🌹Lanjutan Aku Bukan Wanita Penggoda🌹
Awas baper dan ketawa sendiri! 😁
Ayesha Putri Prayoga, seorang gadis bertubuh gemuk itu menyaksikan langsung kekasih yang sangat ia cintai tengah bercinta dengan sahabatnya sendiri.
Sakit hati Ayesha membuatnya menepi hingga bertemu dengan Kevin Putra Adhitama, pria dingin kaku dan bermulut pedas.
Dan, takdir membawa mereka menjadi sepasang suami istri karena dijodohkan.
Sikap Kevin yang menyebalkan selama pernikahan membuat banyak perubahan dalam diri Ayesha termasuk tubuh gemuknya, hingga semakin hari Kevin pun semakin terpesona dengan kepribadian sang istri.
Namun di saat benih cinta itu muncul, Ayesha kembali dekat dengan mantan kekasihnya yang muncul sebagai partner kerjanya di kantor.
"Ayesha, aku masih mencintaimu dan ingin memilikimu kembali," gumam Tian, mantan kekasih Ayesha dulu yang membuatnya sakit hati.
Mampukah Kevin mempertahankan pernikahannya? Siapa cinta yang Ayesha pilih? Suami atau cinta pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan sia-siakan dia!
“Ini buat aku, Ay?” tanya Nindi.
“Iya, khusus buat kamu.” Ayesha menduduki mejanya setelah meletakkan dua bungkus rempeyek di meja Nindi.
“Wah, baik sekali kamu.”
Ayesha tersenyum dan mulai menyalakan laptopnya.
“Ay, nanti siang makan di kantin ya. Temenin aku. Masa udah sebulan lebih kamu di sini tapi ga pernah makan di kantin. Makan siang pakai aplikasi terus. Ga bosen apa?”
“Ga sempet, Nin.”
“Pekerjaan mah ga akan pernah selesai, Ay. Besok ada lagi, ada lagi. Jadi tetap harus fun,” kata Nindi.
Nindi memang wanita ceria. Walau usianya di atas Ayesha tiga tahun, tapi dia tidak pernah mau dipanggil mbak. Katanya embel-embel itu membuatnya menjadi tua. Padahal Ayesha hanya ingin menghargai Nindi yang lebih tua darinya.
“Nin, kalau libur kamu ke mana?” tanya Ayesha disela-sela kesibukan mereka yang sedang tengah bekerja.
Nindi memang tidak tinggal bersama keluarganya di sini. Ia asli orang Subang, Jawa Barat. Semua keluarganya tinggal di sana. Walau di sini ia memiliki kerabat, tapi Nindi memilih untuk ngekos di dekat kantor.
“Ya, paling leha-leha di rumah. Atau ke salon spa, kalau abis gajian.”
“Ini kan abis gajian, berarti hari minggu mau ke salon?” tanya Ayesha lagi.
“Kamu mau?” Nindi balik bertanya.
“Boleh.” Ayesha mengangguk. “Kebetulan aku juga lagi suntuk. Mau pontong rambut, buat buang si*l.”
Nindi tertawa. “Memang kamu si*l kenapa? Perasaan hidupmu baik-baik saja.”
Ayesha menatap ke arah Nindi yang juga sedang menolehnya. Mendengar perkataan Nindi mengingatkan Ayesha dengan seseorang. “Kata orang, Jangan pake perasaan!”
Nindi tertawa. “Lagi sensi kamu ya? Efek terlalu banyak kerja kamu, Ay. Tuh liat aja, badan kamu aja kurusan tau.”
Ayesha memandang dirinya sendiri. “Masa?”
“Iya, coba aja nimbang.”
“Aku musuhan sama timbangan,” jawab Ayesha, membuat Nindi kembali tertawa.
“Ay ... Ay ... ada-ada aja kamu.”
Waktu terus bergeser. Hari semakin siang. Tibalah jadwal para karyawan untuk ishoma, istirahat sholat dan makan.
“Ay, ayo makan siang! Udah jam dua belas lewat nih.” Nindi menarik lengan Ayesha. “Emang kamu ga laper.”
“Laper lah, Nin. Aku udah ngga pernah sarapan karena ...” Tiba-tiba Ayesha tak melanjutkan perkataannya.
“Karena apa? Tante kamu ga bikinin sarapan.” Yang Nindi tahu, Ayesha tinggal bersama adik ibunya yang bernama Nisa.
Ayesha tersenyum dan mengangguk. Ia terpaksa berbohong pada Nindi.
“Makanya, Ayo makan! Di kantin makanannya variatif dan enak-enak. Dijamin nagih. Bosen pakai aplikasi terus. Yuk ah!” Nindi terus menarik lengan temannya satu divisi-nya itu.
“Iya, iya. Tunggu! Aku rapihin mejaku dulu,” jawab Ayesha yang kemudian beranjak dari duduknya dan mengikuti langkah Nindi.
Nindi mengalungkan lengannya di lengan Ayesha. Mereka pun beralih ke kantin bersama.
