Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Aku menatap tak percaya pada dosen yang kini melangkah memasuki kelas. Dosen pengganti bu Rahel yang ternyata adalah suamiku sendiri.
Shock, tentu saja... Setelah tak percaya dengan pernikahanku yang dadakan, merubah statusku menjadi seorang istri, kini aku kembali di kejutkan dengan hal yang membuatku menggelengkan kepala.
Dosenku, suamiku??
Mendesah lirih, hati dan pikiranku tiba-tiba di rundung kecemasan. Takut jika status kami akan terbongkar, teman-temanku pasti akan mengolokku. Sebab hanya akulah satu-satunya mahasiswa di kampus ini yang sudah menikah.
Apa aku akan di keluarkan dari kampus ini jika mereka tahu statusku?
Nggak bisa, aku nggak mau pendidikanku yang baru ku lalui ini putus begitu saja.
Pokoknya ini harus di bicarakan dengan mas Sagara secepatnya. Dia nggak boleh membongkar pernikahan kami.
"Assalamu'alaikum warrahmatullahiwabarakatuh"
Lamunanku seketika buyar, dan hatiku mencelos saat mendengar suara salamnya.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh" Sahut Teman-temanku. Tapi tidak denganku, lidahku seakan kelu, tak mampu menjawab salam dari dosenku sendiri, hanya diam dengan pikiran yang masih porak poranda.
"Selamat pagi semuanya"
"Selamat pagi, pak"
"Sebelumnya, saya beritahukan bahwa saya adalah dosen baru pengganti bu Rahel yang akan meneruskan materinya yaitu mengenai sistem pemasaran, akuntansi dan analisa modal"
Saat aku mencuri pandang ke wajah Gabby, dia justru tengah tersenyum sambil menatap mas Sagara lekat-lekat. Tak hanya Gabby, bahkan Emma dan teman-teman perempuanku pun seakan terhipnotis oleh penampilan mas Sagara yang menurutku biasa saja.
Detik itu juga aku mencebik dalam hati.
"Dan sebelum memulai materi, saya perkenalkan diri saya sendiri" Tambah mas Sagara, sementara aku tak berani menatapnya. "Nama saya Sagara Agraria Hermawan, kalian bisa memanggil saya pak Saga atau Sagara"
"Tinggal dimana, pak?" Tanya salah satu mahasiswa.
"Saya tinggal di apartemen Puri Indah yang ada di dekat kampus ini"
"Kata bu Rahel, baru saja menikah ya pak?" Ish... Pertanyaan nggak penting yang keluar dari mahasiswa lainnya.
"Iya" Jawab mas Sagara yang tak ku tahu seperti apa ekspresinya.
"Baik, untuk perkenalan sudah cukup ya, saya absen dulu nama-nama yang hadir di kelas saya"
"Siap, pak"
"Abel Chandra!" Mas Sagara mulai memanggil nama kami satu persatu.
"Hadir, pak"
"Afkarina!"
"Hadir, pak!"_______
_______
"Jihan Giska Anggara!"
Ketika menyebut namaku, ku lihat mas Sagara seperti tercenung dan seperti salah tingkah, namun hanya sesaat.
"Ada, pak" Jawabku lesu.
Pria itu kembali dengan gestur santai setelah panggilannya ku respon. Sampai nama terakhir di sebutkan, mas Sagara lalu meminta kami untuk membuka buku materi perkuliahan.
"Okay, kita bisa memulai materi ya!"
"Iya, pak"
Di saat teman-temanku membuka buku mata kuliah, aku masih terpaku memikirkan banyak hal. Apa saja yang membuatku gelisah hingga aku tak mampu berkonsentrasi.
Rasanya aku benar-benar ingin menghilang dari ruangan ini.
"Yang mau melamun, silahkan keluar dari kelas"
Tiba-tiba ku dengar sindiran mas Sagara dengan nada frontal yang jelas di tujukan padaku. Ya karena sedari awal pelajaran, aku memang benar-benar melamun, pikiranku kosong sekosong sorot mataku. Meski tak tahu, tapi firasatku mengatakan kalau mas Sagara kerap mencuri pandang, itu sebabnya dia menyadari lamunanku.
"Saya tidak keberatan jika ada salah satu di antara kalian yang tidak mau mengikuti mata kuliah saya" Persekian detik para mahasiswa saling melirik satu sama lain.
Mereka pasti penasaran siapa yang mendapat teguran dari dosen baru itu.
Ketika pandangan mas Sagara jatuh ke arahku, para mahasiswa pun otomatis langsung mengikuti arah tatapan mas Sagara.
Aku diam dengan kepala tertunduk. Tak mampu membalas tatapan teman-temanku satu persatu.
"Jika kamu ingin keluar, Jihan.. Saya persilakan"
"Kamu melamun, Ji?" Emma yang duduk di belakangku sontak berbisik lirih.
