Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Wanita itu berjalan perlahan pergi. Namun saat dia akan melewati Vano, dia sedikit tersandung, dan membuat tubuhnya terhuyung ke belakang.
Vano dengan terkejut mengangkap tubuh mungil itu dan menahannya, pandangan keduanya bertemu tanpa mengerjap.
Bibir Latifa terbuka, matanya terbelak. Dia sadar, dan segera bangkit dari Vano. "Maaf Pak, saya minta maaf, saya gak bermaksud sengaja." Paniknya.
Vano, dia terkekeh, "Bukan masalah yang besar, lain kali, kalau lagi berjalan jangan lihat ponsel. Perhatikan sekitar."
"Iya Pak. Kalau gitu saya balik ke Hotel."
"Ok, baiklah. Selamat malam." Wanita itu berlari kecil pergi dari sana. Di balik tembok, dia memegang dadanya yang berdebar. Dia menggelengkan kepalanya, dia tidak boleh terpesona dengan atasannya.
"Tif, kamu jangan gila. Nggak sepantasnya kamu teresona sama pria yang udah nikah. Jangan aneh-aneh..." Gumamnya.
Latifa tidak ingin mencari masalah. Sudah untung dia di izinkan magang di sini, untuk kebutuhan kuliahnya, tinggal beberapa bulan lagi dia selesai, dan lulus. Dia tidak mau kecerobohannya mengancam nilainya dan membuat wanita lain merasa tersakiti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Arin akhirnya ke luar dari kamar. Dia dengan wajah muramnya mengambil makan yang di letakan oleh Dinar, dan membawanya masuk.
Dinar sempat melihat merasa lega. Dia mendekati kamar Arin, mengintip dari celah pintu. Nampaknya dapat dia lihat Arin tengah makan dengan tenang.
Arin terhenti, dan menoleh ke belakang, "Kalau Mbak mau masuk, masuk, bukan malah ngintip di luar!" Omelnya.
Alhasil Dinar masuk ke kamarnya, dan mendekatinya di ranjang. Wanita itu tersenyum tipis.
"Mbak senang, kamu ngisi perut."
"Buat apa Mbak khawatirin aku? Bapak aja gak peduli sama kesahatanku."
"Jangan ngomong gitu. Walau Bapakmu itu keliatan gak peduli, apa kamu tau, sebenernya dia peduli banget sama kamu. Kamu anaknya, gimana bisa beliau gak peduli sama kamu."
"Buktinya Bapak gak ngizinkan aku pergi. Padahal aku sama Catrine. Salahnya apa coba, ngasi izin? Aku juga gak akan pergi tanpa tujuan kok, Mbak."
"Mbak, tau!" Dinar menghela napas, mencoba memberikan pengertian kepada adik iparnya itu, Arin tampak sedih. Dia menghela napasnya panjang.
"Bapak kenapa sangat ngekang Arin sih.., Mbak? Padahal Arin juga udah gede. Arin juga enggak macem-macem kok,"
"Tapi kemarin kamu hampir aja salah pergaulan. Jelas aja itu buat Bapakmu khawatir. Kamu anak perempuan satu-satunya yang dia punya dek. Mungkin, karna sayang sama kamu, dia punya cara njaga kamu sama versinya sendiri, Rin!" Nasehatnya.
"Ish Mbak.., kalau itu mah Arin tau, Tapi kan Bapak tau Arin sama Catrine."
"Yaudah, habisin makannya dulu. Mbak nanti coba ngomong sama Bapak."
Rosa terlihat sumringah mendengarnya, "Mbak Serius?!"
"Iya.., Kamu makan dulu.., habiskan."
"Ahsiappp..." Menggebu-gebu lah Arin mengatakan itu.
Arin dengan sigap memakan makanannya. Tapi, Dinar terdiam, otaknya kembali memikirkan tentang Latifa sebelumnya, Dia menatap Arin yang makan, dan memberanikan diri bertanya.
"Rin, Mbak boleh nanyak gak?"
"Tanyak apa Mbak?"
"Kamu tau sama karyawan Mas Vano?"
"Tau. Arin kenal, karena dulu Arin sering mampir ke kantornya Mas sih Mbak, sehabis magang, kenapa Mbak?"
"Emmm, kamu kenal sama yang namanya Latifa? Iya Latifa namanya kalau gak salah?"
"Mbak Latifa? Kenal. Gimana Mbak bisa kenal sama dia?"
"Bisa jelasin, siapa Latifa itu? Jelasin sama Mbak?"
"Ohh, Mbak Latifa mahasiswi magang kok Mbak. Yang di jadiin asisten Mas Vano karna pinter sama gesit kerjanya. Bapak juga kenal tuh, kenapa? Mbak pasti mikir aneh-aneh ya sama Mas? Hayoo...,"
"Enggak apa-apa. Yaudah, Mbak ke luar dulu ya."
"Hmmm.., pasti Mbak cemburu tuh." Gumam Arin dalam hati.
Dinar ke luar dari kamar Arin dengan perasaan berkecamuk. Apa benar, hanya sebatas karyawan biasa?
...BERSAMBUNG, ...