Di dunia di mana kekuatan adalah segalanya, Liu Han hanyalah remaja 14 tahun yang dianggap aib keluarganya. Terlahir dengan bakat yang biasa-biasa saja, dia hidup dalam bayang-bayang kesuksesan para sepupunya di kediaman megah keluarga Liu. Tanpa ayah yang telah terbunuh dan ibu yang terbaring koma, Liu Han harus bertahan dari cacian dan hinaan setiap hari.
Namun takdir berkata lain ketika dia terjebak di dalam gua misterius. Di sana, sebuah buku emas kuno menjanjikan kekuatan yang bahkan melampaui para immortal—peninggalan dari kultivator legendaris yang telah menghilang ratusan ribu tahun lalu. Buku yang sama juga menyimpan rahasia tentang dunia yang jauh lebih luas dan berbahaya dari yang pernah dia bayangkan.
Terusir dari kediamannya sendiri, Liu Han memulai petualangannya. Di tengah perjalanannya menguasai seni bela diri dan kultivasi, dia akan bertemu dengan sahabat yang setia dan musuh yang kejam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Jalan yang Baru
Matahari pagi semakin tinggi, sinarnya mulai menembus dedaunan lebat, menghangatkan hutan tempat Ling Yan dan Liu Han beristirahat. Setelah malam penuh cerita dan pemahaman, suasana di antara mereka menjadi lebih santai. Liu Han sedang memeriksa barang-barangnya, sementara Ling Yan berdiri di mulut gua, menatap pegunungan Huosu yang menjulang di kejauhan.
Di dalam hati Liu Han, ada kebimbangan besar. Awalnya, dia ingin langsung menuju kota Qinjie untuk mengunjungi ibunya yang koma di kediaman keluarga Guan. Namun, setelah apa yang dia alami, termasuk perubahan fisik dan kultivasinya, Liu Han merasa ragu.
“Jika mereka tahu tentang perubahanku, siapa yang bisa menjamin mereka tidak mencoba mengambil keuntungan?” pikir Liu Han, matanya menatap tanah. “Aku harus memastikan diriku cukup kuat sebelum kembali menemui ibu.”
Ling Yan, yang tampaknya menyadari kegundahan Liu Han, menoleh ke arahnya. "Xiao Han," panggilnya dengan suara lembut, memecah lamunan Liu Han.
"Ya, Kak Ling?" Liu Han menoleh, menatap wanita itu dengan penuh perhatian.
"Aku akan melanjutkan misiku ke pegunungan Huosu," kata Ling Yan sambil melipat tangannya di dada. "Tapi aku tidak ingin memaksamu. Jika kau punya tujuan lain, aku mengerti."
Liu Han terdiam, matanya beralih ke arah timur laut, di mana kota Qinjie berada. Dia menarik napas panjang sebelum menjawab.
"Sebenarnya... aku ingin mengunjungi ibuku di kota Qinjie," katanya perlahan. "Dia sedang koma di kediaman keluarga Guan. Tapi aku tidak yakin ini waktu yang tepat."
Ling Yan mengernyit, lalu melangkah lebih dekat. "Kenapa tidak? Bukankah itu tujuanmu?"
"Aku tidak ingin mereka tahu tentang perubahanku ini," jawab Liu Han dengan suara rendah. "Keluarga Guan sama seperti keluarga Liu. Jika mereka melihat sesuatu yang bisa dimanfaatkan, mereka tidak akan ragu melakukannya, bahkan jika itu berarti menyakitiku atau ibuku."
Dia mengepalkan tangannya, suaranya penuh tekad. "Aku ingin kembali ke sana suatu hari nanti, tapi bukan sebagai orang yang lemah dan dianggap tidak berguna. Aku ingin menjadi cukup kuat untuk melindungi diriku sendiri dan... ibuku."
Ling Yan menatap Liu Han dengan mata penuh simpati. "Aku mengerti," katanya akhirnya, suaranya lembut. "Kalau begitu, apa yang akan kau lakukan sekarang?"
Liu Han mengangkat pandangannya, lalu tersenyum kecil. "Aku akan ikut dengan Kak Ling. Jika aku bisa belajar darimu, aku yakin itu akan membantuku menjadi lebih kuat."
Ling Yan tertawa kecil mendengar jawabannya. "Kau mulai memanggilku Kak Ling sekarang? Bagus. Sebagai kakakmu, aku akan memastikan kau tidak tersesat, Xiao Han."
Liu Han tersenyum. Meski ada perasaan berat meninggalkan niat awalnya, dia merasa bahwa mengikuti Ling Yan adalah keputusan yang tepat untuk saat ini.
Setelah memastikan bahwa Ling Yan sudah cukup pulih, mereka berdua memulai perjalanan menuju barat daya, ke pegunungan Huosu. Ling Yan memimpin dengan percaya diri, sementara Liu Han mengikuti di belakang, sesekali memperhatikan sekeliling untuk memastikan tidak ada ancaman.
