Veltika Chiara Andung tak pernah membayangkan hidupnya akan jungkir balik dalam sekejap. Di usia senja, ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang perempuan misterius yang memiliki anak lelaki bernama Denis Irwin Jatmiko. Namun, tak ada yang lebih mengejutkan dibanding fakta bahwa Denis adalah pria yang pernah mengisi malam-malam rahasia Veltika.
Kini, Veltika harus menghadapi kenyataan menjadi saudara tiri Denis, sambil menyembunyikan kebenaran di balik hubungan mereka. Di tengah konflik keluarga yang rumit, masa lalu mereka perlahan kembali menyeruak, mengguncang hati Veltika.
Akankah hubungan terlarang ini menjadi bumerang, atau malah membawa mereka pada takdir yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NinLugas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Romansa Bermula
Setelah seharian bekerja, Veltika selalu merasa tubuhnya lelah dan pikirannya penuh. Rutinitas sore harinya adalah momen yang sangat dia nanti-nantikan: waktu untuk meredakan ketegangan yang menumpuk. Di rumah besar milik keluarganya, segala fasilitas mewah selalu siap melayani setiap kebutuhannya. Salah satu kebiasaan yang tak pernah terlupakan adalah meminta Bu Sri, pembantu setia keluarganya, menyiapkan air hangat dengan aroma mawar yang menenangkan.
Setiap kali Veltika masuk ke kamar mandi, ia bisa mencium harum segar mawar yang menyelimuti udara, membantu meredakan ketegangan yang terasa di tubuhnya. Bu Sri selalu menyiapkan air hangat dengan cermat, memastikan aroma mawar yang lembut terasa menenangkan. Sesaat setelah Veltika masuk ke dalam bathub, ia bisa merasakan kehangatan air yang menyentuh kulitnya, membebaskan tubuhnya dari rasa lelah yang menempel sepanjang hari.
Setelah berendam, ia biasanya duduk di dekat jendela kamar, menikmati secangkir teh Jasmine yang baru diseduh, ditemani oleh croissant hangat yang selalu ia pesan dari toko roti favoritnya. Rasanya begitu sederhana, namun sangat berarti untuk menenangkan pikirannya. Sambil menatap matahari yang mulai tenggelam, Veltika menghabiskan waktu sendiri, menikmati ketenangan yang datang dengan rutinitasnya. Teh Jasmine yang harum dan croissant dengan lapisan renyahnya menjadi teman sempurna untuk mengakhiri hari yang sibuk.
Namun, kali ini rutinitas itu terasa sedikit berbeda. Suasana kamar yang seharusnya menenangkan, justru terasa lebih sepi dan kosong dari biasanya. Pikiran Veltika masih terlarut dalam bayang-bayang perasaan yang terus mengusiknya, terutama tentang hubungan dengan Denis yang semakin kompleks. Tapi, seperti biasanya, ia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri, berharap ketenangan ini bisa menghapus sedikit kekusutan dalam benaknya.
Veltika menatap layar ponselnya sejenak, melihat nomor yang tidak ia kenal. Panggilan itu datang di saat yang tidak tepat, saat dirinya sedang mencoba menenangkan pikiran yang sudah cukup kacau. Dengan perasaan ragu, ia meraih ponselnya dan menggeser layar untuk menjawab.
"Hello?" suaranya terdengar sedikit tersekat, mencoba menyembunyikan rasa cemas yang tiba-tiba muncul.
Di ujung sana, terdengar suara seorang pria yang terdengar cukup tenang, namun ada sedikit kekakuan dalam nada bicaranya. "Veltika, ini Denis."
Hati Veltika berdebar lebih cepat begitu mendengar nama itu. Suasana di sekitarnya tiba-tiba terasa lebih tegang. Ia tahu bahwa pembicaraan ini akan menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari.
"Ada apa, Denis?" tanya Veltika, suaranya lebih rendah, seolah dia sedang menyiapkan dirinya untuk sesuatu yang penting.
"Aku... aku ingin kita bicara. Tentang apa yang terjadi di antara kita," jawab Denis, suara itu seperti memantul pelan, mengisi keheningan di ruangan.
Veltika merasa udara seakan berubah menjadi lebih berat. Setelah apa yang terjadi beberapa hari terakhir, ia tahu bahwa percakapan ini bukanlah hal yang bisa ditunda lagi. Namun, di sisi lain, Veltika juga merasa takut—takut akan apa yang mungkin akan terjadi jika perasaan yang terpendam selama ini dikeluarkan begitu saja.
"Baiklah, Denis. Kita bisa bicara," Veltika akhirnya mengatakannya, mencoba terdengar tegas meski hatinya bergejolak.
"Ok, aku masuk," Sahut Denis yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar Veltika.
Veltika terkejut mendengar suara Denis yang menyahut dari belakang, dan sebelum dia sempat merespon, pintu kamar mandi yang terbuka perlahan itu mengungkapkan sosok Denis yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Denis, apa yang kau lakukan di sini?" Veltika berkata dengan nada cemas, mencoba menjaga jarak meskipun hati dan pikirannya sudah berantakan. Ada keheningan yang tiba-tiba melingkupi ruangan itu.
