Blurb :
Ling, seorang Raja Legendaris yang bisa membuat semua orang bergetar saat mendengar namanya. Tak hanya orang biasa, bahkan orang besar pun menghormatinya. Dia adalah pemimpin di Organisasi Tempur, organisasi terkuat di Kota Bayangan. Dengan kehebatannya, dia dapat melakukan apa saja. Seni beladiri? Oke! Ilmu penyembuhan? Oke! Ilmu bisnis? Oke!
Namun, eksperimen yang dia lakukan menyebabkan dirinya mati. Saat bangun, ternyata ia bereinkarnasi menjadi pria bodoh dan tidak berguna yang selalu dihina. Bahkan menjadi tertawaan adalah hal yang biasa.
Popularitas yang selama ini ia junjung tinggi, hancur begitu saja. Mampukah ia membangun kembali nama besarnya? Atau mungkin ia akan mendapat nama yang lebih besar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daratullaila 13, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpustakaan Mini di Sudut Kamar
Pagi ini, Ling baru saja kembali dari sesi joggingnya. Ia segera melangkah masuk ke dalam rumah, langsung menuju kamar untuk mandi. Namun, saat tiba di depan pintu kamar, ia mendapati paman Qian sedang mengetuk-ngetuk pintu dengan penuh semangat, berusaha membangunkannya.
“Paman Qian,” sapa Ling sambil menepuk bahu paman Qian dengan lembut.
Paman Qian melompat kaget, terkejut melihat kehadiran Ling yang tiba-tiba. Ling tampak sedikit berkeringat, dengan handuk kecil yang diletakkan di bahunya, senyumnya yang tipis menambah pesona wajah tampannya. Ia terlihat begitu segar di pagi hari ini.
“K-kau sudah bangun?” tanya paman Qian, masih terkejut. Ini adalah sesuatu yang tidak biasa. Ling biasanya tidak bangun pagi-pagi sekali, apalagi tanpa dibangunkan.
“Ya. Aku akan mandi dulu. Aku sedikit berkeringat setelah jogging,” jawab Ling sambil melangkah masuk ke dalam kamar. Namun, sebelum ia dapat melanjutkan, paman Qian menghentikannya. “Tuan Tua Chen menunggumu di bawah,” ucap paman Qian dengan nada yang penuh perhatian.
“Baiklah,” sahut Ling dengan nada malas, sebelum akhirnya melangkah ke dalam kamarnya.
Jogging? Sejak kapan Tuan Muda melakukan itu? pikir paman Qian dalam hati, sebelum pergi setelah berhasil menenangkan ekspresinya.
*
Di dalam kamar, Ling langsung menyiapkan rendaman air dari rumput gruv. Ia tidak lupa memasukkan liontin giok kuno miliknya ke dalam air. Kini, racun di tubuhnya sudah sepenuhnya hilang, dan ia merasa perlu berendam untuk meningkatkan kembali kekuatannya. Saat ini, kultivasinya telah mencapai tingkat keenam. Liontin giok kuno yang ia temukan entah di mana itu sangat membantu proses kultivasinya.
Setelah selesai berendam, Ling meluangkan sedikit waktu untuk berlatih. Ia mencoba mengingat kembali beberapa hal samar dari ingatannya, tetapi tetap saja, usahanya hanya membuahkan sakit kepala. Merasa frustrasi, ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke bawah dan menemui kakeknya.
Ketika membuka pintu, ia mendapati paman Qian sudah menunggu di luar dengan penuh harap.
“Tuan Muda, Tuan Tua menyuruhmu untuk hadir di arena pelatihan,” kata paman Qian dengan nada khawatir. Dia masih sangat mengingat bagaimana Ling sebelumnya diintimidasi oleh guru dan teman-temannya karena dianggap kurang berbakat.
Ingatan tiba-tiba muncul dalam benak Ling, membuatnya meraih kepalanya yang sedikit pusing. Kenangan akan saat-saat ketika dia diintimidasi oleh orang-orang di sekitarnya mulai mengalir dengan jelas. Setelah beberapa saat, rasa sakit di kepalanya perlahan mulai mereda.
