Baru sebulan terikat oleh tali kasih pertunangan dengan pria yang selalu Ayasha panggil Om Rafael, pupus seketika di saat tunangannya berbagi peluh dengan wanita lain. Hancur berkeping-keping hati Ayasha, kecewa dengan pria yang masih saudaranya, ternyata Om Rafael sudah menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya, Delia.
"Aku cinta dan benci dirimu, Om Rafael. I will FORGETTING YOU forever!" teriak Ayasha menahan gejolak emosinya.
"Begitu susahnya aku untuk meminta maaf padamu, Ayasha!" gumam Rafael menatap kepergian Ayasha.
Melupakan segalanya termasuk melupakan Om Rafael menjadi pilihan akhir Ayasha yang baru saja lulus SMU, disaat hatinya hancur gadis itu memilih pindah ke luar kota, dan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang S1.
5 tahun Ayasha melupakan mantan tunangannya. Mungkinkah Allah mempertemukan mereka kembali? Jika di pertemukan kembali apa yang di rasakan oleh Om Rafael? Masihkah ada rasa di hati Ayasha untuk Om Rafael atau sudah ada pengganti Om Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikatan sudah berakhir
Ayasha yang sudah membuka hati dan menyukai Rafael yang akan menjadi suaminya, rupanya harus menerima kepahitan ini. Ibarat kata di tinggal lagi sayang-sayangnya, sangat sakit dan perih hatinya. Tapi dengan memergoki pria itu, menjawab semua pertanyaan yang selalu menghinggapi dirinya. Karena selama ini Ayasha selalu tanda tanya dengan sikap Rafael yang begitu dingin dengannya, lebih sering mengacuhkan nya, akan tetapi pria itu masih menerima perjodohan dari kedua orang tua mereka, rupanya Ayasha tidak pernah ada di hati pria itu, sudah ada wanita lain.
“Jadi sekarang rencana lo kedepannya, gimana?”
“Sudah jelas pertunangan gue dengan om Rafael berakhir, dan gue harus melanjutkan perjalanan hidup gue,” jawab Ayasha lirih, berusaha menguatkan dirinya sendiri, tatapannya begitu sendu melihat ke arah pantai, dan menikmati deru nya ombak pantai.
“Ya itu harus, lo pasti bisa menghadapi semuanya. Laki-laki bukan om Rafael saja, masih banyak pria tampan di luar sana!” seru Amelia, memberikan semangat.
Ayasha beringsut dari duduknya, lalu membuka sepatu kets putihnya, kemudian menapaki pasir putih itu dengan kedua kakinya tanpa alas, lalu menuju ke pinggir pantai.
“SELAMAT TINGGAL OM RAFAEL!” teriak Ayasha, sekencang kencangnya , mengeluarkan beban emosinya.
“AKU CINTA DAN BENCI DIRIMU, OM RAFAEL!”
“I WILL FORGETTING YOU FOREVER!”
Amelia menyusul Ayasha yang sudah berada di pinggir pantai, hingga kedua kaki mereka disapu oleh ombak kecil dari tengah laut.
“AYASHA LUPAKAN OM RAFAEL, UNTUK SELAMA-LAMANYA!” seru Amelia ikutan berteriak kencang.
Ayasha menoleh ke samping, dan mengulas senyum hangatnya kepada Amelia. Lalu mereka pun berdua bermain air, berlarian kecil di pinggir pantai, mengobati hati yang terluka dengan tertawa bersama, hempaskan semua rasa sakit yang menyeruak di hati kecil gadis itu, dan biarkan lah semua tertinggal di sana, tak perlu di ingat kembali.
Tanpa terasa waktu mulai menjelang petang, Ayasha dan Amelia memutuskan untuk menyudahi bermain di pinggir pantai, lalu kembali ke rumah masing-masing.
...----------------...
