Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29. Rooftop cafe
Canggung itu yang terjadi pada mereka berdua setelah Axel dan Calista pamit pulang pada Ayzel dan Alvaro.
“Maaf untuk yang tadi,” Alvaro membuka pembicaraan.
“Hmmm ... untuk?” tanya Ayzel, menurutnya tidak perlu memperbesarkan masalah yang seharusnya memang tidak perlu.
“Sikap yang tadi saat ada Xel-Xel,” ujar Alvaro sambil memalingkan muka karena malu sudah salah sangka.
“Axel bukan Xel-Xel pak Alvaro,” Alvaro justru kesal setelah mendengar ucapan Ayzel.
Alvaro duduk di hadapan Ayzel dengan menyilangkan ke dua kakinya sambil menatap tajam Ayzel. Dia tidak suka Ayzel memanggilnya dengan panggilan seperti atasan dan asisten, mengingat mereka saat ini tidak dalam situasi sebagai atasan dan karyawan.
“Salah lagi?” tanya Ayzel.
“Menurut kamu Ze?” Alvaro tiba-tiba setengah berdiri dengan kedua tangan yang bertumpu pada meja, dia memajukan wajahnya tepat di depan wajah Ayzel.
“Plaaak”
“Ke-kembali duduk sana! Memang harus manggil pak Alvaro bagaimana?” sontak Ayzel terkejut dengan kelakuan Alvaro. Dia memukul lengan Alvaro dengan map yang berisi laporan keuangan yang tadi sempat di serahkan Rika padanya.
“Ssssh ... sakit nona Ze. Kamu bisa kena undang-undang KPCS,” Alvaro sendiri bingung saat di tanya Ayzel harus memanggilnya dengan sebutan apa.
“KPCS?” tanya Ayzel bingung.
“Kekerasan pada calon suami,” Alvaro mengalikan pandangannya kearah lain, sementara Ayzel terkekeh mendengar ocehan Alvaro yang seenaknya membuat singkatan.
“Tapi calon istrinya sudah di lamar belum?” Ayzel menepuk jidatnya karena merasa sudah ikut tertular kerandoman Alvaro.
“Sudah. Aku hitung sudah lebih dari 3 kali. Tapi belum di jawab,” kekeh Alvaro.
“Mana ada? Mungkin kamu belum 100% tulus saat mengucapkannya,” Ayzel tersenyum penuh makna pada Alvaro.
“Deg” kali ini Alvaro seolah tercekat tak bisa menjawabnya. Dia hanya diam sambil menatap Ayzel.
“Aku bahkan tidak punya jawaban yang tepat untuk menyanggahnya,” batin Alvaro menyesali ucapannya sendiri.
Ayzel menghela napas menyadari Alvaro tiba-tiba diam, dia berdiri dari tempat duduknya kemudian menghampiri Alvaro. Saat ini Ayzel berdiri tepat menghadap Alvaro.
“Pulanglah istirahat dulu. Sebelum besok berangkat ke bandung,” ucap Ayzel sambil menarik lengan baju Alvaro agar berdiri dari duduknya.
“Boleh. Tapi nanti makan malam bersama,” pinta Alvaro.
“No,” jawab Ayzel singkat.
“Kalau begitu jalan-jalan?” pintanya lagi pada Ayzel.
“Tidak bisa,”
“Aku tetap di sini kalau begitu,” Alvaro tidak mau beranjak dari duduknya sebelum Ayzel menyetujui permintaanya.
“Nanti sore datanglah ke mari. Aku tidak bisa keluar cafe, ada banyak yang harus aku selesaikan. Waktunya terlalu mepet,” jelas Ayzel pada Alvaro.
“Oke. Setuju,” Alvaro bangkit dari tempat duduknya untuk pulang kembali ke hotel sebelum nanti dia datang ke cafe lagi.
Ayzel bernapas lega setelah Alvaro setuju untuk kembali ke hotel, sebenarnya Ayzel sendiri juga ingin beristirahat. Karena itu dia harus membuat Alvaro untuk bersedia kembali ke hotel, meskipun selama perjalanan udara mereka juga lebih banyak tidur. Tetap saja Ayzel merasa perlu untuk istirahat meregangkan sendi-sendi yang kaku selama perjalanan udara.
“Rika, Anaya. Aku istirahat dulu, nanti kita bahas lagi tentang proposal kalian” Ayzel pamit pada mereka berdua untuk menuju ruangannya untuk istirahat, setelah berhasil membuat Alvaro kembali ke hotel.
“Oke mbak,” jawab mereka bersamaan.
Ayzel merebahkan tubuhnya pada sofa yang bisa di jadikan kasur, dia memang sengaja membeli sofa serbaguna. Karena ruangannya tidak hanya menjadi tempat istirahat tapi juga ruang kerja, dengan memilih sofa serbaguna tidak perlu banyak space.
