejauhan. “Untuk melangkah lebih jauh, kau harus menghadapi dirimu sendiri. Cermin tidak pernah berbohong.”
Salah satu bayangan di cermin mulai keluar, membentuk sosok yang persis seperti Alaric. Tapi ekspresinya dingin, matanya tajam, dan senyumnya penuh ejekan.
“Jadi, kau pikir kau bisa menyelamatkan ayahmu?” kata bayangan itu. Suaranya terdengar seperti Alaric, tetapi dengan nada sinis. “Padahal kau bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya kau cari.”
Alaric mengepalkan tangannya. “Aku tidak punya waktu untuk permainan ini. Jika kau ingin menghentikanku, ayo lakukan!”
Bayangan itu hanya tertawa. “Kau tidak bisa melawanku, karena aku adalah dirimu. Semua keraguan, ketakutan, dan kelemahanmu—aku ada di sini untuk mengingatkanmu bahwa kau tidak sekuat yang kau kira.”
Pertarungan dengan Bayangan
Pertarungan pun dimulai. Alaric berusaha menyerang bayangan itu, tetapi setiap serangannya seperti menembus udara kosong. Sebaliknya, setiap kali bayangan itu menyerang, Alaric merasakan hantaman nyata yang membuatnya terjatuh.
“Semakin kau melawan, semakin kuat aku,” kata bayangan itu sambil tersenyum.
Alaric menyadari sesuatu. Ini bukan tentang kekuatan fisik. Bayangan ini mewakili semua ketakutannya, keraguannya. Jika ia terus melawan dengan amarah, ia hanya akan kalah.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. “Aku tahu siapa kau,” katanya. “Kau adalah bagian dari diriku, dan aku menerimamu. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menghentikanku.”
Bayangan itu berhenti, senyumnya memudar. “Apa yang kau lakukan?”
“Aku tidak perlu melawanmu,” kata Alaric. “Aku hanya perlu menerima diriku apa adanya.”
Sekejap, ruangan itu dipenuhi cahaya terang. Bayangan itu lenyap, dan cermin-cermin di sekelilingnya hancur.
Kembali ke Perpustakaan
Alaric terbangun kembali di ruangan perpustakaan, dengan penjaga bayangan berdiri di depannya. Tapi kali ini, ekspresi makhluk itu lebih tenang.
“Kau lulus cobaan pertama,” katanya. “Tapi perjalananmu baru dimulai. Rahasia yang kau cari akan menuntut lebih dari sekadar keberanian.”
Alaric menggenggam kunci bayangan lebih erat. Ia tahu ini bukan perjalanan yang mudah, tapi ia sudah memutuskan untuk melanjutkannya.
“Baiklah,” katanya. “Tunjukkan apa yang harus kulakukan selanjutnya.”
😄😄😄
Good job...!!!