Matahari mulai tenggelam, sinar bulan mulai menerangi gelapnya malam walau tidak seterang cahaya matahari. Ayasha dengan langkah kaki yang tergontai menuju rumahnya yang berada di salah satu komplek perumahan yang tidak terlalu mewah di sudut salah satu ibu kota Jakarta.
Ketika sedang berjalan dan menatap rumahnya dari kejauhan, gadis itu melihat ada mobil mewah yang terparkir di depan halaman rumahnya, mobil yang sangat di kenalnya.
“Assalamualaikum,” sapa Ayasha ketika masuk ke rumahnya sendiri.
Orang-orang yang berada di ruang tamu, seketika itu juga berdiri dan menyambut kepulangan Ayasha.
“Waalaikumsalam nak, akhirnya kamu pulang nak,” sahut Mama Nia lirih, langsung memeluk putri sulungnya.
Mama Rara dan Papa Stevan, orang tua Rafael ternyata yang datang ke rumahnya, mereka berdua terlihat cemas.
Ayasha tampak canggung dengan kedatangan kedua orang tua Rafael, untuk saat ini gadis itu ingin sekali menjauh dengan orang-orang yang berkaitan dengan Rafael, tapi sepertinya tidak akan bisa, gadis itu harus menghadapinya.
Mama Nia mengurai pelukannya, dan tertangkap di kedua netra mama Nia sudah terlihat sembab, seperti habis menangis, Ayasha jadi serba salah. “Duduk, Aya,” pinta Mama Nia.
Ayasha mematuhinya, gadis itu duduk di samping mamanya, berhadapan dengan kedua orang tua Rafael.
“Mama mengkhawatirkanmu, akhirnya memutuskan untuk datang memastikan keadaanmu,” ucap Mama Rara, mengutarakan maksud kedatangannya.
Gadis cantik itu berusaha tersenyum walau hanya sedikit mengangkat sudut bibirnya. “Aku baik-baik saja Mama Rara,” jawab Ayasha, menunjukkan jika dia kuat.
Mama Nia menggenggam tangan Ayasha seakan sedang menyalurkan semangat untuk putri sulungnya. “Mama sudah diceritakan semuanya, jangan berusaha kuat nak. Jika kamu sakit hati lebih baik ungkapkan saja,” pinta Mama Nia dengan tutur lembutnya.
Sebelum kepulangan Ayasha, kedua orang tua Rafael memutuskan datang ke rumah Ayasha, dan menceritakan perihal yang baru saja terjadi tadi siang kepada ibu dari Ayasha, dan ini benar-benar pukulan berat buat kedua orang tua Rafael, karena tidak bisa mengabulkan janji mereka ketika masih muda, akan menikahkan salah satu anggota keluarga mereka, agar ikatan keluarga semakin erat. Namun Allah berkehendak lain, cukup mereka menjadi sanak saudara saja, tanpa menikahkan anak mereka, keluarga Ayasha dan keluarga Rafael masih bersaudara, saudara jauh.
Kedua tangan gadis itu saling menautkan jemari lentiknya dan memutar cincin berlian yang baru dikenakannya selama satu bulan ini, kemudian dilepaskannya. lalu gadis itu meletakkan cincin berlian itu di atas meja.
“Aya tidak berusaha kuat Mah, tapi berusaha menerima apa yang terjadi, segala sesuatu tidak bisa kita atur. Jika memang tidak berjodoh, maka pasti akan berpisah dengan cara apa pun. Kalau dibilang sakit, iya ... Aya merasakan rasa sakit itu!” ucap Ayasha terdengar lirih. Sesaat Ayasha tertunduk, memejamkan kedua matanya sejenak agar tak jatuh kembali air matanya.
“Papa akan kasih pelajaran untuk Rafael,” sambung kata Papa Stevan.
