Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*24
"Kamu tenang saja. Aku akan bicarakan dengan mama. Biar mama yang urus Melia nanti. Untuk sekarang, kalian sabar aja dulu. Kalian harus tetap tenang karena aku harus melewati malah amal dengan baik. Setelah itu, baru kita bikin perhitungan pada Melia."
"Baik, nona kedua. Saya bisa menunggu."
"Hm."
Setelah si pelayan pergi, Citra langsung terpikir kalau Melia mungkin akan semakin berbahaya untuk dirinya. Kemunculan Melia dengan perubahan sikap itu sangat mengkhawatirkan.
"Bahaya."
"Melia semakin berbahaya."
"Mama harus tahu secepatnya."
....
Keesokan harinya, ibu dan anak itu langsung ngobrol hal tersebut setelah papa Citra berangkat bekerja.
"Tenang saja, Citra. Selagi kamu masih berstatus tunangan tuan muda Amerta, Melia bukan apa-apa."
"Tapi, Ma. Bagaimana kalau Melia mengacaukannya. Bagaimana kalau kehadiran Melia bikin status ku jadi berantakan?"
"Kita lihat nanti malam saat lelang amal. Mama akan buat Melia tidak punya muka."
"Maksud mama?"
"Tujuan kita bawa Melia datang ke acara nanti malam itu buat bikin dia tidak punya muka, Citra. Kalo nggak, gak mungkin mama setuju buat ngajak dia."
"Tunggu deh. Mama ingin mempermalukan Melia? Caranya gimana?"
Si mama langsung tersenyum lebar.
"Lihat aja nanti. Kamu juga akan tahu apa yang mama maksudkan."
"Ih, mama. Sama anak sendiri mau main rahasia-rahasiaan." Kesal Citra dengan wajah yang dia manyunkan. "Bikin rasa penasaran naik aja deh."
Mereka yang sibuk ngobrol sedikitpun tidak menyadari akan kehadiran seseorang yang sedang mengawasi mereka. Siapa lagi dia kalau bukan Melia. Gadis yang sudah terlatih menjadi penyusup itu dengan mudah mendekat untuk mendengarkan apa yang anak dan ibu itu bicarakan.
Obrolan itu buat Melia menyunginkan senyum di bibirnya. Benaknya berpikir untuk meladeni permainan si mama tiri. Namun, dia ingat kalau nanti malam, dia juga punya rencana besar. Lebih baik mengabaikan permainan kecil yang mama tirinya buat dari pada meladeni, lalu melepaskan rencana besar yang sudah mereka susun sebelumnya.
"Sayang sekali," ucap Melia setelah dia berada di kamarnya. "Kalau bukan karena aku punya rencana lain nanti malam, aku pasti akan mengikuti permainan mereka."
"Hm. Mungkin lain kali kita bisa bermain-main dengan rencana mama. Untuk malam ini, kita harus mengabaikan mama terlebih dulu."
....
Siang harinya, mama tiri datang ke kamar Melia untuk menyerahkan gaun. Satu set pakain pesta yang sangat indah. Jika itu Melia delapan tahun yang lalu, pasti sangat bahagia melihat gaun indah yang mama tirinya sediakan. Sayangnya, Melia yang sekarang sudah bisa mencium aroma kejahatan dari niat baik yang mamanya perlihatkan sekarang.
"Ini ... milik aku?"
"Iya, Mel. Punya kamu. Papamu meminta tante buat memilih gaunnya. Jadi, tante pilih yang ini saja. Bagaimana? Kamu suka tidak dengan gaun pilihan tante?"
Melia menatap lekat ke arah gaun yang ada di hadapannya. "Iya. Suka. Tapi, mungkin tidak cocok dengan ku. Ini terlalu glamour deh kek nya."
"Ah. Nggak kok, Melia. Ini cantik. Cocok sama kamu."
"Ayolah! Sesekali, berpakaian yang glamour kek gini gak papa. Kamu udah tinggal di kota lho sekarang. Bukan di kampung lagi."
Senyum terpaksa Melia perlihatkan.
"He. Baiklah."
Terlalu malas untuk berdebat sebenarnya. Makanya, Melia memilih untuk tidak banyak membantah. Padahal dia tahu, gaun yang saat ini sudah di serahkan ke tangannya adalah gaun yang di antarkan oleh pelayan kediaman Amerta untuk Citra.