Denis tidak menjawab segera. Sebaliknya, dia melangkah masuk lebih dekat, matanya tetap tertuju pada Veltika, memperhatikan setiap gerakan dan ekspresi wajahnya. Veltika bisa merasakan ketegangan di udara, perasaan yang membingungkan, penuh dengan keinginan dan ketakutan yang bercampur aduk.
"Aku tidak bisa lagi menunggu untuk bicara, Veltika," ujar Denis, suaranya lebih lembut kini, namun tegas. "Aku merasa kita sudah cukup lama menghindar, terlalu lama mempertahankan jarak ini, padahal kita tahu ada sesuatu yang lebih dalam di antara kita."
Veltika memalingkan wajahnya, mencoba untuk menenangkan diri, namun hatinya terasa begitu kacau. "Denis, ini tidak bisa seperti ini," ujarnya, suara yang nyaris tidak terdengar. "Aku tidak ingin membuat semuanya lebih rumit, sudah cukup sulit tanpa ada alasan yang jelas."
Denis mendekat, menatapnya dengan mata penuh makna. "Tapi kita tidak bisa mengabaikan apa yang ada di antara kita, Veltika. Aku tahu kamu merasakannya juga."
Veltika merasa perasaan itu begitu kuat, semakin mendekat, namun ia tahu bahwa jika dia mengizinkan perasaan itu mendominasi, semua akan berubah. "Denis, aku... aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan," jawabnya, suaranya pecah. "Aku takut ini akan merusak segalanya, dan aku tidak siap kehilangan apa yang sudah ada."
Denis hanya diam sejenak, lalu perlahan menyentuh pundak Veltika, memberikan sentuhan yang terasa begitu dalam. "Terkadang, kita harus siap menghadapi takdir yang telah ditentukan, Veltika."
Dengan kata-kata itu, ketegangan semakin meluap, menciptakan momen yang membuat mereka berdua saling menatap, merasakan kekuatan yang tak terungkapkan di antara mereka. Tapi, di balik tatapan itu, Veltika tahu bahwa ada bahaya yang mengintai di depan mata mereka jika mereka melangkah lebih jauh.
Veltika terdiam sejenak, matanya melebar melihat Denis yang tanpa ragu mulai melepas piyama dan masuk ke dalam bathub yang sebelumnya telah dia siapkan untuk dirinya sendiri. Denis tampak tenang, seolah-olah tidak ada yang aneh dengan tindakannya, sementara Veltika merasa kebingungannya semakin mendalam.
"Denis, apa yang kau lakukan?" Suara Veltika bergetar, mencoba mempertahankan kendali atas dirinya, meski hatinya sedang dilanda kegelisahan.
Denis hanya tersenyum tipis, air dari bathub yang penuh dengan aroma mawar itu mengalir di sekeliling tubuhnya yang kini mulai basah. "Aku hanya ingin bersamamu, Veltika. Apa salahnya jika aku menemanimu sebentar?" kata Denis, suaranya dalam dan penuh ketegasan, namun ada kelembutan di dalamnya yang membuat Veltika terperangah.
Veltika ingin berkata sesuatu, namun bibirnya terasa terkunci. Lihatannya mengikuti Denis yang kini duduk di dalam bathub, matanya tidak lepas dari Veltika. Ada ketegangan yang semakin meningkat antara mereka, seperti dua kekuatan yang saling menarik.
"Mengapa kamu selalu datang seperti ini, Denis?" tanya Veltika, nadanya rendah, hampir seperti bisikan. "Ini salah. Kita tak bisa terus begini."
Namun, Denis tidak tergoyahkan. "Aku hanya ingin kamu tahu, aku tak bisa lagi berpura-pura. Tak bisa menahan perasaan ini lebih lama lagi. Kita berdua tahu ini bukan kebetulan."
Veltika menundukkan kepalanya, mencoba menenangkan pikiran yang berputar-putar di dalamnya. "Kita harus berhenti, Denis. Ini bukan sesuatu yang bisa kita lanjutkan. Ini akan merusak segalanya," katanya, meskipun hatinya merasa lebih sulit untuk berkata tidak.
Denis mengangkat tangannya, menyentuh pipi Veltika dengan lembut, memberikan sentuhan yang begitu hangat dan penuh pengertian. "Kita tak perlu takut, Vel. Takdir sudah mempertemukan kita, dan aku yakin kita akan temukan jalan."
Namun, Veltika tahu betul bahwa langkah yang mereka ambil bersama ini akan mengubah segala hal yang telah mereka kenal, dan itu membuat hatinya terhimpit. Dia ingin melawan perasaan ini, tetapi semakin dia berusaha menjauh, semakin kuat tarikan tak terelakkan yang datang dari Denis.
*apa yang akan terjadi selanjutnya, saksikan terus ya,*
Mereka berdua terdiam dalam ketegangan itu, saling memandang tanpa kata-kata.