*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Pernikahan Yudha dan Weny
...Datangmu terlalu ramah, sehingga diriku terburu-buru memberi tempat. Karena sebenarnya engkau hanya ingin singgah bukan menetap. Bukan kamu yang jahat hanya saja KETULUSANKU yang salah tempat....
Yudha masuk ke kamar dan melihat istrinya yang sedang duduk di sofa sambil menatap ke luar. Pria itu juga duduk di sampingnya.
"Kamu bertengkar lagi dengan ibu?" tanya Yudha pelan.
"Apa aku pernah bertengkar dengan ibu? Kamu pasti tahu bagaimana ibumu, Mas?" tanya Vira.
Yudha meraih tangan Vira dan menggenggamnya. Dia tahu bagaimana ibunya. Selama ini Vira yang selalu mengalah.
"Kamu juga tahu'kan bagaimana ibu? Aku harap kamu lebih bersabar menghadapi ibu. Usianya makin tua, sehingga makin rewel. Tidak perlu sampai membanting gelas. Jika ibu sudah sangat keterlaluan katakan saja padaku," ujar Yudha dengan hati-hati.
Vira menatap wajah suaminya kaget. Kenapa jadi dia yang dikatakan melempar gelas.
"Apa Mas percaya jika yang melempar gelas itu aku?" tanya Vira sambil tersenyum sinis.
"Entahlah, Vir. Selama ini kamu memang selalu bersabar menghadapi ibu. Tapi aku nggak tahu saat ini. Jika kamu ingin marah, marahlah denganku. Aku tidak akan membalasnya."
Vira berdiri dari duduknya dan melangkah keluar dari kamar. Yudha mengikuti dari belakang. Ternyata Vira menemui ibu mertuanya.
Ibu Desy yang sedang duduk manis dengan Weny kaget melihat kehadiran Vira. Ibu langsung berubah duduknya.
"Apa yang ibu katakan pada Mas Yudha? Jangan membalikkan fakta. Ibu yang melempar gelas itu, kenapa jadi aku yang tertuduh?" tanya Vira dengan suara tinggi.
Napasnya tampak memburu, mungkin menahan amarah yang terpendam. Dia tidak menyangka ibu mertuanya tega membalikan fakta.
"Ibu tidak ada mengatakan kamu yang melempar. Ibu juga tidak melemparnya. Gelas itu tidak sengaja terjatuh," ucap Ibu.
Vira membalikkan badan, menghadap suaminya. Dipandangi wajah pria itu dengan tatapan menohok.
"Mas dengar sendiri apa kata Ibu. Jadi Mas bisa simpulkan siapa yang salah? Dalam jam yang sama ucapan ibu langsung berubah," ujar Vira.
"Maaf, Mbak Vira. Ini bukan salah ibu. Aku yang salah. Tadi saat datang aku melihat gelas pecah dilantai. Aku pikir Mbak yang melempar. Jadi aku katakan itu pada Yudha," ucap Weny.
Vira bertepuk tangan mendengar ucapan Weny. Tersenyum sinis dengan wanita calon madunya itu.
"Dengarkan baik-baik, kamu saat ini belum ada hubungan apapun dengan ibu dan Yudha. Kamu baru calon istri. Seharusnya kamu jangan ikut campur dengan urusan keluarga kami. Apa lagi sampai memfitnah. Ingat kata-kataku, ini rumahku ... siapapun yang masuk ke sini berarti mereka tamu. Jadi sebagai tamu, bersikap yang sopan dan tahu diri!" ucap Vira.
Setelah mengatakan itu, Vira melangkah meninggalkan mereka. Vira masuk kembali ke kamar. Berada diantara Weny dan ibu mertuanya bisa membuat dia naik darah. Wanita itu tidak ingin menjadi marah yang terlewati batas.
Yudha tidak dapat berkata apa-apa. Dia hanya bisa menarik napas dalam. Apakah ini yang akan dia hadapi besok? Weny, Vira dan Ibunya. Mana yang akan dia bela nantinya. Antara Vira dan ibu saja dia telah pusing, ditambah lagi Weny.
Yudha masuk ke kamar dan meminta maaf pada Vira karena telah menuduhnya. Dia tak ingin istrinya itu makin membenci ibunya.
"Atas nama ibu, aku minta maaf."
"Sudahlah, Mas. Sudah capek aku mendengar kata maaf. Aku mau tidur," ucap Vira. Dia langsung merebahkan tubuh tanpa pedulikan suaminya lagi.
****
Hari ini, di rumah kediaman Vira tampak sedikit keramaian. Ada tetangga dekat dan juga keluarga dari Weny yang datang sebagai saksi pernikahan Yudha dan Weny.
Rumah kediaman Vira cukup besar untuk menampung seratusan tamu undangan. Rumah ini dia beli dari hasil tabungan selama bekerja ditambah bonus-bonus yang dia dapat dari perusahaan.
Ditengah ruangan terdapat meja. Tempat nanti Yudha mengucapkan ijab kabul.
Saat ini Yudha telah duduk berhadapan dengan ayahnya Weny dan juga Bapak penghulu. Ada dua saksi yaitu teman dekat Yudha dan Weny.
Dibelakang ayahnya, duduk Weny dan ibunya. Sedangkan dibelakang Yudha duduk ibunya dan Vira. Semua tamu undangan yang mengenal Vira, memandangi wanita itu.
Entah apa yang ada dipikiran para tamu undangan itu. Tampak beberapa diantara mereka berbisik-bisik sambil menatap Vira.
"Apakah semua telah siap? Jika telah siap, kita mulai ijab kabul ini?" tanya Bapak Penghulu.
Vira menarik napas dalam. Detak jantungnya terasa cepat. Siapkah Vira dengan keadaan saat ini? Menyaksikan sendiri suaminya menikah lagi dengan wanita lain? Jika kita katakan siap, pastilah tidak siap. Walau bibir berkata ikhlas, tapi hati tidak bisa berbohong jika dia merasa sedih karena harus berbagi cinta.
...****************...
Selamat sore. Sambil menunggu novel ini update bisa mampir ke novel teman mama di bawah ini.