Leuina harus di nomor duakan oleh ibunya. Sang ibu lebih memilih kakak kembarnya.yang berjenis.kelamin pria. Semua nilainya diakui sebagai milik saudara kembarnya itu.
Gadis itu memilih pergi dan sekolah di asrama khusus putri. Selama lima tahun ia diabaikan. Semua orang.jadi menghinanya karena ia jadi tak memiliki apa-apa.
bagaimana kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERKARA 3
Don menatap gedung pencakar langit. Hidungnya masih diplester. Ia menelan ludah berkali-kali. Ada rasa ingin mundur, tetapi ia sudah membayar mahal Gloria. Bahkan ia belum menciumnya, gadis itu sudah dibawa pergi.
"Awasi mereka. Jangan ada yang terlewat dan jangan sampai ketahuan!" titahnya pada beberapa bodyguardnya.
"Baik Tuan!" sahut mereka bertiga.
Sedang di dalam ruang. Gloria tengah sibuk memperhatikan buku yang ada di tangannya dan layar komputer yang ada di depannya. Setelah yakin, jika tidak ada yang salah. Ia pun langsung menyimpan data-data itu. Kemudian membuka berkas baru.
"Gloria, bisa ikut aku ke ruangan. Ada beberapa berkas yang perlu kau teliti lagi!" titah Vic.
Gloria tau itu adalah akal-akalan pria itu. Karena dari kemarin, kata-kata itulah yang menjadi alasan agar mereka bisa berciuman.
"Aku ... maksud saya, saya sudah mengambilnya dari tadi pagi, Tuan. Ini sudah saya pegang!" sahut gadis itu sambil memperlihatkan beberapa tumpukan file.
"Oh ... tapi, tadi saya melihatnya masih ada!" sahut Vic yakin.
"Baik, nanti setelah istirahat, saya ambil Tuan," ujar Gloria lalu melanjutkan pekerjaannya dengan serius.
Vic yang melihat gadis itu begitu serius dengan setumpuk pekerjaan. Akhirnya meninggalkan Gloria. Pria itu pun ke ruangannya dengan hati panas.
"Sejak tadi pagi, ia enggan menatap mataku. Bahkan, ia hanya menunduk hormat ketika aku lewat," gumam Vic sambil menatap Gloria dari jendela besarnya.
Sedang Gloria mengingat kata-kata Hugo kemarin sore. Tadinya, ia ingin berlaga tak peduli. Tetapi, jika ia benar-benar ditinggalkan oleh Victor. Ia akan malu luar biasa terlebih pada dua rivalnya, Luein dan Diana.
Tadi malam ketika di kamar pun ia mencari berita kebenaran tentang ciuman Vic dengan model terkenal itu. Benar saja, beberapa artikel bahkan gambar- gambar yang menampakkan dirinya terpampang tengah berciuman di berbagai tempat.
"Apakah The Second Man itu akan melabuhkan cintanya dengan Chelsea Balmore?"
Sebuah tag line artikel majalah online. Gloria sangat yakin, kedekatan dua orang itu bukan hanya sekedar ciuman belaka. Pelukan dan gandengan tangan keduanya pun menjadi sorotan.
"Bodohnya ... benar-benar bodoh!" makinya pada diri sendiri.
Sedang di lantai paling atas. Luein dan Diana selesai mengerjakan tugasnya. Makan siang pun tiba. Mata Diana sedikit berkunang-kunang. Ia tidak sempat sarapan tadi pagi. Ibunya sedang dirawat. Ia pun bangun sedikit kesiangan.
"Thanks Lord, akhirnya!' ujarnya.
Brug!
"Diana!" pekik Luein langsung memapah tubuh kurus gadis itu.
Alex dan Adrian pun juga ikut terkejut. Keduanya menghampiri Luein yang tengah mendudukkan Diana. Wajah gadis itu tiba-tiba pucat.
"Kau tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa. Hanya pusing saja," jawab Diana lemah.
"Aku yakin kau pasti belum sarapan tadi!" terka Luien.
"Ya, Mama masuk rumah sakit kemarin sore dan harus dirawat. Tadi aku bangun sedikit kesiangan," jawab Diana.
"Ah, Mama Ver tidak apa-apa juga kan?" tanya Luien khawatir.
"Aku tidak tau, Luein. Nanti habis ini, aku akan langsung ke rumah sakit untuk menanyakan keadaan Mama," jawab Diana.
"Aku antar!" ucap Luein.
"Tidak. Kau harus presentasi nanti dan ikut Tuan Maxwell ke gala dinner nanti malam!" ujar Diana mengingatkan.
Luien hanya bisa menghela napas panjang. Alex dan Adrian mendengar semuanya. Luien berdiri dan akan mengambilkan teh jahe yang ia bawa tadi dari apartemennya. Lalu menuangkannya di gelas plastik.
"Minumlah!" ujar Luien sambil menyerahkan teh itu.
Diana mengangguk lalu meminumnya. Mencium bau segar dari teh yang Luein bawa. Alex dan Adrian meminta.