Dalam perjalanan, Ling Yan mulai berbicara tentang misinya. "Bandit-bandit ini bukan kelompok biasa," katanya. "Mereka terorganisir dengan baik, memiliki senjata spiritual tingkat tinggi, dan bahkan menguasai formasi sederhana. Aku menduga mereka bekerja di bawah seseorang yang sangat kuat."
"Apakah sektemu tidak mengirim orang lain untuk membantumu?" tanya Liu Han sambil mempercepat langkahnya.
"Awalnya, tidak," jawab Ling Yan. "Sekte Pedang Langit sedang sibuk dengan banyak misi lain, jadi aku dikirim sendiri. Aku pikir aku bisa mengatasinya, tapi setelah kejadian kemarin..." dia terdiam sejenak, lalu melanjutkan, "mungkin aku terlalu meremehkan mereka."
Liu Han mengangguk pelan, memahami tekanan yang Ling Yan rasakan. "Kalau begitu, aku akan membantu sebisaku, Kak Ling. Aku mungkin tidak sekuat mereka, tapi aku tidak akan menjadi beban."
Ling Yan menoleh, menatap Liu Han dengan senyuman lembut. "Terima kasih, Xiao Han. Tapi ingat, aku tidak ingin kau memaksakan diri. Kau masih muda, perjalananmu masih panjang."
Liu Han hanya tersenyum kecil, tetapi dalam hatinya dia tahu bahwa ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar.
Sepanjang perjalanan, Ling Yan dan Liu Han semakin akrab. Ling Yan sering mengajarkan Liu Han tentang dasar-dasar strategi bertahan hidup dan seni bertarung. Dia mengajari cara mendeteksi jejak musuh, menghindari jebakan, hingga menggunakan energi spiritual secara efisien dalam pertempuran.
Sebaliknya, Ling Yan mulai menyadari bahwa Liu Han bukan pemuda biasa. Meski tidak menunjukkan semuanya, Ling Yan merasakan aura yang berbeda darinya—kuat, stabil, dan penuh potensi.
"Xiao Han," kata Ling Yan saat mereka berhenti di sebuah lembah kecil untuk beristirahat.
"Ya, Kak Ling?"
"Kau punya potensi besar, tahu itu?" katanya sambil tersenyum. "Jika kau benar-benar ingin menjadi lebih kuat, aku akan menepati janjiku. Aku akan merekomendasikanmu ke Sekte Pedang Langit."
Liu Han menatapnya dengan terkejut. "Kau... serius?"
"Tentu saja," jawab Ling Yan. "Dengan kekuatanmu yang sekarang, aku yakin kau bisa diterima. Dan dengan bimbingan sekte, kau akan tumbuh lebih cepat. Lagipula, aku butuh seseorang untuk kupanggil adik di sana," tambahnya sambil tertawa kecil.
Liu Han tertegun, merasa campuran gugup dan antusias. "Baik, Kak Ling. Aku akan mencoba. Tapi jangan terlalu berharap banyak. Aku hanya seorang pemula."
Ling Yan mengibaskan tangannya dengan santai. "Ah, jangan merendah, Xiao Han. Kau akan mengejutkan mereka, percayalah."
Dengan percakapan itu, mereka melanjutkan perjalanan menuju pegunungan Huosu, membawa tekad baru dan ikatan yang semakin erat.
...****************...
Setelah beristirahat singkat di lembah kecil, Ling Yan dan Liu Han melanjutkan perjalanan menuju pegunungan Huosu. Angin bertiup lembut, membawa aroma dedaunan yang khas, tetapi suasana menjadi semakin sunyi. Tidak ada suara burung atau binatang lain yang biasanya memenuhi hutan.
Ling Yan memperlambat langkahnya, matanya waspada memeriksa sekeliling. Liu Han, yang mengikuti di belakang, merasa suasana itu juga tidak biasa.
“Kak Ling, kenapa hutan ini begitu sepi?” tanya Liu Han pelan, menjaga suaranya tetap rendah.
Ling Yan mengangguk kecil, ekspresinya serius. “Aku juga memperhatikan itu. Biasanya, di sekitar pegunungan Huosu, suara binatang cukup ramai. Tapi sekarang…” dia berhenti sejenak, memandang sekeliling. “Ini aneh.”
Mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati, Ling Yan memimpin sambil mengaktifkan indra spiritualnya untuk mendeteksi ancaman. Liu Han juga mengikuti dengan tenang, menggenggam pedang perak tingkat tiga yang dia bawa dari cincin penyimpanan.
Tidak lama kemudian, mereka menemukan sesuatu yang membuat Ling Yan berhenti. Di depan mereka, sebuah jalan kecil di tengah hutan terlihat, tanahnya penuh dengan bekas jejak kaki yang tampak baru.
Ling Yan berjongkok, memeriksa jejak-jejak tersebut dengan saksama. “Ini… jejak manusia. Tapi jumlahnya banyak, setidaknya belasan orang, dan mereka bergerak ke arah yang sama.”
