Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 : TEKANAN VELYN
Velyn tersentak mendengar suara Richard dengan nada menuntut dan tinggi. Wanita itu terdiam tanpa suara. Hanya manik matanya saja yang mengikuti gerakan Richard. Ini pertama kalinya Richard bersuara lantang padanya.
Lelaki itu menutup pintu, setengah berlari duduk di kursi kemudi. Perlahan, mobil mulai berjalan dengan kecepatan sedang. Raut wajahnya tampak serius.
Keduanya terdiam beberapa saat, hanya deru mesin mobil mendominasi. Tampaknya, Velyn masih cukup syok. Ia yang biasanya cerewet dan suka melayangkan protes hanya bergeming sedari tadi.
“Mulai saat ini, aku akan menjadi sopir pribadimu!” tegas Richard menoleh sekilas pada wanita di sampingnya.
“Enggak perlu!” tolak Velyn ketus.
“Jangan membantah, aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk sama kamu saat berkendara. Apalagi pikiranmu sedang kacau!” sanggah Richard terdengar perhatian.
Velyn kembali terdiam, bersandar sembari membenarkan ucapan Richard. Ia tidak akan fokus berkendara setelah kejadian yang menimpanya tadi. Lagi pula, ia tidak ingin semakin pusing hanya untuk berdebat dengan suaminya.
Mobil berhenti di depan loby perusahaan. Richard bergegas turun membukakan pintu untuk istrinya. Namun, terlambat. Velyn sudah melenggang dengan langkah panjang memasuki perusahaan tersebut. Meninggalkan Richard tanpa sepatah kata apa pun.
Richard menghela napas panjang, menatap nanar punggung wanita itu yang kian menjauh hingga menghilang di balik lift.
“Pagi, Pak!” sapa Richard pada satpam yang berjaga.
Pria berseragam keamanan itu mengangguk, melempar senyum sambil melambaikan tangan.
Padahal di masa lalunya, jangankan menyapa, melirik asistennya saja enggan. Apalagi hanya seorang satpam. Pria itu melenggang santai dengan bersiul, kembali masuk mobil. Menyingkirkan mobil dari loby, menuju tempat parkir khusus petinggi perusahaan.
Richard menyamankan duduknya, segera membuka tab yang sedari tadi ada di kantong balik jas. Di sana, ia bebas melakukan interaksi bersama bawahannya, melalui sambungan virtual.
“Delon, apa Perusahaan Narendra juga terikat kontrak dengan kita?” tanya Richard.
“Ada, Tuan. Mau dicabut juga? Beberapa investor lain menarik sahamnya,” tutur Delon duduk tegap di depan laptopnya.
“Mmmm ... kirimkan saja kontrak itu ke emailku, sekarang. Oh ya, semua dokumen sudah selesai aku periksa. Ada dua yang tidak aku ACC, suruh ubah secepatnya. Lalu kirim ulang,” cecar Richard serius.
Delon tersenyum lega di negara seberang. Ia senang karena tuannya sudah kembali. Bertanggung jawab penuh untuk memimpin perusahaan. “Baik, Tuan. Akan segera saya laksanakan!” tutur Delon.
...\=\=\=\=\=oooo\=\=\=\=\=...
Jika Richard tengah virtual meeting dengan asistennya dalam suasana santai, berbanding terbalik dengan kondisi di dalam ruang meeting Perusahaan Narendra.
Suasana tegang melingkupi ruangan tersebut. Velyn bersama beberapa manajemen telah mengadakan rapat dadakan untuk mencari solusi terbaik dari permasalahan pelik perusahaan.
“Nona, saya sudah memangkas puluhan karyawan untuk dirumahkan. Mereka juga menuntut pesangon dan gaji terakhir mereka, Nona,” ucap salah satu manajer HRD.
“Hutang kita di bank sudah membengkak, Nona. Ini saja belum semua karyawan yang mendapat gaji,” tambah manajer keuangan.
“Lalu apa yang harus kami lakukan? Sementara semua proyek harus berhenti karena kita membutuhkan modal yang sangat besar."
Satu per satu laporan ia dengarkan. Dadanya terasa terimpit beban yang sangat berat. Sesak, hingga menguras oksigen di sekitarnya. Namun, Velyn berusaha kuat. Menampilkan wajah tenang meski dadanya bergemuruh hebat.
“Baiklah, aku akan berusaha meminta bantuan pada perusahaan-perusahaan besar lainnya. Stevy, siapkan proposalnya. Semalam sudah saya cek,” ucapnya setelah mendengar keluhan-keluhan dari para bawahannya. Ia bersikap tenang, meskipun otaknya seolah sedang berperang. “Yang lain, tolong segera menyusun rencana kerja satu bulan ke depan.”
...\=\=\=\=ooo\=\=\=\=...
Hari demi hari terus berganti. Velyn bekerja keras mendatangi setiap perusahaan untuk menawarkan kerja sama, akan tetapi dia harus menelan kekecewaan. Karena semua perusahaan yang ia datangi, selalu menolak tawarannya.
Ada pula yang tidak menerima kedatangannya. Mengingat, kabar krisis Perusahaan Narendra sudah tersebar luas. Tidak ada satu pun perusahaan yang mau mengambil resiko besar.
Richard masih setia mengantarkan kemana pun istrinya melangkah. Ia melihat sendiri bagaimana kerja keras Velyn seorang diri.
Senja mulai membias di langit, Velyn duduk dengan kasar di kursi penumpang belakang. Menutup wajah dengan kedua tangan.
“Ditolak lagi?” tanya Richard untuk ke sekian kalinya.
“Pulang, Cad,” pinta Velyn lirih.
“Kamu terlihat pucat sekali. Mau makan dulu?” tawar Richard menatapnya dari spion yang menggantung di depan.
Velyn menggeleng, menyandarkan punggungnya, “Mau pulang,” gumamnya lirih.
“Oke.”
Mobil berjalan dengan perlahan, Richard terus mengawasi istrinya yang kini memejamkan mata. Wajahnya pucat pasi.
Sesampainya di rumah, Velyn langsung turun. Langkahnya gontai memasuki rumah. Tubuhnya terlihat lemah.
“Masih belum ada perkembangan juga? Dasar tidak becus!” sentak Rendra melihat kedatangan putrinya.
“Masih usaha, Pa,” balasnya lemah meneruskan langkah ke kamar.
“Sejak berdirinya perusahaan, baru kali ini mengalami krisis selama ini! Kau memang tidak pernah bisa diandalkan, Velyn!” berang pria paruh baya itu.
Richard yang mendengar teriakan mertuanya segera bergegas masuk. Ia menopang tubuh Velyn yang sedang meniti anak tangga.
Velyn mengabaikannya, ia semakin frustrasi. Terus berjalan menuju kamar dengan bantuan Richard. Rendra masih terdengar marah-marah di bawah sana.
Sesampainya di kamar, wanita itu menangis sejadi-jadinya. Tekanan demi tekanan yang ia dapatkan, membuat Velyn stress berat. Tekanan dari sang ayah, kerja sama dengan para kolega yang semuanya mendapat penolakan. Wanita itu terjatuh ke lantai, tidak sadarkan diri.
“Velyn!” teriak Richard menangkap tubuh Velyn.
Bersambung~
semoga sehat selalu 🤗🤗🤗
ck.. ck.. ck..
Malunya gak akan abis tujuh turunan..
Sulit buat Velyn.. makin cinta dech.. /Heart//Heart/
aq kasih bunga sama Vote
Mana panas pula lihat Stevy dah masuk mobil Delon