"Paman, tenang saja," ucapnya dengan nada santai sambil melangkah turun ke bawah.
*
Di ruang bawah, Ling melihat sosok pria tua berusia sekitar 80 tahun. Meskipun usianya sudah senja, tubuhnya masih terlihat tegap dan energik.
Chen Qi baru saja kembali dari perjalanan bisnis ke luar negeri. Awalnya, ia merasa sangat marah kepada Ling karena tindakan yang dilakukannya. Namun, saat melihat perubahan pada wajah Ling, dia tampak sedikit terkejut.
"Jangan berpikir aku akan melupakan semua perbuatanmu hanya karena kamu mewarnai rambutmu. Aku tetap akan menyita kartu dan saku dimensi milikmu," ucap Chen Qi tegas.
"Ya, aku tahu," jawab Ling dengan santai. Hanya beberapa tetua keluarga dan para penjaga Chen yang mengetahui bahwa ia memiliki banyak kartu. Ling sudah meminta mereka untuk merahasiakannya, termasuk kepada kakeknya.
"Kau adalah satu-satunya penerus keluarga Chen. Kau harus lebih berhati-hati dalam setiap tindakanmu. Jangan biarkan orang lain menjebakmu dengan mudah," tambah Chen Qi dengan nada sedikit emosional. Mengenang kejadian tersebut membuatnya tak bisa menahan amarahnya.
Namun, Ling merasa bingung dengan pernyataan kakeknya. Apa yang dimaksud dengan menjebak? Apakah Chen Qi tidak berpikir bahwa dia hanya terjebak dalam situasi tersebut?
Chen Qi menghela napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Baiklah, segera berkemas. Kau akan pergi ke arena pelatihan besok. Lu Yan itu! Dia akan segera mengambil alih Lu Company. Dia bahkan meminta bibimu untuk membantunya dalam merebut wilayah kita. Jika kau masih tidak memahami cara mengelola bisnis, jangan harap kau akan mendapatkan kartumu kembali dalam waktu dekat."
"Baiklah," jawab Ling dengan nada santai sambil menganggukkan kepalanya, berusaha menunjukkan bahwa dia memahami situasi mereka.
Chen Qi merasa ingin melanjutkan kemarahannya, namun melihat Ling yang dengan mudahnya mematuhi perintahnya membuatnya merasa heran. Dia dan Chen Lin sangat menyayangi keturunan keluarga Chen ini, bahkan lebih dari siapapun. Karena kasih sayang yang berlebihan itulah, Ling menjadi sosok yang pemalas dan sering kali berbuat onar. Chen Qi sebelumnya merasa akan sulit untuk membujuk Ling agar mau pergi ke arena pelatihan, tetapi kini ia justru setuju dalam waktu yang sangat singkat.
Ling mengulurkan tangannya ke dalam saku dan tersenyum. "Bagaimana dengan sekolahku?" tanyanya.
Dia bertanya tentang sekolah? Apakah ini benar-benar cucunya yang bodoh? Batin Chen Qi.
"Pelatih akan memberi materi pelajaran selama pelatihan," jawab Chen Qi, masih merasa heran dengan sikap cucunya. "Berlatihlah di kamarmu. Pelajari tentang bisnis," tambahnya dengan tegas.
"Baiklah, kakek," jawab Ling, berusaha segera pergi.
Saat berpapasan dengan Chen Lin yang tiba-tiba sudah berdiri di anak tangga, dia menyapa, "Selamat pagi, Ibu."
"Lin, mengapa aku merasa seperti dia bukan cucuku?" tanya Chen Qi ketika Chen Lin duduk di sampingnya. "Apakah aku sedang berhalusinasi?" tanyanya dengan nada masih tidak percaya.
Chen Lin pun merasakan keraguan yang sama terhadap apa yang baru saja dilihatnya. Citra putranya selama ini sangat buruk, sehingga saat melihat Ling seperti ini, ia merasa seolah-olah dunia telah terbalik.