"Silakan Jihan, kamu bisa lanjutkan aksi melamunmu di luar"
"Maaf, pak" Responsku akhirnya.
"Baru putus dengan cowok idola kampus, pak. Jadi melamun" Seloroh Nia, teman yang selalu cemburu padaku karena berpacaran dengan Bara.
"Eh Nia, bisa nggak mulutmu diam" Ucap Gabby seakan membelaku. "Bara sudah menikah, jadi jangan bahas dia di depan Jihan"
"Tahu Nia" Celetuk yang lainnya. "Bara sudah bahagia dengan istri dan calon anaknya"
Mendengar kata istri dan calon anak, entah kenapa hatiku tercubit, dan saat aku melirik mas Saga, dia seperti menikmati seolah-olah sedang mendengar baik-baik apa yang Nia dan Gabby perdebatkan.
"Tapi wajar kan kalau Jihan ngelamunin pria itu, dia kan cinta mati, atau jangan-jangan Jihan juga sudah bobo panas dengannya, dan beruntung dia nggak hamil"
"Cukup"
Mas Saga tiba-tiba bersuara seraya memukul mejanya dengan raut kesal, sementara aku membulatkan mataku ke arah Nia dengan tajam.
Bisa-bisanya Nia mengatakan hal itu di depan teman-teman sekelas.
"Jika kalian mau berdebat, saya yang akan keluar"
"Jangan dong pak, mereka yang ribut kenapa kami yang menanggung akibatnya. Mereka saja yang di suruh keluar"
"Iya pak, mana bisa kami belajar tanpa dampingan dosen"
Kemudian hening selama sekian detik.
"Jika masih ada yang ribut, melamun, atau mengobrol sendiri, akan saya akhiri saat itu juga"
"Siap pak, kami akan fokus"
Setelah beberapa detik berlalu, mas Sagara kembali melanjutkan materinya.
Aku sendiri berusaha konsentrasi dengan apa yang suamiku sampaikan.
Penjelasan yang simple dan mudah di mengerti menurutku. Dan ku akui dia benar-benar jago dalam hal memberikan materi. Teman-temanku yang lain pun sepertinya merasakan hal yang sama. Mereka langsung paham dengan penjelasan mas Sagara.
Hingga jam pelajaran berakhir, mas Sagara menutupnya dengan salam sebelum dia akhirnya keluar dari kelas.
Pria itu benar-benar profesional, hubunganku dengannya sama sekali tidak mempengaruhi pekerjaannya.
Apa dia akan diam dengan rahasia kami.. Aku harus memperingatkannya.
****
"Kamu benar Gab, dosen baru itu benar-benar tampan, sayangnya dia baru saja menikah" Ujar Emma.
"Iya Em.. Andai aku yang jadi istrinya, ah nggak akan ku biarkan pak Sagara pergi ke kampus. Secara kan di kampus banyak cewek-cewek cantik, apalagi banyak banget dosen yang memiliki scandal dengan mahasiswanya"
"Scandal apa maksudmu, Gab?" Tanyaku tak paham. Saat ini kami tengah istirahat sejenak sebelum pembelajaran berikutnya.
"Ish Jihan, masa nggak ngerti si, sekarang kan musim selingkuh, pelakor dan main scandal. Contohnya saja Bara, dia selingkuh, Rihana pelakornya, Bara dan Rihana main scandal di belakangmu"
"Pak Sagara kan tampan, banyak wanita yang terpesona dengannya, siapa tahu saja kelak dia akan menjadikan mahasiswanya sebagai selingkuhannya" Lanjut Gabby. "Namanya juga orang, kan juga pengin icip rasa lain, di tambah andai pak Sagara dan istrinya itu sama-sama sibuk"
Mendengar ucapan Gabby, kenapa aku jadi cemas? Meski aku dan mas Sagara nggak saling mencintai, tapi tetap saja aku nggak sudi jika kembali di selingkuhi.
"Ah aku kok berharap jadi selingkuhan pak Saga ya" Celetuk Gabby.
"Gabby!" Sentakku dan Emma kemudian, kami kompak memicingkan mata ke arahnya.
"Kenapa?"
"Jangan jadi pelakor deh" Kata Emma.
Aku menggelengkan kepala sambil menyesap ice tea.
"Habisnya pak Sagara ganteng si, bikin orang jadi khilaf"
"Stop ngomongin dia, sekarang Jihan harus jelaskan apa yang tadi di lamunin"
Sepasang mata dua sahabatku menatapku curiga.
"Ngelamunin apa?" Gabby mengangkat dagu serta alisnya.
"Nggak ada"
"Kalau nggak ada kenapa pak Saga bisa memergokimu"
"Ah sudahlah, aku mau ke kelas" Setelah menyesap minumanku hingga habis, aku beranjak pergi tanpa peduli dengan panggilan Emma serta Gabby.
Bersambung