Meskipun Ricky belum bersedia menikah dengan Citra, tapi tetap saja, tanggung jawab sebagai tunangan dia laksanakan. Untuk pesta amal itu, dirinya terpaksa harus menyiapkan gaun untuk pasangannya. Meski sejujurnya, Ricky sangat enggan untuk melakukan hal itu.
Sementara itu pula, gaunnya sengaja mama Citra berikan pada Melia. Niatnya, dia akan mempermalukan Melia di depan umum dengan cara menuduh Melia mengambil gaun Citra. Setelahnya, dia akan menjebak Melia di kamar bersama pria asing.
Pikiran jahat mama Citra sungguh bekerja dengan baik. Tapi sayangnya, bukan Melia namanya kalau dia masih bisa masuk perangkap mereka semua. Terlalu dini untuk melawan, tapi tidak juga dia akan biarkan harga dirinya hancur lagi.
Senyum manis Melia lontarkan.
"Terima kasih banyak, Tante. Aku senang banget."
"Hm."
"Tidak perlu sungkan, Melia. Kita adalah keluarga."
Setelah mama tirinya pergi, Melia kembali menatap gaun silver yang bertabur kan manik-manik di atasnya. Gaun yang sangat mewah. Tapi sayangnya, Melia sangat tidak menyukai gaun tersebut.
Itu bukan selera Melia. Terlalu glamour dan sangat berlebihan. Karena Melia terkesan lebih menyukai kesederhanaan. Bukan hal yang terlalu berlebihan hingga sangat mencolok untuk dilihat oleh mata.
Melia menjijit gaun tersebut dengan dua jari.
"Gaun yang sangat mahal."
"Sepertinya, tuan muda Amerta sangat memanjakan calon istrinya yah."
"Cih. Menjijikan."
Sementara itu, di sisi lain, mama tiri langsung kembali ke kamar anaknya. Di sana, Citra sedang memasang wajah kesal dan sedih.
"Wajah mu kok masih terlihat suram, Cit? Masih tidak rela ya?"
"Ya jelas dong, Ma. Jelas aku gak rela memberikan gaun yang kak Iky siapkan untukku pada Melia. Secara, itu gaun yang sangat mahal yang sangat indah. Gaun itu cocok untuk aku."
Kedua tangan mamanya langsung menyentuh pundak Citra. "Kamu gak ingin Melia dipermalukan, Citra?"
"Ya ... tentu saja ingin, Ma. Tapi kan, gak dengan mengorbankan gaun ku juga dong."
"Kalo tidak dengan cara mengorbankan gaun mu, lalu dengan apa? Gaun siapa lagi yang harus kita korbankan?"
Citra terdiam. Wajah murungnya masih terlihat dengan sangat jelas. Si mama kembali mbujuk anaknya agar tidak lagi memperlihatkan wajah sedih.
"Sudah. Jangan manyun lagi. Mama sudah siapkan gaun yang sama indahnya buat kamu. Yah, meski tidak semahal gaun yang Ricky berikan. Tapi setidaknya, ini bisa di imbangi dengan gaun yang mama beli buat kamu. Kamu tetap akan terlihat cantik dan menawan di pesta nanti, Citra."
Citra langsung mengangkat wajahnya.
"Mama yakin?"
"Tentu saja, Cit. Mama akan buat anak mama bersinar nanti malam. Mama akan buat, tatapan mata Ricky tidak akan berpaling ke lain lagi. Percaya sama mama."
"Oke. Baiklah. Aku akan mempercayai mama kali ini. Aku ingin, kak Iky tidak akan melirik wanita lain lagi nanti malam. Terutama, dokter centil yang kegatelan itu."
"Tenang. Mama akan siapkan semuanya. Mama juga akan buat dokter centil itu sadar diri nanti malam, Cit."
"Beneran, Ma?"
"Iya bener dong. Siapa yang berani gangguin anak mama, harus tanggung akibatnya. Mama akan bikin perhitungan dengan orang yang udah bikin anak mama sakit hati."
Citra pun langsung tersenyum. Tak lupa, dia langsung menghambur ke dalam pelukan sang mama.
"Makasih banyak, Ma. Mama emang bisa aku banggakan."
tp karena mereka bodoh maka akalnya tak sampai kesitu 😀