Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tristan Kepergok Sedang Nganu??
"Boleh dong. Ayo, Amira, nanti Ibu jadiin tambahan nilai buat kamu," bujuk Bu Wiwit yang juga terkesima pada paman dan keponakan yang tampan nan hot itu.
"Anu ... Bu, emm ... i-itu -" Amira gelagapan sampai wajahnya pucat dan berkeringat dingin.
"Amirah, saya berikan 10 poin untukmu," ucap Tristan sambil menyunggingkan senyum.
"Ya, saya juga bisa berikan kamu 10 poin jika pantunmu dapat menyentuh hati saya," tutur Reyhan yang juga malah mendukung.
Amira di panggung sampai ketar-ketir.
"AYO! AYO! AYO! AYO!"
Teriakan dari para murid pun semakin mendorong rasa ketidakberdayaan Amira. Hingga Amira akhirnya memutuskan harus berpikir kuat untuk menyusun pantun demi memuaskan keinginan para murid.
Kalau nolak, kayaknya aku bakal langsung dikucilkan di sekolah. Siapa tadi yang nyuruh aku gombalin mereka pake pantun? Aku tandain mukanya! Awas aja! (Batin Amira geram)
"Oke, oke, tenang!" ucap Amira sambil menyuruh para murid untuk diam. Dia mengontrol suasana hatinya dulu agar otaknya dapat berpikir jernih.
Suasana Aula pun mulai kondusif.
"Buat Pak Tristan dulu, ya. Dari para murid yang mengagumi Bapak, aku di sini mau ngewakilin isi hati mereka," jelas Amira pada Tristan.
"Bumi adalah planet ketiga."
"Cakep!"
"Di alam tata surya."
"Cakep!"
"Sampai kapan Bapak tega. Bikin kami naksir enggak berdaya," lanjut Amira.
"Buahahhaaa ... bravo, Amira, bravo! 100 jempol buat kamu, wkwkwk!"
"Liat, Pak Tristan pipinya langsung merah. Ciee, Pak Tristan malu niyeee~," goda para murid sampai membuat Tristan tersipu malu.
Tristan langsung memberikan nilai 10 poin untuk Amira.
"Sekarang buat Pak Reyhan, Ra!" teriak murid-murid perempuan yang tidak sabaran.
"Ehem, buat Pak Reyhan? Apa, ya?" Amira berpikir keras sambil menatap Reyhan yang sedang mengedipkan sebelah matanya diam-diam. Genit.
"Pagi-pagi makan rendang sapi."
"Cakep!"
"Siangnya makan ketoprak."
"Cakep!"
"Aku selalu siap kalau Senin harus bangun pagi. Apalagi bangun rumah tangga sama Bapak," lanjut Amira yang langsung bersembunyi di balik tubuh Julian karena Tristan tampaknya tidak terima. Matanya melotot sampai hampir ke luar dari rongganya.
"Anjayy, keren, keren!"
"Amira nih, senggol dong."
"Slebewww."
"Amira, aku padamu pokoknya, hahaha ...."
Para murid langsung bersorak ria. Ada yang sampai salto tak karuan. Ada yang berteriak histeris. Ada yang meniupkan terompet sambil pukul-pukul meja. Ada pula yang sampai menggila. Suasana Aula semakin riuh seperti stadion sepak bola.
Amira pun bergegas turun dari panggung beriringan dengan Julian. Punggung Amira seperti tertusuk karena ditatap sangat tajam oleh Tristan dari belakang. Seolah tatapan itu merupakan sebuah peringatan keras dari Tristan.
°°°
Jam istirahat!
Amira, Uci dan Sofi yang baru selesai mengisi perut dengan mie ayam, berpindah tempat mencari tempat yang teduh nan nyaman untuk berbincang karena mereka diberikan kelonggaran waktu untuk istirahat.
Ponsel Amira sejak tadi bergetar terus. Pesan masuk dari Reyhan yang menyuruhnya untuk pergi ke ruangannya. Namun, Amira malas meladeni. Jadi dia diamkan pesan itu.
Di tengah kebersamaan mereka, Amira melihat Siska masuk diam-diam ke ruangan Tristan. Bisa dilihat dari kejauhan, Siska mengendap-endap seperti maling.
Hati Amira langsung terasa panas. Dia beranjak bangun.
