Menikah dengan lelaki yang dia cintai dan juga mencintainya adalah impian seorang Zea Shaqueena.
Namun impian tinggalah impian, lelaki yang dia impikan memutuskan untuk menikahi perempuan lain.
Pergi, menghilang, meninggalkan semua kenangan adalah jalan yang dia ambil
Waktu berlalu begitu cepat, ingatan dari masa lalu masih terus memenuhi pikirannya.
Akankah takdir membawanya pada kebahagiaan lain ataukah justru kembali dengan masa lalu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Destiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih mencintainya
Zea terduduk lemas di tepi tempat tidurnya. Jantungnya berdegup kencang, tangannya menggenggam erat ponsel yang belum lama ini dia gunakan.
Matanya menatap lekat nomor telpon yang baru saja menelponnya. Nomor yang sama dengan yang menelponnya pagi tadi.
Sangat jelas terdengar di telinganya saat orang yang menelponnya mengatakan masih sangat mencintainya. Namun Zea masih merasakan sakit saat dulu pria itu memutuskannya begitu saja. Apalagi saat pria itu menikahi perempuan lain, sungguh dirinya begitu sangat hancur sejak saat itu.
Matanya sudah berkaca-kaca. Disaat dirinya mulai menerima takdir, kenapa pria masa lalunya harus kembali datang ke dalam hidupnya.
drrttt
drttt
Melihat papanya menelpon, zea mengusap air matanya sebelum mengangkat panggilan.
"Halo,sayang "
"Halo pa."
"Suara kamu kenapa? kamu sakit?"
"Engga pa, aku baik-baik aja. Cuma sedikit gak enak badan, mungkin kecapean."
"Sudah minum obat?"
"Hemmm, udah."
"Syukurlah. Ingat ya ze, papa ngasih kamu izin bukan berarti kamu bisa seenaknya bekerja. Jangan terlalu banyak ngambil kerjaan, atur waktunya. Tubuh kamu juga perlu istirahat." Zea menggigit bibir bawahnya menahan diri supaya tidak menangis. Dia sangat tau papanya sangat menyayangi dirinya.
"Iya pa"
"Gimana? sudah dapat tempatnya?"
"Udah pa. Tadi pagi aku baru melihat tempatnya. Lokasinya sangat strategis dan bangunannya juga sedikit lebih besar dari butik aku sebelumnya."
"Sudah deal sama pemiliknya?"
"Belum pa. Mungkin besok aku putusin."
"Ya sudah."
"Disana udah malem kan, kenapa papa belum tidur?"
"Tadinya papa udah tidur hampir nyenyak, tapi ada yang bangunin papa nyuruh nelpon kamu, khawatir katanya." Terdengar papanya terkekeh pelan.
Tentunya zea sangat tau. Biarpun cerewet, suka marah-marah, namun mamanya itu sangat menyayanginya, walaupun gengsinya gede.
"Mama udah tidur?"
"udah"
"Kalo mama bangun, bilangin im sorry, i love you so much." Zea mengatakannya karena dia sangat tau, mamanya ada di sebelah papanya.
Zea yakin saat ini mamanya sedang membuang muka menutup raut wajah salah tingkahnya.
"Ya sudah, aku tutup dulu telponnya. See u pa."
"See u sayang"
Zea menghela nafas panjang setelah menutup panggilan telponnya.
Cek lek
Zea mengalihkan pandangannya ke arah pintu kamar yang terbuka. Terlihat Shanum berdiri di tepi pintu.
"Makan yu" Ajaknya lalu berbalik keluar tanpa menutup kembali pintu kamarnya setelah mendapat anggukan dari zea.
Zea segera beranjak keluar menuju meja makan. Malam ini Shanum yang memasak.
Zea mendudukkan tubuhnya di kursi berhadapan dengan shanum. Mulai mengisi piringnya dengan menu yang ada.
"Soal tempat tadi gimana?" Shanum bertanya di sela-sela makannya.
"Besok kita temui kak sean. Aku tertarik sama tempatnya, bangunannya luas sekaligus lokasinya strategis. Aku yakin akan berhasil.
"Udah yakin?"
Zea mengangguk "Yakin. Setelah itu aku akan mengurus perizinannya. Selebihnya tolong kamu urus, lusa aku harus kembali ke london."
"Oke. Serahkan semuanya padaku, jangan terlalu di pikirkan. Disini biar jadi urusanku. Lagian, kamu lagi hamil muda ze, gak baik terus bolak balik naik pesawat. Kamu pantau dari sana saja." Jelasnya.
"Baiklah" Sejenak zea melupakan yang sejak tadi menghantui pikirannya.
Setelah selesai makan malam, Zea menyuruh shanum menelpon kakaknya untuk meminta nomor telpon Sean. Zea ingin menghubungi pria itu, namun kartu nama yang diberikan waktu itu entah dia simpan dimana.