“Aku sudah sampai di hotel,” pesan singkat dari Alvaro.
“Istirahat, tidur. Jauhkan ponsel dari tangan, nyalakan alarm. Atau nanti malam kamu tidak menemukanku di cafe,” ancam Ayzel agar Alvaro benar-benar tidur.
“Kamu menang. Oke aku tidur,” Ayzel tersenyum tipis membaca balasan dari Alvaro.
Mereka berdua akhirnya tenggelam dalam mimpi masing-masing, sejenak memberikan hak tubuh mereka untuk istirahat. Sampai tak terasa sudah beberapa jam mereka tertidur, setelah sebelumnya sempat bangun untuk ibadah sholat ashar dan tidur kembali. Alarm Alvaro berbunyi tepat jam enam sore, dia mengambil ponsel yang dia taruh pada nakas.
“Saatnya menemui nyonya Alvaro,” gumamnya senang sambil meregangkan tubuhnya sebelum bangkit dari tempat tidur untuk mandi.
Tak butuh waktu lama untuk Alvaro selesai dengan urusan mandinya, dia sudah siap dengan outfit casualnya. Dia memakai t-shirt putih berkerah sanghai dengan jumper hitam sebagai outer, di padu dengan celana bahan berwana biru dongker. Tak lupa sneakers putih. Alvaro melesat dengan mobil BMW nya menuju hazelnut-latte cafe yang hanya butuh waktu lima belas menit dari hotel dia menginap.
Kurang lebih jam tujuh Alvaro sampai di cafe, pengunjung cafe tetap ramai meskipun hari ini bukan weekend.
“Zeze ada di mana?” Alvaro bertanya pada salah satu karyawan yang dia jumpai begitu masuk ke dalam cafe.
“Oh kakak yang tadi siang ya?” bukan karyawan yang tadi Alvaro tanya, tapi Anaya yang menjawab. Anaya meminta karyawannya untuk melanjutkan pekerjaannya.
“Kamu siapa?” tanya Alvaro saat melihat Anaya yang dia yakin gadis yang saat ini berada di hadapannya bukanlah karyawan biasa jika di lihat dari baju yang dia pakai.
“Saya Anaya kak. Salah satu yang di percaya mbak Zeze untuk membantu mengurus cafe,” ujarnya.
“Oh. Ze ada di mana?”
“Mbak Zeze masih bersih-bersih. Mari saya antar keatas, biasanya kalau malam mbak Ze lebih memilih di rooftop. Nanti saya bilang kalau kakak sudah datang,” Anaya mengantar Alvaro menuju rooftop yang hanya khusus untuk Ayzel.
Alvaro menikmati pemandangan sekitar PIK dari rooftop cafe Ayzel, dia mengitari sekeliling tempat itu. Rooftop yang sesuai dengan kepribadian Ayzel yang suka ketenangan dan cukup privat, sekali lagi Alvaro terkejut tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Ayzel.
“Sudah lama?” seorang perempuan dengan rok denim warna biru dongker di padu dengan t-shirt putih yang tertutup sweater hitam muncul dari balik pintu. Hijab pasmina berwana biru dongker menambah cantik perempuan tersebut.
“Nunggu berlama-lama kalau untuk ketemu kamu juga tidak masalah Ze,” Alvaro terkekeh. Sementara Ayzel mencebik kearahnya.
Ayzel membawa beberapa berkas dan leptop ke rooftop, hal itu mendapat protes dari Alvaro. “Aku ke sini mau makan malam, bukan mau lihat kamu kerja Ze.”
“Siapa juga yang mau kerja. Kalau gak mau ya sudah kamu pulang saja,” Ayzel yang tadinya sudah duduk kemudian berdiri. Dia memang membawa berkas, tapi untuk di tanda tangani dan di baca sebentar sebelum makan malam.
“Bercanda Ze bercanda,” ucap Alvaro
Alvaro menyandarkan tubuhnya pada sofa, dia memainkan poselnya karena melihat Ayzel yang terlihat sibuk menandatangani beberapa berkas proposal yang sudah di perbaiki Anaya dan Rika. Lama-lama Alvaro menjadi penasaran dengan apa yang di lakukan Ayzel.
“Sedang approvel apa?” penasaran Alvaro.
“Pengajuan untuk halal bahan baku,” ucap Ayzel yang menghentikan kegiatannya dan memandang Alvaro.
“Apa?” Alvaro merasa aneh dengan tatapan Ayzel.
“Tolong bantu evaluasi berkas ini. Kamu pasti lebih paham dariku,” Ayzel meminta bantuan Alvaro.
“Satu syarat,” Alvaro mengajukan syarat sebagai balasan jika dia membantu Ayzel.
“Apa? Jangan aneh-aneh,” tegas Ayzel karena biasanya bosnya tersebut akan meminta hal-hal yang konyol.