Ayasha kembali mengangkat kepalanya. “Tidak perlu Pah, om Rafael sudah dewasa pasti apa yang dilakukan sudah tahu konsekuensi, Aya tidak mau memperpanjang masalah ini. Semuanya sudah berakhir, mohon maaf Aya tidak bisa menikah dengan om Rafael dan mengakhiri tunangan ini, mungkin alangkah baiknya om Rafael bertanggung jawab dengan wanita itu,” ucap Ayasha begitu tenang, walau jiwanya terganggu dengan bayangan mesum Rafael.
“Ini Mama Rara, Papa Stevan, Aya kembalikan cincin tunangan ini, sekarang Aya sudah tidak ada ikatan apapun dengan om Rafael,” tutur Ayasha, sambil mendorong cincin berliannya di atas meja agak lebih mendekat ke mama Rara.
Sesak hati Mama Rara, calon menantu idamannya mengakhiri ikatannya dengan putra sulungnya, kedua netranya kembali berkaca-kaca, tak sanggup. “Simpanlah cincin itu Nak, kamu bisa menjualnya atau membuangnya,” pinta Mama Rara.
Ayasha menggelengkan kepalanya. “Aya tidak berhak untuk membuang atau menjual cincinnya, Aya kembalikan ke om Rafael melalui Mama Rara dan papa Stevan.”
Mama Rara dan Mama Nia kembali berlinang air mata, sebagai seorang wanita ikut merasakan atas apa yang terjadi namun Aya memperlihatkan keteguhan hatinya di hadapan kedua wanita itu. Sedangkan Papa Stevan menahan rasa geramnya ke putranya, ingin rasanya menghajarnya, namun tertunda karena mereka harus menyelesaikan dengan keluarga Ayasha.
Ruang tamu yang hanya berukuran 4x6 meter terasa hening, mama Nia dan mama Rara masih tersedu-sedu, sedangkan Ayasha hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa berkata-kata lagi.
“Mam ... Aya, pamit ke kamar, ingin beristirahat,” ucap pamit Ayasha pelan.
Mama Nia hanya menganggukkan kepalanya, dan Ayasha pun bangkit dari duduknya namun sebelumnya berpamitan dengan mama Rara dan papa Stevan.
Mama Rara kembali memeluk Ayasha begitu pula Papa Stevan, “Maafkan anak Papa, Aya,” pinta Papa Stevan. Ayasha hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan tanpa menjawab, kemudian meninggalkan ruang tamu.
...----------------...
Apartemen
Setelah berbincang masalah hubungan antara Rafael dan Ayasha dengan Mama Nia, kedua orang tua Rafael melanjutkan perjalanan mereka menuju apartemen Rafael.
Dengan perasaan kecewa berat pria tua itu mengedor-ngedor pintu apartemen Rafael, bukan lagi memencet bel.
Klek!
Pintu apartemen terbuka, papa Stevan langsung menerobos lalu menghadiahkan bogeman di wajah putranya berulang kali, yang sudah berdiri di depan pintu.
“Anak gak tahu diri, bikin malu orang tua! Kamu sudah menyakiti hati seorang wanita!” teriak maki papa Stevan, masih melayangkan pukulannya, Rafael tak berkutik dan tak melawan.
Sedangkan Delia yang ada di sana hanya bisa berdiri dengan tubuh bergetar, ketika melihat kegarangan papa dari calon suaminya.
Mama Rara yang berada di sana, terlihat menajamkan kedua netranya ketika melihat keberadaan wanita yang tadi siang dia lihat, berbagi peluh dengan anaknya.
“Oh rupanya kamu sekretaris anak saya ya! Ternyata kamu sebagai wanita penggoda juga ya!” geram Mama Rara, wanita itu langsung menjambak rambut wanita itu.
“Aauh ... ampun Bu, saya bukan wanita penggoda,” sahut Delia menahan tangan Mama Rara yang geram dan menjambak rambut wanita itu.
“Dasar wanita murahan, sudah jelas kamu tahu anak saya sudah bertunangan, tapi kamu malah menyerahkan tubuh kamu ini ... huh!” geram Mama Rara, kedua netranya menyalak.