"Ze, nomornya udah aku kirim. Aku ke kamar duluan." Ucap shanum. Langsung beranjak setelah mendapat anggukan dari zea.
Zea pun masuk ke kamarnya sendiri, mengambil ponselnya yang yang tergeletak di tempat tidur.
Membuka pesan dari shanum dan segera menekan nomor sean.
"Halo? kak ini aku, zea." Ucap zea setelah panggilan telponnya diangkat.
"Iya ze, kenapa?"
"Besok sibuk gak?"
"Enggak terlalu. Kenapa memangnya?"
"Emmm ... Gini kak, besok bisa ketemu? Aku mau bicarain soal pembelian tempat itu."
"Boleh. Saat jam makan siang saja ya ze, nanti tempatnya aku kirim."
"Iya, makasih ya kak sebelumnya "
"Iya ze, jangan sungkan "
"Ya sudah, aku tutup telponnya ya."
"Iya"
Tut.
Panggilan berakhir. Zea melihat ada pesan masuk belum terbaca dari nomor baru. Zea mengerutkan keningnya kecil, di dorong rasa penasaran akhirnya zea membuka pesan tersebut.
Zea terdiam setelah membaca isi pesan dari nomor anonim itu. Tanpa berniat membalasnya, zea menyimpan ponselnya begitu saja di atas nakas.
.
.
.
Varro menatap layar ponselnya nanar. Melihat pesan yang sejak tadi dia kirim sudah di baca, namun tidak ada balasan apapun.
Varro beranjak dari tempat duduknya. Mengambil jaket lalu memakainya. Dia akan pergi mencari makan malam di luar, sekaligus mencari angin segar.
Dengan berjalan kaki varro menuju restoran jepang yang sebelumnya dia lihat. Entah kenapa varro sangat ingin memakan makanan jepang.
Varro memesan tiga menu sekaligus. Sungguh, varro sangat menikmatinya dengan lahap.
Setelah selesai, varro memilih langsung kembali ke apartemennya.
.
.
.
Siang ini, zea sudah bersiap untuk pergi menemui sean bersama shanum. Menggunakan taxi menuju alamat yang di kirimkan sean padanya.
20 menit perjalanan dari apartemennya. Mereka masuk ke dalam restoran mewah, berjalan mencari keberadaan sean.
"Zea." Zea mengalihkan pandangannya ke asal suara. Terlihat sean di meja paling ujung di sebelah kanannya. Mereka menghampiri sean.
"Maaf aku lama" Ucap zea merasa tak enak.
"It's oke, aku juga baru sampai. Duduk ze, shan."
Zea mengangguk, menarik kursi yang berhadapan dengan sean, begitupun shanum.
"Kita pesan makan dulu ya." Ucapnya. Lalu memanggil salah satu pelayan disana. Mereka memesan beberapa menu sesuai selera mereka sendiri.
Sambil menunggu pesanannya datang, mereka mulai membicarakan tentang pembelian tempat milik sean. Berakhir dengan kesepakatan jual beli antara keduanya.
"Nanti untuk berkas-berkasnya akan di urus oleh Gery asistenku."
"Berhubung aku tidak lama disini, jadi untuk kelanjutannya aku serahin sama shanum, dia yang akan mengurusnya."
"Ohh, oke nanti kamu langsung saja menghubungi gery."Ucap sean. Menatap shanum tersenyum.
Shanum hanya menganggukan kepalanya mengiyakan.
Obrolan mereka terhenti, pelayan datang membawa pesanan mereka.
Sean kembali beralih menatap zea "Apa kamu mau langsung mengurus perizinannya?"
"Iya kak, itu shanum juga yang urus nanti." Sahut zea.
Sean mengangguk, "Sekalian saja nanti minta bantuan gery untuk mengurus perizinan-nya."
"Apa bisa?" Shanum menatap sean penuh tanya.
Sean terkekeh pelan mendengar pertanyaan shanum "Tentu saja, kenapa tidak. Nanti aku akan bicara padanya."
"Ya sudah."
Mereka mulai menyantap makan siangnya dengan di selingi obrolan ringan.
"Oh iya ze. Tadi kamu bilang gak akan lama disini, memangnya kamu mau kemana?"
"Aku akan kembali ke london besok."
"Oh ya? Bisa kebetulan gitu ya" ucapan sean membuat zea mengerutkan keningnya kecil.
"Kebetulan besok pagi aku juga mau berangkat ke london. Kamu berangkat jam berapa?
"Belum tau, aku belum pesan tiket"
"Bareng aja ze sekalian biar ada temen." Ucap shanum menyela membuat zea menatap tajam padanya.
Sean terkekeh melihat kedua gadis di depannya. "Shanum benar. Kita bareng aja, gimana?" Sean menatap lekat kedua mata zea.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...