“Dinner bersama,” Alvaro sudah sering makan malam dengan Ayzel. Bahkan saat ini mereka juga makan malam bersama, tapi makan malam yang dia maksud adalah makan malam yang sesuai dengan keinginan Alvaro.
“Deal. Minggu malam di hotel tempat Humey resepsi,” jawabnya.
“Itu namanya bukan dinner, tapi kita makan malam di pesta mereka” protes Alvaro kemudian.
“Di lantai atas ada restoran dengan pemandangan malam yang bagus. Itu kalau kamu mau,” Ayzel hanya berniat datang sebentar saat resepsi sepupunya. Selain dia tidak terlalu suka dengan keramaian, dia juga tidak ingin terlihat oleh media yang pasti akan hadir di sana.
“Ok. Apa kamu tidak akan menemani Humey?”
“Dia akan sibuk dengan tamu dan suaminya nanti. Di sana pasti banyak media juga,” Alvaro tidak lagi bertanya seteleah mendengar ucapan Ayzel. Dia tahu maksud dari perkataan itu.
“Mana yang harus aku bantu?” Alvaro mengalihkan perhatian Ayzel, saat dia melihat gurat kesedihan yang coba di sembunyikan dari balik matanya setelah menjawab pertanyaan Alvaro tadi.
Ayzel menyerahkan berkasnya untuk di pelajari dan dievaluasi Alvaro. “Pilih dulu mau makan malam apa dan minumnya,” ucap Ayzel sebelum Alvaro tenggelam dalam fokus.
Alvaro memilih beberapa menu dan minuman untuk makan malamnya, tak lupa dia juga memilih desert.
“Mau ke mana?” tanya Alvaro saat melihat Ayzel pergi.
“Buatin pesanan kamu,” ucapnya Ayzel yang di sambut dengan rona bahagia Alvaro.
Alvaro tenggelam dalam fokusnya membaca dan mengevaluasi berkas Ayzel, sementara Ayzel masuk ke dapur cafe. Dia memasak sendiri menu yang di inginkan Alvaro, begitupun minumannya dia yang membuat. Kecuali desert yang memang sudah siap dan bukan Ayzel yang membuat tapi karyawannya.
“Tolong antarkan ke rooftop ya. Aku mau ganti baju dulu,” karena gerah jadi Ayzel mandi lagi dan berganti baju.
“Ok kak,” jawab salah satu karyawannya.
Alvaro sudah selesai mengevaluasi berkas Ayze saat dia kembali naik ke rooftop untuk menemani Alvaro makan malam.
“Kenapa ganti baju?” tanya Alvaro saat melihat baju Ayzel sudah berganti dengan longdress hitam yang di balut sweater berwarna coklat.
“Kotor karena itu,” Ayzel mengisyaratkan bajunya kotor karena membuatkan makanan yang diinginkan Alvaro yang saat ini sudah terhidang di meja.
“Sudah aku baca. Ada beberapa yang perlu di perbaiki, selebihnya sudah bagus.” Alvaro memberikan berkas yang tadi dia baca.
Ayzel tidak langsung melihat berkas yang sudah di perbaiki Alvaro, dia menaruhnya di meja. Ayzel sibuk mencari sesuatu di leptopnya, dia menyambungkan leptopnya dengan lcd yang ada di rooftop. Alvaro hanya memperhatikan apa yang sedang di lakukan Ayzel tanpa ingin protes.
“Selesai,” Ayzel bermonolog dengan dirinya sendiri. Ternyata dia menyalakan lcd untuk menonton kartun doraemon.
“Ini namanya bukan makan malam romantis. Mana ada makan malam sambil nonton kartun,” ledek Alvaro.
“Memang kita pasangan? Lagi pula ini lebih romantis dari pada film romantis, kita tidak perlu memaksakan sesuatu yang memang belum seharusnya terjadi. Ada banyak hal-hal kecil yang lebih menyenangkan bisa kita lakukan, semua tergantung pada kita. Bagaimana kita menyikapi setiap momentum yang terjadi,” ucapnya dengan lembut.
“Sebentar lagi,” jawab Alvaro atas pertanyaan Ayzel, sedangkan Alvaro menanti respon Ayzel atas jawabannya. Ayzel hanya merespon dengan senyum dan anggukan.
Jika melihat di mana Alvaro saat ini, dia sebenarnya bingung dengan dirinya sendiri. Dia yang tidak pernah kalah dengan siapapun, dia yang selalu menjadi pusat perhatian. Banyak perempuan menggilainya, dia bisa memilih tipe yang mana saja dan dari kalangan manapun. Namun lihat saja justru saat ini dia ada di rooftop sebuah cafe menikmati makan malam sederhana dengan menonton kartun doraemon, besama seorang perempuan yang bahka jauh dari penampilan glamour mantannya. Satu lagi hal yang baru Alvaro tahu tentang Ayzel, dia bisa mengubah hal sederhana menjadi moment menghangatkan hati seperti yang Alvaro alami saat ini.