Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
**
"Terima kasih, sudah hadir untuk menyempatkan waktunya bertemu dengan saya di sini."
"Sama-sama, memang ada keperluan apa? Biasanya jika Pak Abimanyu ingin membicarakan mengenai kerja sama kita pasti melewati sekertaris saya."
Abimanyu terkekeh. "Tidak, bukan itu yang ingin saya bicarakan."
"Lantas?" William Argantara, adalah pemilik perusahaan terbesar di Asia. Dia adalah Papa dari Kenzo Argantara.
Keduanya kini sedang berada di sebuah cafe, Abimanyu sengaja menghubungi William untuk membicarakan persoalan anak-anak mereka.
"Sudah lama kita bekerja sama, tapi kita belum ada waktu untuk makan malam sekeluarga. Apa Bapak ada waktu untuk itu? Dilihat kita berdua memiliki seorang anak mungkin mereka bisa menjadi teman."
William mengerutkan keningnya. "Tentu saja, silakan. Pak Abimanyu bisa jadwalkan makan malam nanti."
Abimanyu mengangguk. "Terima kasih, Pak Wiliam sudah berkenan merencanakan makan malam ini bersama saya."
"Ya sama-sama. Apa ada hal lain lagi yang ingin dibicarakan?"
"Tidak Pak, nanti saya hubungi Pak Wiliam untuk makan malam bersama nanti."
William mengangguk. "Baiklah kalau begitu, saya pamit lebih dulu. Ada klien yang harus saya temui hari ini."
"Baik, Pak. Terima kasih sekali lagi waktunya."
Abimanyu berjabat tangan dengan William, dan keluar dari cafe tersebut. Abimanyu tersenyum sambil mengambil ponsel untuk memberikan informasi tersebut kepada Nadia sang istri.
"Naomi akan senang mendengar informasi ini, Pah."
"Tentu saja, kamu jadwalkan kita akan makan di luar atau di rumah oke."
"Mama rasa kita makan di rumah saja, biar ngobrolnya lebih santai. Dan Kenzo bersama Naomi akan berbincang bersama cukup lama."
Abimanyu mengangguk. "Tentu, itu ide yang sangat bagus sekali. Baiklah nanti aku beritahu Pak wiliam untuk makan malam di rumah kita."
"Iya Pah."
Sambungan telepon pun dimatikan, Abimanyu kembali meminum secangkir teh yang masih tersisa di atas meja.
**
"Kening Lo kenapa Nad?" tanya Jeno sambil menyimpan makan di depan Nada.
Nadia memegangi keningnya terlihat benjol. "Kejedot," jawabnya santai.
"Kok bisa? Teledor mulu heran ini bocah."
"Gue juga engga tau, tiba-tiba aja begini."
"Ya udah makan yang banyak, gue bawain obat di UKS." Jeno mengusap kepala Nada sambil berjalan keluar kelas.
Nada mengacuhkan luka keningnya sambil memakan mie ayam yang dibawakan Jeno dari kantin.
Beberapa siswa menghampiri Nada dan mengerumuni gadis itu. Nada menatap sekeliling dengan wajah terheran.
"Kalian ngapain di sini?"
"Lo ada hubungan apa sama Kenzo?" tanya Tia teman sekelasnya.
Nada menggelengkan kepala. "Gue enggak ada hubungan apa-apa sama dia."
"Anak kelas sebelah liat Lo sama Kenzo, boncengan lagi. Kita tahu kan selama ini Kenzo enggak pernah tuh boncengin cewek mana pun."
Nada menghela napas. "Gue enggak sengaja ketemu dia."
"Terus?"
"Ya enggak terus, yang jelas gue ditebengin doang."
"Kaya gitu doang?" tanya Lia.
Nada menganggukkan kepala, memang adanya seperti itu. Dia juga tidak mau berbicara panjang lebar mengenai Kenzo.
"Syukur deh. Tapi hati-hati aja ya kalau Lo dekat sama Kenzo."
"Kenapa emang?"
"Fansnya banyak, bisa-bisa Lo kenapa bully."
Nada mengangguk. "Oh oke thanks infonya."
Mereka pun kembali ke meja masing-masing sambil membicarakan Kenzo dan Nada kembali. Nada yang mendengar merasa acuh dan bodo amat dengan sekitar.
**
Sepulang sekolah Nada mampir ke sebuah toko alat melukis, dia ingin membeli beberapa alat karena sebentar lagi dia akan melakukan perlombaan di luar sekolah. Uang yang dibelikan Nada diberi oleh Jeno, Nada terpaksa meminjam karena memang dia tidak memiliki uang.
"Emm, ini udah terus ini juga. Emm apa lagi ya?" Nada berpikir ulang sambil melihat-lihat perlengkapan yang dibutuhkan.
Mundur perlahan tak sengaja menabrak tubuh seseorang, Nada berbalik sambil meminta maaf.
"Eh sorry, gue enggak sengaja."
Nada menabrak seorang pria dengan logo osisi yang berbeda dengannya.
"It's oke."
Nada tersenyum dan melangkah menjauh dari hadapan pria itu. Pria tersebut mengamati Nada dan merasa tidak asing dengan gadis di depannya itu.
"Bukannya itu gadis yang disekap Bara kemarin ya?"
Alex pria yang ada di tempat peralatan melukis itu menghampiri Nada.
"Lo cewek High School ya."
"Hah? Eh iya, kenapa Lo tahu?"
"Kenalin gue Alex. " Alex mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Nada.
Nada pun membalas jabat tangan dari Alex. "Gue Nada."
Alex mengangguk-angguk. "Lo suka lukis?"
