Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.
"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.
Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"
Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."
Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Menghadapi Takdir
Keheningan yang sempat menyelimuti gua mulai pecah, digantikan oleh suara langkah kaki mereka yang berdesakan di lantai berbatu. Elarya, Kael, dan Lysander, meskipun lelah dan terperangkap dalam bayang-bayang pertempuran batin, melangkah maju dengan semangat yang lebih kuat dari sebelumnya. Kegelapan yang sempat menelan mereka telah pudar, digantikan oleh cahaya yang kini memancar dengan penuh kekuatan dari dalam diri Elarya.
Sosok bayangan yang menyerupai dirinya kini hilang. Meskipun bayangan itu sempat menakutkan, memberi ancaman akan kegelapan dalam diri Elarya, kini ia merasa lebih kuat, lebih sadar akan kekuatan yang ada dalam dirinya. Ia telah belajar untuk menerima takdirnya, tetapi juga untuk menentangnya jika itu berarti ia bisa mengendalikan hidupnya sendiri.
Setelah perjalanan panjang yang penuh dengan ujian, mereka akhirnya tiba di ujung gua. Pintu keluar yang sebelumnya tersembunyi oleh kegelapan kini terbuka, membiarkan cahaya matahari menyinari mereka. Ketiganya berdiri di sana, memandang dunia luar dengan perasaan campur aduk. Keberhasilan mereka telah mengusir ancaman besar, tetapi Elarya tahu ini bukan akhir dari perjalanan mereka.
Elarya menatap langit yang terbentang luas di atasnya, merasa angin segar menyentuh wajahnya. Ia mengangkat tangannya, membiarkan cahaya itu mengalir dalam tubuhnya, meresap ke dalam setiap sel. Kekuatan itu kini terasa lebih mengalir bebas—tetapi kali ini, ia tahu bagaimana cara mengendalikannya.
"Elarya," suara Kael memecah keheningan, membuatnya menoleh ke arah kekasihnya yang berdiri beberapa langkah di sampingnya. Kael memandangnya dengan tatapan lembut, tetapi penuh keyakinan. "Kita telah melewati banyak hal. Tapi perjalanan kita belum berakhir, kan? Masih ada banyak yang harus kita lakukan."
Elarya mengangguk, senyum tipis mengembang di bibirnya. "Aku tahu," jawabnya, suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya. "Tetapi setidaknya, aku tahu sekarang siapa aku sebenarnya. Aku tidak takut lagi pada takdirku. Aku tidak takut pada kegelapan yang pernah mengintai."
Lysander yang berdiri di belakang mereka tersenyum dengan bangga. "Itulah yang harus kalian pelajari. Kekuatan bukan hanya tentang bagaimana kalian bertarung. Tapi bagaimana kalian bisa mengendalikan diri, bagaimana kalian bisa menjadi yang terbaik dari diri kalian sendiri."
Mereka berjalan keluar dari gua bersama, matahari semakin terbenam di horizon. Di kejauhan, mereka bisa melihat sebuah desa kecil yang tampaknya tenang. Elarya tahu bahwa perjalanan mereka menuju desa itu bukan sekadar perjalanan biasa. Itu adalah langkah terakhir menuju titik yang akan menentukan masa depan mereka. Tak hanya mengenai Elarya, tetapi juga mengenai Kael—dan masa depan yang sudah ditunggu-tunggu.
Malam telah datang ketika mereka akhirnya tiba di desa itu. Cahaya bulan memantulkan kilau lembut pada permukaan tanah, dan angin malam terasa sejuk menyapu wajah mereka. Kael memegang tangan Elarya dengan lembut, sementara Lysander berjalan di depan mereka, memberi sedikit ruang bagi pasangan itu untuk menikmati momen kebersamaan mereka.
"Besok adalah hari yang sangat penting bagi kita semua," kata Kael sambil menatap Elarya, wajahnya dipenuhi dengan kehangatan. "Lamaranmu. Itu akan menjadi simbol bahwa perjalanan kita ini tidak hanya soal pertempuran, tetapi juga tentang ikatan yang lebih dalam. Kamu sudah siap?"
Elarya memandangnya dengan mata penuh keyakinan. "Aku sudah siap, Kael. Kita telah melalui begitu banyak, dan sekarang waktunya untuk memulai bab baru dalam hidup kita. Bab yang lebih tenang, penuh dengan cinta dan harapan."
Di dalam hati Elarya, ada perasaan damai yang luar biasa. Selama ini, ia merasa takut akan takdirnya, takut akan kekuatan yang diberikan padanya. Tetapi kini, dengan Kael di sisinya, dan dukungan dari Lysander, ia merasa bahwa ia bisa menghadapi apapun yang akan datang. Ia tahu bahwa kekuatannya tidak hanya untuk menghancurkan kegelapan, tetapi juga untuk melindungi mereka yang ia cintai.