Di kantin, Kevin dan Sean sudah duduk di sana. Tak lama kemudian, Aldi dan Kayla pun datang menghampiri. Seperti biasa, setiap hari Jumat Aldi selalu menyempatkan diri ke gedung ini untuk mengajak Kayla makan siang di luar.
“Wes, ada pengantin baru nih,” ledek Aldi yang baru bertemu Kevin lagi setelah hadir di pernikahan pria itu.
Jumat kemarin, Aldi memang tidak menjemput Kayla ke sini, karena mereka langsung janjian di sebuah tempat makan.
“Udah ngersain ehem ehem dong, Kev?” tanya Aldi dengan kode.
“Al, kamu tuh ya. Ngeledekin Kevin terus. Dia lagi sensi tau.” Pertanyaan Aldi pun dijawab Kayla.
“Iya nih. Macem-macem kena sembur lu. Gue aja dari pagi udah kena sembur berapa kali nih hari ini,” sambung Sean.
“Lu udah kaya mbah dukun, Kev. Maen sembar sembur orang,” ucap Aldi yang membuat Sean dan Kayla tertawa, tapi tidak dengan Kevin.
“Udah deh, bisa diam ngga sih lu pada. Gue lagi mau makan dengan tenang," kata Kevin yang tengah menyuapkan makanan ke mulutnya dengan lahap.
“Lah, emang lu ga dibikinin sarapan sama istri lu, Kev. Sampe makan kaya orang kesetanan gini.”
“Dia ga sempet. Banyak kerjaan,” jawab Kevin, menutupi kekurangan Ayesha.
“Cie ... udah ngebelain dia nih ceritanya,” celetuk Sean. “Kemarin-kemarin ngedumel, katanya dia ga bisa masak.”
“Ya, selain emang dia ga bisa masak. Dia juga emang sibuk. Lu juga tahu sendiri kan, Sean. Divisinya memang lagi kejar target.” Kevin masih membela Ayesha di depan sahabat-sahabatnya.
Sean pun mengangguk.
“Aku juga ga bisa masak,” celetuk Kayla.
“Ngga apa-apa, Sayang. Lagian nanti kalau kita nikah, kamu ga akan aku suruh masak. Kamu cukup diatas tempat tidur aja buat ngelayanin aku.”
“Naj*s.” Sontak Sean bercelatuk kesal, mendengar ucapan temannya yang mesum tingkat dewa.
Sedangkan Kayla hanya tertawa dan Kevin menggelengkan kepalanya.
“Ngomong-ngomong lu masih virgin kan, Kay? Secara kalian pacaran udah lama banget loh. Gue ga yakin lu tahan sma cowok mesum ini,” ucap Sean melirik ke arah dua sahabatnya, Kayla dan Aldi.
“Sembarangan, ya masih lah. Mau dikeluarin dari kartu keluarga,” jawab Kayla.
“Iya lu sembarangan. Gue bisa babak belur sama sepupunya kalau macem-macemin Kayla.” Aldi melirik ke arah Kevin yang sedang duduk dengan melipat kedua tangannya di dada sambil melirik ke arah Aldi.
“Cool Kev, gue ga pernah macem-macemin Kayla, sumpah!” Aldi nyengir dengan menaikkan kedua tangannya ke atas.
Sean dan Kayla hanya tertawa.
“Eh itu ada Ayesha,” ucap Kayla saat melihat Ayesha dan Nindi berjalan membawa nampan dan duduk di tempat yang cukup jauh darinya.
Mata Kevin langsung menuju ke arah itu. Sean dan Aldi pun demikian, tapi tidak dengan Ayesha. Wanita itu tampak biasa saja dan tidak melihat kursi yang Kevin duduki, kursi itu adalah kursi yang sudah dilabeli dan khusus untuk para petinggi perusahaan. Karyawan biasa tidak boleh menduduki kursi itu karena kursinya jauh lebih empuk dari kursi yang lain, karena tempat ini juga salah satu tempat untuk bertemunya klien selain ruang rapat atau ruangan Kevin, ketika klien itu menginginkan bertemu di gedung ini.
“Eh ada yang beda deh kayanya,” ucap Kayla lagi. “Ayesha kurusan. Bener ga sih?”
Aldi dan Sean semakin intens menatap Ayesha di sana.
“Ah, biasa aja. Ngga keliatan,” ucap Aldi.
“Iya, sih Kay. Dia kayanya kurusan. Pusing kali jadi istri calon CEO,” sahut Sean.
“Iya apalagi calon CEOnya ini dingin dan pedes kalo ngomong,” sambung Kayla.
“Kev, kamu jangan galak-galak sama dia! Dia itu wanita baik. Jangan sampe kamu nyesel loh udah sia-sia in dia,” kata Kayla lagi sembari menatap sepupunya yang sesekali menunduk sambil memainkan gelas didepannya dan sesekali melirik ke arah Ayesha.
Memang Kevin mengakui bahwa Ayesha adalah wanita yang baik. Walau Ayesha kesal karena kata-kata Kevin yang menyakitkan, tetapi ia selalu berusaha memenuhi kewajibannya sebagai istri dengan menyiapkan pakaian Kevin sebelum kerja atau setelah pulang kerja. Walau Ayesha tidak bisa memasak, tetapi ia berusaha menyiapkan yang lain yang ia bisa seperti membuat teh hangat. di tambah, pagi ini Kevin kembali melihat kebaikan Ayesha di lampu merah tadi.