"Iya suka, Lo juga sama?"
Alex menggelengkan kepala. "Enggak."
"Lah terus Lo ngapain di sini?"
Alex menggaruk tengkuknya. "Emm, adek gue yang suka melukis terus dia lagi ulang tahun makanya gue ke sini ya mau cari alat lukis."
"Oh gitu, keren ya Lo jadi Kaka perhatian banget."
"Ah biasa aja."
"Mau gue bantu cari kadonya enggak?"
"Boleh kalau enggak keberatan."
Nada terkekeh. "Santai kali, soal ginian Nada jagonya."
Alex terkekeh sambil melihat wajah Nada yang cantik dan manis. Alex begitu terpesona dengan gadis yang ada di depannya ini.
Nada pun mencari semua keperluan yang akan dijadikan kado, tidak lupa dia memasukan beberapa barang yang penting. Alex tida berkomentar apapun dia menikmati celotehan Nada yang sedang memilah dan memilih barang tersebut.
"Lo suka ngomong sendiri ya?" celetuk Alex.
"Hah? Maksudnya?"
"Ya itu dari tadi mulut Lo enggak diam. "
Nada menggaruk tengkuknya. "Sorry ya kebiasaan, enggak sadar juga."
Alex terkekeh. "Santai kali enggak usah canggung. Gue ngeliatnya lucu aja gitu."
Nada tersenyum simpul. "Ini udah beres mau ke kasir?"
"Boleh ayok!"
Mereka berdua pun berjalan menuju kasir, setelah semua perlengkapan yang dibutuhkan selesai.
"Sekalian sama yang Lo," ucap Alex.
"Eh enggak perlu, gue bisa bayar sendiri," jawab Nada.
"Enggak masalah, lagian Lo udah bantuin gue milihin alat lukisnya."
Nada tersenyum canggung. "Seriusan gue bayar sendiri."
Alex berdecak sambil mengambil keranjang yang dibawa Nada dan diberikan kepada kasir.
"Sekalian sama yang ini."
"Baik, Mas."
Kasir pun sedang menghitung semua barang yang akan dibayar oleh Alex. Nada menatap tak enak hati karena pasalnya Nada dan Alex baru pertama kali bertemu seperti ini.
"Thanks ya udah bantuin gue cariin kado."
"Iya sama-sama, gue juga seneng milihinnya."
Alex mengangguk. "Mau gue antar sekalian?"
Nada menggeleng cepat. "Enggak usah, gue pulang sendiri aja. Lagian rumah gue dekat kok."
"Yakin? Ini udah mau malem lho, masa cewek pulang sendirian."
"Seriusan, Lo mending balik deh. Adek Lo pasti nunggu kado dari kakaknya."
Alex menatap barang bawaannya sambil tersenyum. "Iya Lo bener, adek gue pasti seneng dapet kado. Kalau gitu gue duluan ya."
Nada mengangguk sambil melambaikan tangan. "Iya, oh thanks ya sekali lagi udah bayarin."
"Sama-sama, bye Nada!"
"Bye!"
Nada menatap kepergian Alex, dia senang rasanya mendapatkan rejeki yang tak terduga hari ini, dan uang yang diberikan Jeno tadi akan Nada kembalikan esok hari.
Nada menyusuri jalan seorang diri sambil bersenandung dan membayangkan dia akan mengikuti lomba melukis, dia sudah tidak sabar akan melakukannya.
Sesampainya di rumah, dia melihat orang tua dan Naomi sedang berkumpul bersama sambil dikelilingi makanan yang enak. Seperti biasa Nada hanya tersenyum getir melihatnya.
"Nada baru pulang?" tanya Naomi.
Nada memejamkan mata sekejap saat melewati mereka. "Iya gue baru balik," jawab Nada.
"Lo bawa apaan itu? Habis belanja ya, dapet uang dari mana?"
Nada rasnaya ingin menampar bibir Naomi yang banyak bertanya, dia takut jika orang tuanya jadi curiga dengan barang bawaan Nada.
Naomi menghampiri Nada, dan melihat isi paper bag yang dibawa Nada.
"Wah alat melukis, Nada mau melukis lagi? Bukannya Mama sama Papa larang ya."
Abimanyu dan Nadia beranjak berdiri, dan menghampiri Nada. Lalu merebut paper bag tersebut dan menumpahkannya ke lantai.
"Mamah jangan dibuang alat lukisan Nada!"
"Ck, kamu bisa enggak sih hobi yang lain? Mama sama Papa enggak suka sama hobi kamu ini."
"Mah, lagian Nada enggak ngerugiin siapapun kalau Nada melukis. Melukis hobi Nada dari kecil Mah."
"Enggak bisa, Mama enggak suka liatnya. Berantakan dan kotor!" Nadia menginjak sekua barang Nada hingga tak berbentuk.
Nada menahan dan mencoba mengambil sebisanya yang masih bisa diselamatkan.
"Hobi itu kaya Naomi, bermain piano bukan melukis. Apa bagusnya sih!"
"Sudahlah Mah, kita pergi. Papa malas berdebat dengan anak ini."
Nadia mengangguk lalu masuk ke dalam kamar bersama Abimanyu. Tersisa Naomi di sana sambil menyilangkan kedua tangan.
"Haha, aduh kasihan barang barunya hancur deh." Naomi berjalan sambil menginjak barang Nada hingga jari Nada pun Naomi injak.
Nada mengaduh kesakitan sambil membereskan semua kekacauan yang ada di lantai dengan hati yang sesak.
"Sabar Nad. Lo harus buktiin kalau melukis itu bukan hobi yang buruk."