*
Ling duduk santai di jendela kamarnya, sambil memutar-mutar ponselnya dengan bosan. Pikiran tentang ingatan samar yang terus menghantuinya membuatnya penasaran. Dia mencoba sekali lagi untuk mengingat, tetapi hasilnya tetap nihil. Tak ada satu pun kenangan yang muncul dalam pikirannya.
Merasa frustrasi, Ling memutuskan untuk menjelajahi kamar yang selama ini dia tinggali. Sejak terbangun kembali, dia sama sekali belum melihat dengan pasti apa saja yang ada di dalam kamar ini. Dia ingin menemukan sesuatu yang dapat membantunya mengingat kembali, atau setidaknya memberikan sedikit hiburan dari kebosanan ini.
Dia mulai mengamati setiap sudut, berharap ada sesuatu yang menarik perhatian dan memberikan petunjuk tentang apa yang mungkin dia lupakan.
Kamar ini cukup luas untuk ditinggali satu orang. Keluarga Chen benar-benar memanjakan pemilik tubuh asli ini. Di rak, terdapat banyak DVD game yang tersusun rapi, dan dia juga memiliki PlayStation model terbaru yang menjadi impian banyak orang. Dinding kamarnya dipenuhi dengan poster karakter dari berbagai permainan.
Di sudut kamar, ada juga sebuah perpustakaan mini. Kebanyakan buku yang ada adalah tentang bisnis dan teknik pelatihan. Ling menyadari betapa kerasnya usaha yang telah dilakukan keluarga Chen untuknya, berusaha memberikan semua yang terbaik demi masa depannya.
Ia melirik beberapa buku teknik pelatihan yang tersusun rapi. Sebagian besar dari buku tersebut adalah buku teknik tingkat rendah. Ini wajar, karena buku teknik tingkat tinggi sangat langka dan biasanya hanya dimiliki oleh guru senior atau keluarga besar.
Namun, ada satu buku tua yang menarik perhatian Ling. Buku itu memiliki sampul dari kulit kayu dan berukuran cukup tebal. Saat dia memegangnya, Ling dapat merasakan bahwa buku ini adalah buku teknik tingkat tinggi. Namun, saat ia membuka beberapa halaman, ia mendapati dirinya sama sekali tidak paham dengan bahasanya. Buku ini ditulis dalam bahasa kuno, dan sayangnya, tidak ada gambar yang membantu penjelasan di dalamnya—semuanya hanya berisi tulisan.
Di kota Bayangan, Ling pernah mempelajari bahasa rahasia yang digunakan saat menjalankan misi, namun ia tidak pernah belajar bahasa kuno. Meskipun merasa bingung, Ling tetap membolak-balik halaman buku tersebut, berharap menemukan sesuatu yang dapat membantunya.
Ketika ia mencapai bagian tengah buku, matanya tertuju pada selembar kertas berwarna coklat yang terlihat usang. Ia menatapnya dengan rasa ingin tahu, karena kertas tersebut tampak tidak utuh dan sepertinya sudah dirobek menjadi empat bagian. Gambar di kertas itu juga tidak terlalu jelas. Ia berpikir bahwa mungkin ini adalah simbol dari bahasa kuno yang sedang ia pelajari.
Ling menyimpan buku dan robekan kertas itu di dalam sakunya, merasakan firasat bahwa keduanya mungkin memiliki hubungan dengan ingatannya yang hilang.
Setelah itu, Ling berjalan kembali ke jendela, mengambil ponselnya, dan dengan santai melakukan panggilan telepon.
"Halo," suara di seberang telepon terdengar ragu-ragu.
"Ini aku, Chen Ling," jawabnya dengan nada santai. "Apakah kau tahu di mana kompetisi ahli ramuan diselenggarakan?" lanjutnya bertanya, penasaran.
"Ya, Tuan Muda Chen. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Liam dengan nada khawatir, merasa cemas jika Ling akan berbuat onar.
Ling hanya tersenyum tipis, "Jemput aku di kediaman keluarga Chen."
sibuk mengurusi orang lain, mengabaikan orang yang mencintai nya yg melakukan apapun untuk dirinya, saya rasa MC termasuk dalam katagori ap normal
Ya,, orang iri memang susah untuk membuka mata dan hati.