Pagi harinya, suasana di desa itu terasa lebih cerah. Penduduk setempat bergegas untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk acara besar yang telah lama ditunggu-tunggu—sebuah lamaran yang akan mengubah hidup Elarya selamanya. Kael, yang sudah mempersiapkan segalanya dengan hati-hati, menatap Elarya dengan penuh kebanggaan. Mereka berdiri di tengah desa, di depan sebuah altar kecil yang dihiasi dengan bunga-bunga indah.
Lysander berdiri di samping mereka, menjadi saksi dalam peristiwa penting ini. Tidak ada kata-kata yang lebih tepat untuk menggambarkan perasaan Elarya saat ini—ia merasa seolah-olah segala kekuatan yang ada dalam dirinya bersatu dengan kekuatan cinta yang tumbuh di hatinya untuk Kael. Semua yang telah mereka lewati—kegelapan, ancaman, ketakutan—sekarang terasa jauh, terkubur oleh cahaya yang lebih besar.
“Kael,” suara Elarya terdengar lembut, namun tegas. “Aku memilihmu. Tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi bayangan yang mengintai. Aku berjanji akan bersamamu, dalam suka dan duka.”
Kael menggenggam tangan Elarya dengan erat, mata mereka saling bertaut. “Aku berjanji akan melindungimu, Elarya. Dengan segala kekuatan yang aku miliki, aku akan selalu ada di sisimu.”
Di hadapan semua orang yang hadir, Kael berlutut, mengeluarkan cincin kecil yang telah disiapkan. Elarya, dengan hati yang penuh cinta, menatapnya dan mengangguk. “Aku menerima,” jawabnya, suaranya hampir tak terdengar karena haru.
Cincin itu melambangkan sebuah janji—janji untuk saling menjaga, untuk tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Dan ketika mereka saling menatap, Elarya tahu bahwa ini bukan hanya tentang cinta mereka, tetapi juga tentang kemenangan atas ketakutan, tentang menemukan kekuatan dalam diri mereka sendiri, dan tentang perjalanan yang akan mereka jalani bersama.
Desa itu bergema dengan tepuk tangan dan sorak sorai, tetapi bagi Elarya, hanya ada satu hal yang terasa nyata—ini adalah permulaan dari kehidupan baru, kehidupan yang penuh dengan harapan dan kebahagiaan. Dan bersama Kael, dia siap menjalani perjalanan baru yang menanti di depan mereka.
Pagi hari di desa itu begitu cerah, seolah menyambut dengan hangat perjalanan baru yang akan dimulai. Angin pagi berhembus pelan, membawa aroma bunga yang sedang mekar di sepanjang jalan setapak. Langit biru tanpa awan menciptakan suasana yang sempurna untuk momen besar yang sudah lama dinanti—lamaran Elarya dan Kael.
Elarya berdiri di depan rumah tua yang telah dihias dengan indah, dihiasi bunga-bunga berwarna cerah yang melambangkan cinta dan harapan. Jantungnya berdegup kencang, meskipun ia merasa tenang. Semua yang telah dilaluinya—perjuangan, pertarungan batin, dan perjalanan bersama Kael—membawanya pada titik ini. Ini bukan hanya tentang pernikahan atau lamaran semata, tetapi tentang pengertian yang lebih dalam mengenai siapa dirinya, dan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Kael berdiri di sampingnya, matanya penuh dengan kebanggaan dan cinta. Ia memandang Elarya dengan penuh kasih sayang, meskipun ia tahu bahwa hari ini adalah ujian terakhir bagi mereka berdua. Sebuah janji akan dibuat, sebuah pernyataan yang mengikat mereka dalam takdir yang lebih besar.
"Elarya," suara Kael terdengar lembut namun penuh dengan tekad. "Aku tidak pernah tahu sebelumnya bahwa jalan kita akan semenyakitkan ini. Tetapi hari ini, aku tahu aku memilih dengan benar. Aku memilihmu, karena tidak ada satu pun yang lebih penting daripada berada di sisimu."
Elarya menatapnya, dan meskipun ia merasakan kehangatan dalam hati, ia juga bisa merasakan ketegangan yang menyelimuti mereka berdua. Perasaan itu bukan sekadar kebahagiaan, tetapi lebih kepada kedalaman emosional yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang telah melewati banyak cobaan bersama.
"Kael," suara Elarya bergetar, namun ia tidak takut lagi. "Aku merasa seperti aku sudah mengenalmu sepanjang hidupku, meskipun aku tahu kita baru bersama untuk waktu yang singkat. Tapi aku yakin, kita sudah melalui begitu banyak untuk sampai ke sini, dan aku tahu aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu."
Kael menggenggam tangan Elarya lebih erat, seolah memberi janji tanpa kata. Mereka saling tersenyum, dan meskipun kata-kata tak lagi diperlukan, keduanya tahu bahwa ini adalah titik awal dari sebuah babak baru. Sebuah perjalanan yang penuh dengan janji dan komitmen, yang tidak hanya datang dari kata-kata, tetapi dari setiap tindakan dan perasaan yang telah mereka bagikan.
