Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EMPAT BELAS
"Duh ... kesiangan lagi," gerutu Shandi saat membuka mata ternyata jarum jam sudah menunjukkan hampir pukul 7. Tanpa mempedulikan Erna yang masih terlelap dalam tidurnya, Shandi pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi dan menyelesaikan kegiataan mandinya.
"Erna, bangun! Bukannya kamu udah mulai kerja lagi hari ini!" Shandi mengguncang-guncang tubuh Erna agar segera bangun.
"Emmm ... emang ini udah jam berapa, mas?" tanya Erna yang masih menggeliat dengan mata terpejam.
"Udah jam 7."
"Apa? Duh, kacau!" ucap Erna sambil melemparkan selimutnya asal kemudian bergegas ke kamar mandi.
Kini keduanya telah bersiap. Setibanya di meja makan, Shandi terpaku. Ada sesuatu yang berbeda yang kini ia rasa. Meja makan kosong, rumah kotor dan berantakan, pun piring kotor berserakan. Shandi tercenung memikirkan kemana istrinya sebenarnya? Mengapa ia tiba-tiba saja menghilang.
"Erna, apa kamu nggak bisa bangun lebih pagi, bersih-bersih rumah, dan siapin sarapan!" ujar Shandi sambil menatap lekat wajah Erna.
"Mas,, aku kan harus kerja, mana mungkin sempat ngerjain itu," tolak Erna yang memang tidak menyukai mengerjakan pekerjaan rumah.
"Tapi kamu sekarang sudah jadi istri, sudah kewajiban kamu mengerjakannya. Kamu tahu, biasanya setiap aku bangun, Tari pasti sudah menyiapkan sarapan di meja ini. Rumah udah bersih, piring kotor pun nggak ada satupun, tapi sekarang ... kamu benar-benar beda dari Tari," ujar Shandi membandingkan Erna dan Mentari.
"Mas, nggak usah banding-bandingin aku sama si mandul itu ya! Terang aja kami beda, dia nggak bekerja kayak aku, jadi wajar dia bisa ngerjain semuanya. Mas telepon gih si mandul itu, buruan pulang. Suruh masak terus beres-beres, jadi perempuan jangan nggak guna kayak gitu. Udah mandul, malas lagi. Seharusnya dia bersyukur, kamu masih mempertahankan dia. Bukannya sok nggak pulang kayak gini, heran deh kamu bisa punya istri kayak gitu," omel Erna panjang lebar sambil mengambil roti tawar dan selainya kemudian ia letakkan begitu saja di atas meja. "Makan ini aja, aku harus segera ke tempat kerja," tukas Erna yang segera berlalu dari hadapan Shandi.
Shandi pun menghela nafasnya, benar juga kata Erna pikirnya. Lantas ia pun mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Mentari. Shandi berdecak kesal, padahal status Mentari online, tapi ia tidak mau mengangkat panggilannya sama sekali.
"Sial! Mau kamu apa sih Tari? Sepertinya kamu benar-benar ingin membuatku marah," geram Shandi sambil mengetik sebuah pesan untuk Mentari.
[Kamu dimana? Buruan pulang, Tari! Jangan buat aku marah!!!] send.
Setelah mengetikkan pesan, Shandi pun segera membalikkan badannya. Ia sudah kehilangan selera makannya. Yang bercokol di benaknya kini hanya rasa kesal. Apalagi setelah melihat story' WhatsApp dari Mentari yang menampilkan sebuah kamar besar dan mewah yang dapat Shandi tebak itu merupakan gambar sebuah kamar hotel. Tak cukup hanya itu, Mentari juga memposting menu sarapannya yang sangat mewah dan nikmat. Sungguh berbanding terbalik dengan yang ada di hadapannya kini, hanya beberapa lembar roti dan selai kacang.
"Kurang ajar. Jadi dia sedang bersenang-senang dengan tidur di hotel. Menghabiskan uang saja. Aku sudah payah kerja, tapi dia yang berfoya-foya. Aku saja tidak pernah tidur di hotel mewah seperti itu, paling hotel kecil atau motel, tapi dia justru ... Ck ... awas saja kalau kau pulang nanti, Tari, aku pasti akan memberimu pelajaran," geram Shandi sambil masuk ke dalam mobilnya kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.
...***...
"Pak Shandi, dipanggil pak Galih ke ruangannya," ujar salah satu staf MTR Furniture.
Shandi mengerutkan keningnya, tidak biasanya dia dipanggil seorang diri ke ruangan direktur utama perusahaan itu. Dia hanya seorang manajer, biasanya ia baru bisa bertemu atasannya saat melakukan meeting dengan seluruh kepala divisi termasuk kepala divisinya. Lalu kini, ia tiba-tiba saja dipanggil untuk apa? Apa dirinya telah melakukan kesalahan?
"Kalau boleh tahu, untuk urusan apa ya? Tumben pak Galih panggil aku ke ruangannya?* tanya Shandi pada staf bernama Agung itu.
