Orang tua yang bercerai, keluarga yang berantakan, cinta yang menyakitkan di masa lalu sampai meninggalkan trauma yang mendalam, membuatnya tumbuh menjadi gadis yang nakal, suka membangkang, sering mabuk-mabukan, dan mengikuti balap liar. Sering kali dia ingin menyerah atas hidupnya, tetapi dia tidak senekat itu untuk mengakhiri nyawanya sendiri.
Marsya hanya sering menyakiti dirinya sendiri seperti menyayat lengannya, hanya untuk menyamarkan rasa sakit di hatinya.
Setelah lelah hidup di lingkungan yang menurutnya berantakan, ia memutuskan untuk pulang ke kota kelahirannya, menempati rumah mendiang neneknya,
akankah setelah merantau kehidupan Marsya akan membaik dan bisa melupakan traumanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rainy_day, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa T
Malamnya...
"Pa, Marsya besok mau ke desa T ya" ucap Marsya membuka obrolan dengan papa Erwin.
"mau ngapain kak?" tanya Papa Erwin sambil menyeruput kopi hitam, kebetulan dia baru saja pulang kerja dan sekarang sedang istirahat.
"Sebenernya sih mau ke Bandung, tapi ke Bandung nya mau barengan sama Mama, sama Riza juga, jadi besok mampir dulu ke desa T"
"ohh, sama siapa ke desa T nya?
"sama Aldo, dianterin pake motor" jawab Marsya sambil mendudukkan dirinya di samping Papa Erwin.
"oh yaudah, jam berapa berangkatnya?"
"gatau, sebangunnya aja" jawab Marsya sambil memainkan ponselnya.
"yaudah cepet tidur jangan bergadang, trus kalo abis shalat subuh juga jangan tidur lagi, biar bisa berangkat pagi" ucap Papa Erwin.
"iyaaa"
Marsya pun memutuskan kembali ke kamarnya dan mulai mempersiapkan apa saja yang akan di bawanya untuk pergi.
"untung aja gua kebagian jatah hasil dari balap kmaren, jadi gua punya bekel buat pergi deh" monolog Marsya sambil menghitung uangnya lalu memindahkan uang tersebut ke dalam dompetnya.
"wih dapet duit dari mana lu? Jual barang haram ya?" ucap Om Awan adik dari Papa Erwin.
Memang Marsya tidak menutup pintu kamarnya dengan rapat, dia menyisakan cela sedikit, jadi siapapun bisa melihat ke dalam kamar yang hanya sepetak itu.
"cih sirik aja lu om, kalo gua dapet dari jualan barang haram emang kenapa? Lu juga kalo dikasih duitnya mah pasti mau" Marsya berdecih mendengar ucapan om nya itu, lalu memasukkan dompetnya kedalam tas yang akan di bawanya besok, lalu memasukkannya ke dalam lemari pakaian dan dia menguncinya.
Marsya khawatir uangnya akan hilang, karena dari 8 orang adik papanya tidak ada yang bisa dia percaya, kecuali nenek dan kakeknya.
Satu tahun lalu pun Marsya pernah di lecehkan secara verbal oleh saudara papanya yang bernama Om Andre. Berawal dari Om Andre yang sering curhat tentang rumah tangganya, saat itu Marsya merasa tidak enak jika tidak mendengarkan Om nya curhat, jadi Marsya terpaksa saja mendengarkannya tapi lama-lama Om nya itu malah curhat tentang betapa tidak puasnya dia terhadap istrinya.
"Om tuh bingung neng, istri om ga pernah bikin om puas, jadi om nyari kepuasan diluar, om pacaran sama anaknya temen om yang seumuran sama neng" ucapnya.
Saat itu Om Andre meminta Marsya untuk menemaninya membeli martabak, sebenarnya Marsya ingin menolak, tetapi Om Andre beralasan jika martabak itu untuk nenek dan kakek, dan setelah membeli martabak dia akan langsung pulang, jadi Marsya terpaksa menurutinya.
"ohh gitu ya" jawab Marsya setengah hati karena bingung harus menjawab seperti apa.
"iyaa neng, trus tiap dia mau beli apa-apa pasti om kasih, tas, sepatu, make up dll, meskipun gak mak*ng l*ve pasti om kasih apa yang dia mau"
Marsya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena semakin bingung untuk menanggapinya, dan semakin merasa tidak nyaman atas obrolan itu.
"neng mau ngga kaya anaknya temen om? Gausah sampe mak*ng l*ve, cuma ngoc**kin kem*al*n om sampe keluar aja cairannya, nanti apapun yang neng mau pasti om kasih"
Marsya terperangah tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, bisa-bisanya adik papanya itu mempunyai pemikiran seperti itu.
"Lu sinting ya om? Orang gila mana yang berani-beraninya ngajakin berbuat hal yang tercela sama keponakannya sendiri? Kita ini keluarga om, meskipun bukan keluarga juga gua ogah" tekan Marsya, inginnya dia meledak-ledak tetapi dia ingat saat itu dirinya masih di tukang martabak.