Sementara itu, di sisi lain desa, Lysander mempersiapkan diri dengan penuh perhatian. Ia selalu berada di sana untuk mereka, meskipun ia tahu bahwa ia akan segera melepaskan Elarya untuk berjalan ke jalan yang lebih besar—jalan yang akan membawa pasangan itu jauh darinya. Ia telah menjadi bagian penting dari perjalanan mereka, tetapi saat ini, ia tahu bahwa langkah berikutnya adalah untuk Kael dan Elarya.
"Semoga kau bahagia, Elarya," bisik Lysander kepada dirinya sendiri. “Kau telah tumbuh menjadi seseorang yang lebih kuat dari yang pernah kubayangkan."
Di altar kecil yang telah dipersiapkan dengan sangat indah, penduduk desa mulai berkumpul. Wajah mereka dipenuhi dengan harapan dan kebahagiaan, menyaksikan momen penting yang membawa harapan baru ke dalam desa mereka. Semua orang tahu, kisah ini adalah kisah yang luar biasa—kisah tentang seorang wanita yang tak hanya menemukan cinta, tetapi juga menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri untuk menghadapi takdir yang lebih besar.
Elarya dan Kael melangkah bersama menuju altar, tangan mereka saling menggenggam erat. Keduanya bisa merasakan degup jantung mereka yang semakin cepat, tetapi rasa percaya diri mereka jauh lebih besar daripada ketegangan yang menyelimuti mereka. Mereka tahu bahwa bersama, mereka bisa mengatasi apapun.
Di depan altar, seorang pendeta tua berdiri, memandang pasangan itu dengan mata yang penuh kebijaksanaan. "Hari ini adalah hari yang istimewa," katanya dengan suara yang dalam dan penuh makna. "Kalian berdua telah melalui perjalanan panjang. Dan kini, kalian berdiri di sini, siap untuk melangkah bersama sebagai satu. Apakah kalian siap untuk saling berjanji?"
Kael mengangguk, matanya tetap terfokus pada Elarya. “Aku siap,” jawabnya, suaranya penuh dengan tekad.
Elarya menatap Kael dengan penuh cinta, menyadari bahwa ia telah siap untuk semua yang akan datang. “Aku siap,” jawabnya dengan suara yang lembut namun penuh keyakinan.
Pendeta itu tersenyum, kemudian melanjutkan. “Lalu, mari kita mulai dengan janji yang akan mengikat kalian. Janji untuk saling menjaga, saling mencintai, dan berjalan bersama dalam suka dan duka. Elarya, Kael, ambillah tangan masing-masing, dan ungkapkan janji yang ada dalam hati kalian.”
Kael mengambil tangan Elarya dengan lembut, matanya penuh dengan kasih. “Elarya, sejak pertama kali kita bertemu, aku tahu hidupku tidak akan pernah sama lagi. Aku berjanji akan selalu berada di sisimu, dalam keadaan apapun. Aku akan melindungimu, mendukungmu, dan mencintaimu dengan sepenuh hati, selama-lamanya.”
Elarya merasa hatinya berdegup lebih kencang. "Kael," ia berkata, matanya berbinar. "Aku pernah merasa kehilangan arah, merasa seperti aku tidak tahu siapa diriku. Tetapi sejak kita bertemu, aku merasa seperti aku menemukan rumahku kembali. Aku berjanji akan selalu mencintaimu, mendukungmu, dan berjalan bersamamu, tidak peduli apa yang akan terjadi."
Sebuah tepuk tangan meriah memenuhi udara, dan dalam momen itu, semuanya terasa sempurna. Mereka berdua berdiri di sana, bersatu dalam janji yang telah lama mereka buat, melalui perjuangan dan pengorbanan yang tidak mudah. Tetapi di atas segalanya, mereka tahu bahwa ini adalah awal dari perjalanan yang lebih indah bersama.
Akhirnya, pendeta itu memberikan restu dan menyatakan mereka sebagai pasangan yang sah. Elarya dan Kael saling memandang satu sama lain, senyum kebahagiaan mengembang di wajah mereka. Inilah saat yang telah mereka tunggu-tunggu, dan meskipun perjalanan mereka belum sepenuhnya selesai, mereka tahu bahwa apa yang terpenting sekarang adalah bersama-sama—menjalani hidup yang penuh dengan cinta, cahaya, dan janji yang mereka buat di hadapan dunia.
Saat hari mulai gelap, dan perayaan dimulai dengan penuh kegembiraan, Elarya dan Kael berdansa bersama di tengah keramaian. Musik lembut mengalun, dan semuanya terasa magis, seperti dunia ini adalah milik mereka berdua. Dalam pelukan Kael, Elarya merasa damai. Dia tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi bersama-sama, mereka akan menghadapinya dengan penuh cinta dan keberanian.
Malam itu, di bawah langit yang berbintang, mereka berjanji untuk selalu berada di sisi satu sama lain—hingga akhir waktu.