Tapi Agung justru mengedikkan bahunya, "mana saya tahu. Kamu melakukan kesalahan kali?" terka Agung sambil memicingkan matanya. Sejak awal ia tidak menyukai keberadaan Shandi sebab menurutnya dan rekan-rekan lainnya, kinerja Shandi tidaklah sebagus itu hingga dalam waktu singkat bisa diangkat menjadi seorang manager.
"Kesalahan? Kesalahan apa? Mana ada. Aku saja kan baru masuk setelah cuti 3 hari. Ya sudah kalau begitu saya langsung ke ruangan pak Galih aja. Siapa tahu, aku dipanggil untuk naik jabatan," seloroh Shandi membuat Agung memutar bola matanya jengah.
...***...
Tok tok tok ...
"Masuk," seru seseorang dari dalam ruangan yang didominasi warna abu-abu dan hitam itu.
"Selamat pagi, pak. Apa benar bapak memanggil saya?" tanya Shandi.
"Duduk!" tukas Galih datar dan dingin. Kemudian ia menutup layar laptopnya dan melipat kedua tangannya di depan dada.
Shandi pun segera duduk berseberangan dengan Galih.
"Kemarin kau mengambil cuti selama 3 hari, jelaskan apa tujuannya! Jujur, jangan ada kebohongan!" tegas Galih sambil menatap tajam netra Shandi.
Gleggg ...
Shandi sontak menelan ludahnya sendiri. Perasaan was-was bercokol di benaknya.
"Saya ... saya menjaga istri saya di rumah sakit, pak. Memangnya kenapa, pak?"
"Benarkah?" Mata Galih kian memicing tajam.
"Be-benar, pak," dusta Shandi membuat Galih tersenyum sinis.
"Anda tahu, saya sangat menghargai karyawan yang bersifat loyal pada perusahaan. Ciri karyawan yang memiliki loyalitas salah satunya setia kepada pasangannya. Bagaimana karyawan itu bisa bersikap loyal, bila dengan pasangan saja ia berkhianat bahkan dengan tega-teganya menutupi pernikahannya dengan wanita lain dengan alasan menjaga istri yang sedang sakit. Sungguh sangat keterlaluan," ucap Galih dengan nada rendah dan dingin membuat nafas Shandi seketika tercekat.
"Ma-maksud Anda, pak?" tanya Shandi yang masih berpura-pura bodoh.
Brakkk ...
Galih mengeluarkan sesuatu dari dalam amplop coklat dan melemparkannya ke hadapan Shandi. Termag saja, seketika bumi Shandi seakan berhenti berputar.
"Masih ingin berkelit, pak Shandi?" desis Galih membuat lidah Shandi tiba-tiba kelu.
"Kepada istri Anda sendiri saja Anda tega membohonginya bahkan mengatakannya sakit demi melancarkan pernikahan Anda, apalagi dengan perusahaan. Loyalitas Anda kini mulai saya ragukan. Bahkan saat saya bertanya pun, Anda memilih berbohong. Karena itu, maaf, mulai sekarang jabatan Anda akan saya turunkan menjadi staf biasa. Apalagi mengingat kinerja Anda sebenarnya masih kalah jauh dibandingkan staf yang. Masih banyak staf yang lebih berpotensi dari Anda. Jadi mulai sekarang, bereskan barang-barang Anda. Rinto akan menjelaskan pekerjaan Anda selanjutnya," tegas Galih.
"Tapi Pak, Anda tidak bisa bersikap sewenang-wenang seperti ini. Anda tidak bisa menyangkut-pautkan kehidupan pribadi dan pekerjaan, jadi Anda tidak bisa menurunkan jabatan saya begitu saja!" tolak Shandi yang tidak terima jabatannya diturunkan.
"Mengapa tidak? Sifat tidak setiap Anda memang menjadi penguat alasan, tapi bukankah saya sudah katakan tadi, alasan lainnya adalah kinerja Anda masih di bawah staf yang lain. Mungkin ini saatnya saya mengangkat staf yang sesuai dengan kemampuannya. Bila selama ini saya mengangkat Anda karena permintaan seseorang, tapi karena seseorang itu tidak ingin lagi membantu Anda, jadi saya punya kuasa penuh untuk menurunkan jabatan Anda dan menggantikannya dengan yang lebih berpotensi dan berkualitas tentunya," tegas Galih tanpa bantahan. "Kalau Anda tidak terima, Anda silahkan keluar dari perusahaan ini, beres kan!" imbuh Galih sambil menyeringai.
Wajah Shandi mendadak pucat pasi. Bagaimana mungkin ia keluar dari perusahaan ini. Bisa bekerja di sini saja merupakan sebuah keberuntungan baginya. Tapi tiba-tiba Shandi berpikir, ia teringat kata-kata Galih barusan, Galih mengangkatnya karena permintaan seseorang, tetapi siapa? Seberapa berkuasa dia sehingga bisa meminta atasannya untuk mengangkat jabatannya?
"Bagaimana? Kau terima diturunkan jabatan atau ... memilih resign?"
"Baik, pak. Saya akan terima keputusan Anda yang menurunkan jabatan saya walaupun ini terkesan semena-mena," sahut Shandi dengan nada kesal membuat Galih berdecih mendengarnya.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...