"Heh, mau kemana?" tanya Sofi sambil menahan tangan Amira yang hendak pergi begitu saja tanpa bilang apa-apa.
"Ah, a-aku mau ke toilet dulu. Udah kebelet banget ini," bual Amira sambil pura-pura menjepit pahanya.
"Lho, kan sebelum istirahat barusan kamu udah ke toilet. Masa ke toilet lagi?" kata Uci heran.
"Ya gimana lagi, namanya juga kebelet, Ci. Gak bisa diprediksi."
"Yaudah sana, cepet ya. Jangan kelamaan. Aku mau curhat tentang si Farel," ujar Sofi dengan wajah badmood.
"Wokeh!"
Amira segera berlari dan menghilang dari pandangan mereka berdua. Dia melipir melalui jalan tikus untuk sampai di ruangan Tristan.
Amira celingak-celinguk memeriksa kondisi sekitar. Aman. Dia pun mengintipnya diam-diam dari celah jendela.
"Kamu tahu siapa yang memposting foto kita?" tanya Tristan dengan mimik serius.
"Tidak. Aku juga sama terkejutnya sepertimu," jawab Siska dengan nada manja. "Biarkan saja, Tan. Pasti itu orang sirik yang tidak senang melihat kedekatan kita."
"Biarkan saja? Kamu tidak lihat kolom komentar? Semua murid membicarakan kita, Siska!" protes Tristan.
"Nanti juga akan mereda dengan sendirinya. Mengenai kejadian kemarin di apartemen, kamu tidak mau tanggung jawab? Tidak ada niat serius kah denganku?" goda Siska sambil duduk di meja Tristan dan mengurung Tristan yang tengah duduk di kursinya dengan kedua tangan.
Mata Amira berkedut memerah panas. Sejenak dia alihkan pandangannya dari posisi Siska pada Tristan yang sangat membagongkan itu.
"Siska!" seru Tristan memperingati dengan kening mengernyit.
Wajah mereka sangat dekat. Siska seperti siap melahap bibir Tristan bulat-bulat.
"Tan, selama ini apa kamu tidak tahu seperti apa isi hatiku?" tanya Siska lirih sambil meraba dada bidang Tristan.
"Siska, ini di sekolah!"
"Kenapa memangnya kalau di Sekolah? Tidak ada yang akan lihat ini. Tan, aku ...."
Amira melihat kepala Siska memiring dan kian mendekati Tristan. Perkataannya pun terputus. Sudah bisa dipastikan Siska sedang mencium Tristan.
Amira berbalik sambil meremas ujung seragamnya dengan kuat. Matanya panas berkaca-kaca. Dia pun menyeret kakinya pergi dari situ sebelum sakit hatinya semakin dalam.
Namun, tiba-tiba saja Reyhan memanggilnya dari ujung koridor.
"Rara!" panggil Reyhan sambil merekahkan senyumnya yang manis.
Suara Reyhan cukup kencang sampai membuat Siska dan Tristan yang ada di dalam ruangan terlonjak kaget.
Amira tidak ingin bertemu Reyhan dalam suasana hati kacau seperti itu. Dia berbalik dan saat hendak melarikan diri, Reyhan sudah terlanjur menggenggam tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam ruangannya yang berada di paling ujung.
Tristan menarik diri sambil menatap jijik pada Siska. Dia beranjak bangun dari duduknya sambil menaikan dagu dengan wajah angkuh.
"Lain kali, perhatikan sikap dan cara bicaramu. Jangan buat orang lain semakin salah paham. Hubungan kita hanya sebatas rekan sesama Guru, tidak lebih dan tidak akan pernah lebih! Mengenai guci ibumu yang aku pecahkan kemarin, aku pasti akan tanggung jawab," jelas Tristan dengan penuh penekanan sambil angkat kaki dari ruangannya.
"Tapi, Tan!"
"Tristan!" panggil Siska sambil merengek dengan wajah memelas. Air matanya tumpah tak tertahan. Tristan sudah memperjelas hubungannya sampai seperti itu.
Hatinya terasa tertusuk ribuan duri.
Tristan berjalan menelusuri koridor sambil melihat kiri kanan. "Tadi bukannya suara Reyhan?" gumam Tristan. "Ke mana dia? Siapa yang dia panggil?"
....
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor