Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji
Apakah kalian tahu gaya apa yang mas bara ajarkan padaku saat mandi tadi?
Dia mengajarkanku Gaya cicak kawin. Kalian pasti tahu seperti apa gaya itu. Ah dia memang suami berotak mesum. Tapi aku sangat menyukainya.
Setelah berolah raga yang begitu panas, kami akhirnya sarapan bersama dengan seluruh anggota keluarga.
Gaun putih sebatas lutut tanpa lengan membuatku terlihat cantik pagi ini. Aku berjalan bersama mas Bara menuju taman resort yang sudah disiapkan untuk kami sarapan.
Semua anggota keluarga nampak sudah hadir, hanya pengantin baru saja yang nampak kesiangan.
"Selamat pagi semuanya." Mas Bara menggandeng tanganku dan menyiapkan kursi untuk diriku duduk.
"Adudu... berasa jadi pengantin baru deh, bangunnya kesiangan." Mama Arum mulai menggoda kami.
"Jangan keseringan Bar, kasian Mayra. Dia kan lagi hamil." Papa Dirga ikut menggoda kami.
"Yah kamu seperti tidak pernah muda saja Dir." Papa tersenyum melihat kami.
"Ya ya. Asal hati-hati saja Bar. Jangan sampai kamu mengancam keselamatan cicit kakek. Awas loh, nanti kakek minta denda penalti sama kamu."
"Kakek tenang saja."
Tak lama bang Erik datang.
"Mbak sekar mana?" Aku dengan polosnya bertanya.
"May..." semua orang kompak memanggilku. Mereka nampak memberikan kode aneh padaku.
"Ya ampun sayang." Mas Bara menatapku. "Kamu lupa saat aku baru unboxing kamu dulu?"
Blush
Ah ya ampun aku lupa. Mereka kan pengantin baru, pasti semalam bang erik benar-benar membuat mbak sekar tak bisa berjalan. Aku kenal betul siapa abangku itu, dia kan sedikit brenksek, ah mbak sekarku yang masih perawan pasti dibuat tak berdaya olehnya. Mas Bara saja yang tidak kelihatan Brenksek bisa membuatku tak bisa berjalan, apalagi bang Erik. Aku yakin ia takkan tahan jika harus menunggu waktu lagi untuk melakukannya dengan mbak sekar.
"Oh ya tuhan abang. Abang tega sekali." Aku menatapnya tajam.
"Apa?" Dia menatapku aneh. "Sekar tidak enak badan. Dia masuk angin gara-gara party semalam. Dia kan tidak biasa seperti itu."
"Alaaah alasan. Loe pikir kami tidak tahu kalau loe habis malam pertama semalam?" Mas Bara nampak tersenyum smirk melihat bang Erik.
"Eh. Elo lagi sok tahu. Tau dari mana loe? Bukannya semalam loe juga sibuk ya? Sampe-sampe gue cari kalian gak ketemu." Bang erik nampak tersulut oleh ucapan mas Bara. Ah mereka sudah seperti tom and gery saja kalau bertemu, padahal mereka berteman.
"Sudah-sudah. Kalian lupa ada kami disini?" Kakek wijaya menghentikan perdebatan antara kakak dan adik ipar itu.
"Sudah, sekarang makan dulu."
"Baik kek."
Kami pun sarapan bersama sampai selesai.
"Baik, Bara mohon waktunya sebentar." Masih di tempatnya Mas Bara berdiri. Ia mengulurkan tangannya memintaku untuk berdiri.
Akupun berdiri disampingnya. Ia memegang kedua tanganku membuat posisi kami saling berhadapan sekarang.
Dengan mata elangnya ia menatapku intens.
"Didepan semua keluarga. Aku Barata Yudha Dirga Wijaya berjanji kepada Andara Mayra argoe soeseno Aku berjanji untuk menjadi suamimu yang jujur, setia, dan penuh kasih selama sisa hari-hariku.
Selamanya bersamamu saja tidak akan cukup, tetapi mulai hari ini dan seterusnya, aku bersumpah untuk memanfaatkan setiap momen sebaik mungkin. Hari ini aku memberikan hidupku untukmu, tidak hanya sebagai suamimu, tetapi sebagai temanmu, kekasihmu, dan pendukung terbesarmu. Biarkan aku menjadi bahu tempatmu bersandar dan pendamping hidupmu." tatapannya begitu dalam, membuatku seakan tenggelam disana.
"Kamu telah menjadikan aku pria paling bahagia di dunia saat ini dengan setuju untuk berbagi hidupmu denganku. Aku berjanji untuk menghargai dan menghormatimu. Aku berjanji akan menjagamu dan melindungimu. Aku berjanji untuk menghiburmu dan mendukungmu. Aku berjanji akan bersamamu selamanya." Ah mataku berkaca-kaca mendengar janjinya.
"Aku bersumpah untuk selalu mengutamakan kamu, bahkan selama musim sepak bola." Oh ya tuhan, dia semanis ini ternyata.
"Andai aku melanggar janji ini, aku siap di coret dari daftar ahli waris kakek." ia melirik kakek Wijaya sekilas.
"Pede banget kamu. Siapa juga yang mau memberimu warisan? Biar cicitku saja nanti yang kuberi." Kakek wijaya menimpali ucapan mas bara.
"Itu tak masalah kek. Asal Mayra selalu bersamaku. Kamu bersediakan bersamaku dan menerimaku apa adanya?" Ia menatapku kembali.
"Ya. Aku bersedia."
"Satu lagi Bar." Kini papa Dirga yang berbicara.
"Apa tuh pa?"
"Kamu harus berjanji untuk menjauhi Anastasya."
Deg
Ucapan papa membuat aku dan mas Bara saling menatap. Aku bisa melihat ada pancaran keberatan disana. Tapi memang ada baiknya juga apa kata papa Dirga. Menjalani pernikahan dengan terus dibayangi oleh mbak ana, kurasa memang akan sama saja seperti sebelumnya. Ya meski ku tahu saat ini keadaan mbak ana memang sedang tak baik, tapi apakah ia harus selalu bergantung pada suamiku?
Aku menatap mas Bara intens. Sepertinya ia memang ragu untuk mengucapkan janji itu untukku.
"Okey, aku juga berjanji untuk menjauhi anastasya semampuku, demi istriku dan demi keluargaku."
"Nah begitu dong." Semua orang nampak bahagia hari ini. Setelah acara janji pernikahan yang mas bara ucapkan, kami juga melakukan beberapa acara.
"Sayang, aku bahagia."
dengan memegang tanganku ia terus menatapku, kami berjalan dipinggir pantai sambil menikmati sunset sore yang indah. kaki yang sama-sama polos membuat kami bisa merasakan sapaan pelan ombak yang datang.
"iya mas aku juga. Semoga kebahagiaan ini akan selalu bersama kita yah mas." aku menatapnya dan mengeratkan tanganku menggenggamnya.
"Besok kita ikut pulang yah bersama keluarga? Kamu mau kan ikut pulang bersamaku?" aku bisa melihat di matanya tersimpan banyak kekhawatiran.
"please jangan menolakku."
"Iya mas. Aku akan ikut kemanapun kamu pergi hmm." Sudut bibirku terangkat, kuberikan senyuman termanisku untuknya. Dan lihatlah, ternyata itu membuat kekhawatiran di matanya seketika sirna.
"ah. Aku sangat mencintaimu sayang."
Sebelum kembali ke resort kami bermain-bain di pantai terlebih dahulu.
Kegiatan yang begitu banyak ternyata cukup menguras tenaga. Saking lelahnya aku langsung terlelap tanpa menunggu Mas Bara yang masih sibuk dengan laptopnya.
Keesokan harinya kami sekeluarga kembali ke jakarta. Tentunya tanpa bang erik dan mbak sekar. Kalian pasti tahu apa alasannya.
"Selamat datang kembali di rumah kita istriku." Mas Bara membukakan pintu mobilnya untukku.
"Terimakasih suamiku." Aku hendak turun tapi mas Bara malah menggendongku.
"Mass ih." Kukalungkan tanganku pada lehernya.
"Bukankah pengantin baru harus seperti ini?" Ia tersenyum manis dan berjalan dengan membawaku masuk kedalam rumah.
"Baru datang iya." Aku ikut tersenyum karenanya.
"Permaisuriku, apakah kita akan langsung ke kamar untuk melakukan malam pertama?" Ia kembali menggodaku.
"Ini masih siang Rajaku, kamu gak liat apa?" Kami tertawa bersama.
"Bara." Suara seseorang menghentikan langkah mas Bara. Mas Bara membalik tubuhnya dan menurunkanku.
"Ana kamu disini? Bukankah kamu masih harus di rawat?" Sebelum melangkah mas Bara menggenggam tanganku terlebih dahulu dan mengajakku menghampiri mbak ana.
"Iya. Aku tidak sabar ingin bertemu-" ia nampak menjeda ucapannya. "Mayra."
Ia tersenyum melihatku dan langsung memelukku.
"Mbak apa kabar? Aku mau minta maaf, aku-" aku menghentikan ucapanku saat mbak ana melerai pelukannya.
"Sudah ya, gak perlu dibahas. Aku bahagia jika Bara bahagia." Ia sedikit tersenyum melihat mas Bara. Dari matanya aku tahu dia sangat sedih.