Izinkan Aku Untuk Bercerai

****

Kabar meninggalnya kakek Karina sudah menyebar. Beberapa teman Karina juga datang ke acara penghormatan terakhir. Clara dan Natty sudah menemani Karina di hadapan peti mati sang kakek.

Sementara itu, Victor mau tidak mau harus bersikap layaknya sepupu Karina, bukan sebagai suaminya. Pria itu tidak bisa terlalu berdekatan dengan Karina, terkecuali saat tamu-tamu sudah pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Jadi, teman-teman Karina belum mengetahui soal dirimu?" tanya sang ibu di sampingnya.

"Aku masih memberikannya waktu, Ibu. Sesuai perjanjianku bersama mendiang kakek Karina," jawab Victor dengan sekilas menoleh ke arah ibunya.

Untungnya, kedua orang tua Victor tidak begitu mempermasalahkan keinginan putra mereka satu-satunya. Mereka juga tidak pernah memaksa Victor untuk menerima perjodohan, tetapi Victor bersedia dengan lapang dada seakan pria itu memang sudah menantikannya sejak lama kesempatan tersebut.

Sebelum pernikahan mereka dimulai, Victor sudah membuat perjanjian kepada sang kakek juga kedua orang tuanya jika Victor masih akan memberikan waktu agar Karina masih bisa pergi bersama teman-temannya. Sampai usia perempuan itu menginjak 25 tahun.

Namun, saat Victor membuat kesepakatan untuk tidur dengan ranjang yang terpisah, Victor melakukannya di hadapan Karina secara langsung. Jadi, tidak ada yang tahu soal mereka yang tertidur secara terpisah sampai detik ini.

"Apakah dia juga teman istrimu?"

Pertanyaan Amy membuat Victor sontak menoleh ke arah yang wanita itu tunjuk dengan dagunya. Perasaan Victor yang tadinya tenang mendadak tidak tenang saat Edward tiba-tiba saja memasuki ruangan penghormatan terakhir.

Pria itu berjalan santai, seakan kehadirannya tidak menjadi masalah di tempat tersebut. Victor masih terdiam saat tubuh Edward perlahan mendekat pada Karina. Beberapa teman Karina yang berada di sampingnya, sontak menggeser tubuh mereka masing-masing untuk membiarkan Edward menemani Karina di sampingnya.

"Sepertinya sangat dekat melebihi seorang teman. Benar, kan?"

"Tidak, Bu. Aku sudah sangat hapal dengan teman-teman Karina. Dia salah satu teman pria Karina yang cukup dekat memang dengannya."

"Oh, begitu. Sepertinya, Ibu juga pernah melihatnya. Tapi, di mana, ya?"

"Dia pernah datang saat kedua orang tua Karina meninggal, Bu."

"Ah, benar. Iya, dia orang yang sama, Victor."

****

Edward belum juga pergi saat tamu-tamu sudah tidak ada di sana. Clara dan Natty juga sudah tidak terlihat, tetapi pria itu bersikap seakan dia tidak akan meninggalkan Karina.

Victor hanya bisa menatap Karina dan Edward di belakang punggung mereka. Salah satu tangan Edward mengelus punggung Karina, sementara kepala Karina bersender di bahu pria itu. Beberapa kali, Victor melihat Edward mengecup kening Karina yang menyebabkan pria itu tidak tahan lagi, kemudian memutuskan untuk segera pergi.

Di luar gedung, Victor menyandarkan tubuhnya pada tembok, kemudian pria itu mulai meraih sebungkus rokok di dalam saku celananya. Merokok setelah melihat sesuatu yang membuat matanya sakit, cukup mengobati perasaan pria itu.

Selang beberapa detik, ia teringat pada Daniel. Teman dekatnya tersebut sepertinya bisa mendengarkan keluh kesahnya sekarang. Lantas, Victor segera meraih ponselnya kemudian mencoba untuk menghubungi Daniel secepatnya dalam detik itu juga. Untungnya, pria itu segera mengangkat teleponnya.

"Oh, Victor. Apakah kau menghubungiku untuk mengocehiku karena belum menyempatkan diri untuk datang ke melayat mertuamu? Aku sungguh minta maaf, Bung. Aku sedang berada di luar kota sekarang."

Victor menghela napas dalamnya. Jujur saja, ia cukup kesal saat Daniel berkata seakan ia akan marah-marah ketika menghubunginya.

"Aku menghubungimu bukan untuk mengocehimu, sialan!"

"Oh, lantas apa? Aku kira kau akan memarahiku karena belum bisa datang untuk melayat."

"Si brengsek itu datang lagi. Dia bahkan telah berhasil menyingkirkan posisiku di samping Karina. Sialan! Kedua tanganku sangat gatal untuk menghajarnya habis-habisan."

"Si brengsek? Maksudmu, kekasih Karina? Dia datang ke sana?"

"Ya, dia datang. Seolah dia adalah suaminya dan aku hanyalah orang asing baginya."

Victor menengadahkan wajahnya ke atas. Menatap langi di atas sana yang sangat terang. Kedua orang tuanya sedang beristirahat dan dia akan berjaga untuk menggantikan keduanya. Sialnya, Victor justru harus melihat sesuatu yang menyebalkan dalam hidupnya.

"Aku tidak pernah suka jika milikku, disentuh oleh orang lain. Aku bahkan belum pernah melakukannya."

"Itu lah mengapa aku pernah menyarankanmu untuk tidak merahasiakan tentang pernikahanmu, Victor. Agar posisimu tidak direbut oleh orang lain seenaknya."

Victor kembali mengisap rokoknya. Bukan tidak ingin, Victor juga sangat menginginkannya, tetapi dia memikirkan Karina. Ia takut, teman-temannya justru akan menjauh perihal dia sudah menikah. Karena menurut orang-orang, seseorang yang sudah menikah seharusnya sudah meninggalkan masa-masa kesendiriannya.

Victor takut, Karina akan merasa terbebani jika ia mengungkap siapa dirinya pada orang-orang terdekat Karina. Victor hanya ingin memberikan yang terbaik pada perempuan itu, sampai waktu yang ia targetkan.

"Pikiranku belum sampai ke sana, Daniel. Aku rasa ... resikonya akan sangat besar."

"Kenapa kau masih memikirkan resiko? Dia adalah istrimu. Apa yang kau takutkan?"

"Entahlah, aku merasa resikonya terlalu besar jika aku mengungkapan kepada orang-orang terdekat Karina juga orang-orang terdekatku, jika Karina adalah istriku."

Tanpa Victor sadari, di balik tembok yang ia sandari saat itu ada Karina di baliknya. Perempuan itu terdiam dengan kedua tangan mengepal di sisi tubuhnya. Niatnya, ia ingin mencari Victor setelah Edward pergi. Sialnya, ia justru harus mendengarkan pembicaraan Victor yang menyakitkan untuknya.

"Apakah kehadiranku sangat beresiko untuknya? Sehingga dia tetap teguh pada pendiriannya? Apa salahnya memberitahukan pada semua orang? Jika aku yang melakukannya, aku takut dia akan merasa terganggu."

****