Rafael yang melihat Delia dijambak oleh Mamanya, langsung bangkit dari lantai, lalu mencoba memisahkan tangan Mama Rara dari rambut Delia.
“Stop Mam, jangan jambak Delia, dia tunanganku, calon istriku!” teriak Rafael.
Sekejap tubuh mama Rara mendadak kaku, raut wajahnya terlihat terkejut, jeratan rambut Delia yang ada di genggamannya terlepas begitu saja.
“A-apa k-kamu dia bilang tunangan, kapan kamu melamarnya, sampai k-kapanpun Mama tidak akan merestui, dan hubungan k-kalian t-tidak akan pernah bahagia !” ucap Mama Rara terbata-bata, tubuh wanita tua itu langsung terjatuh di lantai, untungnya Papa Stevan segera menangkapnya hingga kepala Mama Rara tidak sampai terbentur di lantai.
Papa Stevan menepuk wajah istrinya, sedangkan Rafael memanggil mamanya, kedua pria itu terlihat cemas.
“Jika sesuatu terjadi dengan istri papa, tak akan ada maaf dari kami untukmu. Ternyata kamu telah menyakiti hati mama! Papa tidak menyangka kamu memilih sekretaris mu untuk menjadi istrimu!” geram Papa Stevan, pria itu langsung mengangkat tubuh istrinya.
Rafael sebagai anak yang sangat sayang dengan mamanya, mengikuti papa Stevan, dan menghiraukan tatapan kecewanya.
Delia yang kini di tinggal sendiri di apartemen Rafael hanya bisa terduduk dan menghembuskan napas panjangnya, entah apa yang harus dilakukan nya sekarang, sembari memijit pelipisnya. Namun bukankah semua yang diinginkan nya sudah tercapai, dirinya sudah diketahui sebagai tunangan dan calon istri pilihan Rafael walau dengan cara yang tidak tepat.
...----------------...
Rumah Ayasha
Gadis cantik itu duduk di tepi ranjangnya, setelah membersihkan dirinya. Beberapa kali dia mendesah panjang, bayangan tadi siang masih saja hadir di pelupuk matanya, seperti enggan pergi dari ingatannya.
Gadis itu merutuki dirinya harus dia sensitif dengan sikap Rafael yang begitu dingin, acuh dan harusnya dia menolak pertunangan itu, namun tidak dia lakukan karena menghargai kedua orang tuanya, akan tetapi ternyata menyiksa batinnya.
“Nak ... boleh Mama masuk!” Suara Mama Nia terdengar jelas dari luar kamar.
“Masuk Mam, tidak dikunci.”
Mama Nia membuka pintu, lalu menatap sendu wajah anaknya, pilu. Wanita paruh baya itu turut duduk di tepi ranjang di samping Ayasha.
“Maafkan Mama, Aya.” Wanita paruh baya itu meraih tangan anaknya dan mengelus punggung tangannya.
“Andaikan papa tidak dinas ke luar kota, mungkin mama bisa kuat menerimanya kenyataan yang telah terjadi,” ucap Mama Nia tercekat.
Ayasha hanya terdiam dan mendengar kata-kata Mama Nia.
“Maafkan Mama, yang telah memaksa kamu menerima perjodohan ini. Ternyata membuat hatimu terluka.” Pecah sudah tangisan Mama Nia, penuh penyesalan.
Tidak bisa dipungkiri ingin sekali Ayasha turut menangis, namun rasanya sia-sia jika terus menangisi pria yang telah berkhianat di depan matanya, karena tidak akan mengubah keadaan apapun.
“Mam, terkadang kita harus terikat terlebih dahulu, setelahnya baru kita tahu siapa sosok yang akan menjadi pendamping sebenarnya.”
bersambung ... ✍🏻✍🏻
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, terima kasih sebelumnya
ayat yg lebih sesuai.