"Berikan aku tehmu, perutku dari tadi sedikit bermasalah."
"Aku juga!" sahut Adrian.
Luien pun mengambilkan dua gelas plastik yang ada di dekat dispenser. Setelah menuang teh, ia pun menyerahkan pada dua pria itu.
"Biar aku yang akan mengantar Diana nanti," ujar Adrian tanpa bisa dibantah.
Diana ingin menolak, tetapi urung karena melihat tatapan tajam atasannya itu. Makan siang datang diantar oleh OB. Luein sempat kaget melihat ada banyak makanan yang diantar. Kini mereka berempat makan bersama.
Tak terasa waktunya pulang. Lagi-lagi Gloria pura-pura tak mendengar panggilan Vic padanya. Gadis itu mengobrol dengan sesama temannya. Merasa diacuhkan. Pria itu menjadi kesal. Ia pun menarik Gloria. Tak ada yang bisa menolongnya.
"Tuan!" pekik gadis itu ketika Vic berhasil menarik dan membawanya ke ruangan.
Di sana pria itu ingin mencium bibir gadis itu, namun segera ditolak. Gloria memalingkan wajahnya. Bahkan ketik Vic dengan kasar menarik dagunya lalu membenamkan bibirnya dalam-dalam. Gloria melipat bibirnya ke dalam.
Melihat gadis itu benar-benar menolak berciuman dengannya. Akhirnya, Vic melonggarkan kukungannya. Dengan kuat Gloria mendorong tubuh besar pria itu. Lalu ia pun berlari dan mengejar lift yang sebentar lagi menutup.
"Tunggu!"
Pintu lift yang tertutup, terbuka kembali. Gadis itu masuk dengan raut wajah memerah. Napasnya memburu. Ia ingin sekali menangis. Kini, ia sadar jika selama ini Vic hanya bernapsu dengannya. Ia seperti pelacur yang menyerahkan diri begitu saja.
"Glor!" panggil Diana yang melihat rivalnya itu tak seperti biasanya.
Luein iba melihat gadis itu yang sepertinya menahan sesuatu. Lalu, ia pun meraih dan memberikan pelukan oada Gloria. Tadinya gadis itu menolak, tetapi Luien malah mengeratkan pelukannya. Gloria akhirnya menangis.
"Ssshh ... tidak apa-apa ... kamu pasti baik-baik saja," ujar Luein menenangkannya.
"Jangan memelukku gadis miskin!" tolak Gloria.
Tapi begitu Luien melonggarkan pelukannya. Gloria malah mengeratkan pelukannya. Luien pun membalas pelukan gadis itu.
"Kau patah hati?" tanya Diana.
Gloria pun langsung melepas pelukan Luein. Menghapus wajahnya yang basah karena air mata. Hugo dan Brandon pun masuk lift. Menatap penampilan ratu drama di kampus mereka.
"Kau kenapa?" tanya Hugo heran.
"Diam kau!" sentak gadis itu masih sesengukan.
"Makanya kubilang juga apa!' sindir pria besar itu.
"Apa ... memangnya aku kenapa ... hah!" sentak Gloria lalu ia pun menangis.
Hugo hanya mendengkus kesal. Ia paling tak bisa melihat wanita menangis. Brandon pun menyerahkan satu plastik tisu. Gloria mengambilnya dan mengusap air matanya di sana.
"Hiks ... hiks ... hiks!"
Pintu lift terbuka. Ke lima orang itu pun keluar. Diana ternyata sudah ditunggu oleh Adrian di depan lobby. Gloria sedikit bingung.
"Dia mau kemana? ... hiks!"
"Mau berkencan," sahut Hugo asal. Luein sampai memukul lengan pria itu.
Hugo menyeringai. Ia memang ingin sekali memberi pelajaran pada Gloria agar tak berlaku semena-mena lagi.
"Sekarang katakan padaku," ujarnya sambil menatap mobil mewah itu pergi.
*Siapa yang bisa memecat siapa sekarang?" lanjutnya lagi.
Gloria pun tertunduk. Hati kecilnya menolak. Ia menggeleng.
"Mungkin bisa jadi dia hanya dimanfaatkan saja," celetuknya.
"Jangan dengarkan Hugo. Diana pergi ke rumah sakit dan Tuan Adrian mengantarnya karena ia juga ada pertemuan dengan pemilik rumah sakit itu," jelas Luien.
Tiba-tiba Gloria melihat beberapa pria mengamatinya ketika ia berjalan di halaman parkir. Gadis itu. sempat menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya Hugo lagi.
Brandon pun juga merasakan ada yang mencurigakan. Namun, pria-pria itu buru-buru pergi ketika keberadaan mereka diketahui.
"Sepertinya, ada yang mengintaimu, Glor!" peringat Brandon.
Luein mengedarkan pandangannya.
"Sudah, abaikan saja. Kita harus ke kampus!" ujarnya..
Brandon menuju mobilnya. Hugo menaiki mobil Luein dan duduk di depan. Sedang Gloria ikut Luien dan duduk di kursi penumpang.
bersambung.
next?