Kevin terdiam dan berpikir.
Kevin memang bukan pria penggoda wanita atau player yang suka bergonta ganti wanita. Ia hanya dingin dan tegas sehingga terkadang karena ketegasannya, kata-kata yang keluar itu bagai pisau. Dan, ia sendiri pun mengakui itu.
Ayesha tidak sakit hati pada Kevin karena diduakan atau diselingkuhi seperti yang kekasihnya dulu lakukan. Tapi lebih pada mulut pedas Kevin yang keluar tanpa penyaringan. Sama-sama luka tak berdarah, tapi lebih sakit mana? Entahlah.
“Hai, Ay. Akhirnya makan di kantin juga.” Tiba-tiba Danu duduk di lingkaran meja yang diduduki Ayesha dan Nindi.
Ayesha tersenyum. “Iya, Pak. Akhirnya sempat juga turun ke kantin.”
“Ayesha terlalu gila kerja, Pak. Makan aja sambil kerja, padahal kerjaan mah ga akan ada habisnya. Besok juga ada lagi, ada lagi.” Nindi ikut menyahut.
“Benar itu, Ay. Jangan sampe kamu sakit! Ga lucu kan baru beberapa bulan bergabung di sini terus kamu sakit dan masuk rumah sakit. Nanti dikira orang, kerja disini kaya romusa.”
Danu tertawa, diikuti oleh anggukan Nindi dan Ayesha pun ikut tersenyum. Senyum yang manis yang ia tampakkan untuk Danu.
Di seberang sana, Kevin melihat senyum manis itu yang ditujukan pada pria selain dirinya. Padahal waktu itu ia pernah mendapatkan senyum manis itu. Senyum manis saat Ayesha berterima kasih pada Kevin yang telah menolongnya di kuta Bali.
Di sana, Aldi dan Kayala sudah pamit pada Kevin dan Sean untuk makan siang di luar. Namun, Kevin tidak fokus dengan Aldi dan Kayla yang berpamitan. Arah matanya masih tertuju pada Ayesha, Nindi, dan Danu.
“Ey, Ay. Dari tadi kursi CEO natapnya ke arah sini terus deh,” ucap Nindi pada Ayesha dan Danu.
“Masa sih?” Danu menoleh ke arah Kevin dan benar saja, Kevin tengah menatap ke arahnya.
Danu pun langsung tersenyum dan membungkukkan separuh tubuhnya ke arah Kevin sebagai tanda hormat.
“Pak Danu, emang bener ya Pak Kevin itu udah nikah?” tanya Nindi membuat Ayesha terbatuk. “Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...”
“Aduh, Ay. Pelan-pelan makannya.” Danu dengan sigap memberi Ayesha minum dengan membantu menuangkan minuman itu langsung ke bibir Ayesha sambil mengusap punggungnya. “Hati-hati kalau makan, Ay.”
Cara Danu yang berlebihan, semakin membuat Kevin menatap tajam ke arah itu. Lalu, Kevin bangkit dari tempat duduknya dan segera pergi. Sean pun mau tidak mau mengikuti Kevin, padahal ia belum menghabiskan makanannya.
“Bos, tunggu.” teriak sean yang terus mengejar bos sekaligus sahabatnya itu. Ia tahu, kevin tengah cemburu, tapi ia pun kesal karena sikap kevin yang berubah-ubah pada Ayesha.
Kevin memasuki ruangannya dengan kesal dan masih diikuti Sean.
“Kalo cinta bilang Bos,” ucap Sean sembari tangannya menutup pintu ruangan itu.
“Siapa yang cinta?” tanya Kevin.
“Situ lah, siapa lagi? Masa gue? Kalo gue cintanya tetep buat Neng Kinara.”
Kevin duduk di kursi kebesarannya dengan memainkan ballpoin bahkan melempar benda itu asal.
“Dih, lu kesel liat Ayesha dideketin Danu?” tanya Sean lagi.
“Emang dia suka sama istri gue?” Kevin balik bertanya.
“Cie ... romannya udah mulai mengakui nih? Lu sih pake ada acara perjanjian pra nikah segala. Sekarang Ayesha ga salah dong kalau dideketin orang kantor. Toh ga ada yang tahu kalau dia udah nikah.”
“Ck. Tau ah. Gue males mikir yang beginian. Terserah dia mau sama siapa? Gue ga peduli.” Kevin kembali mengambil kertas-kertas di depannya untuk mulai bekerja.
“Yakin?” Sean kembali meledek bosnya, lalu bangkit dan hendak keluar lagi dari ruangan ini. “Udah ah, gue juga balik ke ruangan gue.”
“Kev, inget kata Kayla tadi.” Sean kembali berkata sebelum menutup kembali pintu ruangan itu. Kali ini Sean serius. “Jangan sampe lu nyesel udah sia-sia in dia.”
itu sih namanya bukan cinta tapi nafsu, cinta itu melindungi bukan merusak.