Detik itu juga Marsya berlari meninggalkan om Andre untuk pulang kerumah, dengan perasaan was-was takut om nya itu berbuat nekat. Sampai dirumah neneknya Marsya langsung mengunci diri di dalam kamarnya, tak dia hiraukan lagi orang-orang rumah. Untungnya sejak saat itu sampai kelulusannya tiba om nya itu tidak pernah menampakkan batang hidungnya lagi.
*****
Allahuakbar...Allahuakbar
Marsya terjaga dari tidurnya saat mendengar suara adzan subuh dari masjid, dilihatnya papa, nenek, dan kakeknya juga ternyata sudah bangun. Papa dan kakeknya shalat subuh di masjid, sedangkan Marsya dan neneknya shalat subuh di kamarnya masing-masing.
Setelah shalat subuh Marsya membantu neneknya untuk menyapu, mengepel, dan mencuci piring, setelahnya Marsya memilih bersiap untuk pergi.
Ddrrttt ddrrtttt
Marsya memeriksa ponselnya yang ternyata ada pesan dari temannya, Aldo.
Aldo :
berangkat jam berapa nih.?
Marsya :
bebas, gua udah beres kok ini.
Aldo :
udah nyarap belom lu?
Marsya :
belom, baru beres banget
Aldo :
yaudah nyarap dulu kita sebelum berangkat, gua bawain sarapan dari rumah, emak gua masak ayam kecap kesukaan lu.
Marsya :
anjayyy terbaik memang.
Tak berselang lama Aldo sampai, dan mereka pun memulai sarapannya.
"sstttt ngerokok ngga?" tanya Aldo berbisik ke telinga Marsya, ia tahu bahwa Marsya tidak merokok jika ada papanya, kalau papanya tau bahwa Marsya merokok bisa habis di maki-maki dia, padahal papa Erwin pun merokok karena di ajari oleh Mama Wulan.
"ssttt nanti aja di rumah mama Wulan" jawab Marsya berbisik juga."
"okk, gass sekarang yok" ajak Aldo memakai helmnya.
"bentar gua pamit dulu" Marsya pun masuk kedalam rumah neneknya untuk pamit kepada papa, nenek, dan kakeknya.
"pa, nek, kek, Marsya pergi dulu yaa"
"iya neng, hati-hati di jalan yaa, harus bisa jaga diri, harus bisa jaga nama baik keluarga" jawab Kakek Arya sambil memeluk dan mencium puncak kepala Marsya.
"hati-hati ya neng" ucap nenek Cahya memeluk Marsya.
"hati-hati ya neng, kabarin kalo udah sampe desa T" ucap papa Erwin.
"iyaa pa, assalamualaikum, Marsya berangkat" Marsya berlalu, memakai helm yang di berikan oleh Aldo.
"Walaikumsallam" jawab mereka hampir bersamaan.
*****
Waktu berlalu, selama kurang lebih 2 jam perjalanan akhirnya Marsya sampai juga di rumahnya di desa T.
"anjayyy enakeun juga rumah lu Sya" gumam Aldo terkagum dengan bentuk rumah Marsya.
*rumah Marsya di desa T
*pemandangan depan rumah Marsya
"enak sih enak, tapi pelosok, jauh dari mana-mana, lu kalo kelaperan tengah malem keburu sekarat" jawab Marsya berlalu, masuk kedalam rumah.
"Assalamualaikum" ucap Marsya dan Aldo hampir berbarengan.
"Walaikumsallam, sini kak, Do, masuk" ternyata Oriza dan Mama Wulan sedang di dapur.
"lagi ngapain ma di dapur?" tanya Marsya pada mama Wulan sambil menyalaminya, diikuti oleh Aldo.
"lagi ngobrol aja sama si Riza, hayu ke depan ngobrol di depan aja, kalo mau bikin kopi dulu ada tuh kopinya di rak piring" ujar Mama Wulan.
"lu ke depan duluan gih dah sama mama, sama Riza, gua bikin kopi dulu"
"okee"
*****
"ma ini kita jadinya ke Bandung sekarang apa besok? Mumpung masih jam 10" ucap Marsya sambil menghembuskan asap rokoknya. Mama Wulan memang mengetahui bahwa dirinya perokok, beda dengan papa Erwin.
"besok aja, besok berangkat subuh, sekarang udah siang, panas banget di jalannya"
"ohh okee, yaudah nyantai dulu aja sekarang ya" Marsya menyeruput kopinya "lu balik sekarang apa gimana do?" lanjut Marsya lagi menanyai Aldo.
"lah nyantai apa Sya, lu ngusir gua? Tega banget lu sumpah" Aldo memanyunkan bibirnya.
"hehehe ya kaga, nanya doang, selow napa sii, lu mau ngikut ke Bandung juga gapapa" ucap Marsya cengengesan.
hari itu di lanjutkan dengan saling mengobrol dan bercanda, hitung-hitung temu kangen karena Marsya jarang bertemu dengan Mama Wulan dann Oriza.
jika berkenan mampir juga dikarya baruku trimakasih😊