Liu Han ikut berjongkok, memeriksa jejak-jejak itu. “Mereka semua bergerak bersama. Apakah ini salah satu kelompok bandit yang kau cari, Kak Ling?”
“Mungkin,” jawab Ling Yan dengan nada penuh kewaspadaan. “Tapi anehnya, jejak ini terlihat teratur, terlalu rapi untuk ukuran bandit biasa. Sepertinya mereka membawa sesuatu yang berat.”
Dia menunjuk beberapa bekas seretan di tanah, seperti sesuatu yang besar sedang ditarik.
Liu Han menyipitkan matanya, mencoba memahami situasi. “Kalau begitu, apa yang mereka bawa?”
Ling Yan berdiri, matanya menatap ke arah jalur jejak yang mengarah lebih dalam ke pegunungan. “Kita harus mengikuti mereka. Tapi tetap waspada, Xiao Han. Aku merasakan sesuatu yang tidak beres.”
Liu Han mengangguk tanpa ragu, mengikuti langkah Ling Yan dengan pedangnya siap di tangannya.
Mereka mengikuti jejak itu selama hampir setengah jam, semakin jauh ke dalam hutan lebat di kaki pegunungan Huosu. Akhirnya, jejak itu membawa mereka ke sebuah tempat terbuka yang dikelilingi pohon-pohon besar. Di tengah-tengah area itu, terdapat sebuah kereta besar yang ditinggalkan begitu saja.
Kereta itu tampak rusak, dengan roda yang patah dan kain pelindungnya robek. Barang-barang berserakan di sekitar kereta, termasuk beberapa peti kayu yang terbuka. Ling Yan dan Liu Han segera menyadari bahwa peti-peti itu kosong.
“Mereka meninggalkan ini?” gumam Liu Han, memeriksa salah satu peti. “Tapi kenapa?”
Ling Yan mengitari kereta, mencoba mencari petunjuk. Dia berhenti sejenak, lalu berlutut untuk memeriksa tanah. “Ada bekas darah di sini,” katanya pelan, menunjuk noda merah yang sudah mengering.
Liu Han mendekat, melihat noda tersebut. “Apakah mereka diserang?”
Ling Yan menggeleng. “Aku tidak yakin. Tapi ini bukan sekadar perampokan biasa. Sesuatu terjadi di sini.”
Ketika Ling Yan sedang memeriksa lebih jauh, Liu Han merasakan sesuatu yang aneh. Udara di sekitar mereka tiba-tiba terasa lebih berat, seperti ada tekanan tak terlihat yang menyelimuti area tersebut.
“Kak Ling,” panggil Liu Han, matanya menatap tajam ke hutan di sekitarnya. “Kau merasakannya? Ada sesuatu yang… salah.”
Ling Yan berdiri dengan cepat, mengaktifkan indra spiritualnya. Dalam sekejap, wajahnya berubah serius. “Kita tidak sendirian.”
Dari balik pepohonan, bayangan-bayangan hitam mulai bermunculan. Sekelompok pria berjubah hitam muncul satu per satu, masing-masing membawa senjata. Jumlah mereka lebih dari sepuluh orang, dan aura mereka menunjukkan bahwa mereka berada di ranah *True Foundation*.
Ling Yan segera menarik pedangnya, melangkah maju untuk melindungi Liu Han. “Xiao Han, tetap di belakangku!”
Pemimpin kelompok itu, seorang pria bertubuh besar dengan topeng logam, melangkah maju. Suaranya berat dan dingin saat berbicara. “Kau murid Sekte Pedang Langit, bukan? Ling Yan, kalau tidak salah.”
Ling Yan mengepalkan pedangnya lebih erat. “Jadi kalian yang bertanggung jawab atas kekacauan di pegunungan ini?”
Pria itu tertawa pelan. “Kekacauan? Kami hanya menjalankan perintah. Tapi tampaknya kau terlalu ingin tahu untuk kebaikanmu sendiri.”
Liu Han, yang berdiri di belakang Ling Yan, merasakan ketegangan yang semakin meningkat. Dia tahu bahwa situasi ini jauh dari mudah. Dengan jumlah musuh sebanyak itu, bahkan Ling Yan akan kesulitan, terutama dalam kondisi tubuhnya yang belum pulih sepenuhnya.
“Xiao Han,” bisik Ling Yan tanpa menoleh. “Jika terjadi sesuatu, lari. Jangan pikirkan aku.”
“Tidak mungkin,” jawab Liu Han tegas, meskipun jantungnya berdebar keras. “Aku tidak akan meninggalkanmu, Kak Ling.”
Ling Yan tersenyum kecil, meskipun matanya tetap waspada pada musuh. “Kau keras kepala sekali. Baiklah, kalau begitu, tetaplah di belakangku. Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu.”
Pria bertopeng itu mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya. “Bunuh mereka. Tinggalkan barang-barangnya. Aku ingin kepala murid Sekte Pedang Langit sebagai hadiah.”
Dengan teriakan perang, kelompok pria berjubah hitam itu menyerbu ke arah Ling Yan dan Liu Han.
Bersambung...