Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
“Masuk!”
Itu suara Candra. Kalau dia ada di dalam sendirian, apa itu artinya Deril sedang berdua dengan Karina? Pikir Shima.
Shima membuka pintu dan melihat Candra sedang menunduk ke arah dokumen yang dibacanya di meja.
Begitu melihat Shima sedang berjalan ke arahnya, Candra langsung berdiri dan membungkuk hormat.
“Nyonya ...?” katanya heran.
“Jangan sungkan begitu, Pak Candra, ini kantor, aku diminta manager menyerahkan ini padamu, katanya ini dokumen yang kamu minta.”
Candra melihat dokumen yang diletakkan Shima di atas meja dengan tidak bersemangat, dia justru mempersilahkan Shima duduk di tempat duduknya.
“Silahkan duduk, Nyonya!”
“Apa Karina ada di dalam?“
Shima menolak permintaan Candra untuk duduk di kursinya secara halus. Sebaliknya dia justru bertanya tentang hal yang membuatnya penasaran.
“Nyonya ingin tahu?” Candra bertanya dengan maksud tertentu. Dia akan melakukan sesuatu jika Shima benar-benar ingin melihat Deril dan Karina di ruang sebelah.
“Aku tidak penasaran dengan apa yang mereka lakukan, aku hanya tanya apa Karina ada di sana?” Shima berkata sambil menunjuk ruang sebelah dengan dagunya.
“Ya!” jawab Candra datar.
Ada dinding pembatas berupa kaca transparan, antara ruang Deril dan Candra. Dari pantulan kaca dua arah itu, mereka bisa melihat aktifitas masing-masing. Namun, kaca itu baru terlihat jika menyalakan sebuah tombol di meja.
Candra tidak ingin melihat hal yang tidak enak, oleh karena itu dia mematikannya. Begitu juga Deril yang tidak ingin orang lain tahu dengan kegiatan Karina selama bersamanya, maka dia pun melakukan hal yang sama.
Biasanya, mereka akan mengaktifkan mode kaca transparan jika memang diperlukan saja.
Shima tidak peduli apa pun yang dilakukan Deril dan Karina di sana, toh mereka sudah melakukan perselingkuhan itu sejak lama. Kalau dia melihat mereka, justru bisa membuatnya sakit mata.
“Oh, ya! Kalau tidak ada yang harus aku lakukan terkait dokumen itu, Aku pergi dulu!” kata Shima.
“Nyonya tahu, apa isi dokumen ini?”
Shima mendekat ke Maja dan membuka dokumen di hadapan Candra.
“Apa ada yang salah? Tapi aku gak melakukan apa-apa pada berkas ini! Tadi manajer cuma bilang, itu dokumen yang kamu minta!” Shima buru-buru meluruskan agar tidak ada salah paham dari berkas yang dibawanya.
“Saya tahu Anda tidak melakukannya, ini ... memang tidak sesuai!”
“Apa kamu merasa kalau dia sedang mengerjaiku? Jangan marah Pak Candra, aku tahu mereka memang sengaja dan sepakat dalam hal ini!”
“Nyonya...,“ Candra merendahkan suaranya, dia merasa tidak enak.
“Jangan marah pada manajer, nanti mereka gak puas! Aku gak apa-apa.”
Candra tertegun, menyadari sesuatu bahwa, sekarang Shima sangat dewasa dan tidak manja seperti saat masih bersama Deril dulu. Hampir setiap hari dia dibuat pusing dengan permintaan Shima yang tidak pernah bosan mengerjainya.
Namun, sekarang Shima begitu bijaksana dalam menghadapi orang yang mengerjainya.
“Maafkan aku Pak Candra, karena aku sekarang kamu nambah kerjaannya,” kata Shima sambil tersenyum serba salah.
"Tidak apa-apa, Nyonya!"
Shima kembali ke mejanya dengan santai, seolah-olah tidak ada apa pun yang terjadi. Tentu saja sikap Shima tidak seperti yang diharapkan oleh rekan-rekannya.
Shima pasti dimarahi. Shima pasti dimarahi, kan?
Namun, mereka salah sebab Shima tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Apa orang yang ada di belakang Shima adalah asisten Candra, tapi bukanlah asisten sudah beristri?
Jangan-jangan Shima adalah...
Kalau benar begitu, perempuan ini menjijikkan sekali. Pikir mereka. Setelah Shima pergi tadi, mereka saling bergosip dan menebak apa yang akan Shima dapatkan di ruangan Candra.
“Apa yang dikatakan asisten Candra padamu soal berkas itu?” tanya wakil manajer tanpa beranjak dari mejanya. Ucapannya sangat keras hingga bisa didengar beberapa orang di sekitar.
“Kata Pak Candra, dokumennya salah! Itu saja!” Shima tersenyum puas, saat bicara.
Ya, dengan pergi ke kantor Candra, satu misinya selesai.
Dia tidak mengira akan secepat ini bisa menempelkan kamera pengintai di meja Chandra. Awalnya dia pikir akan butuh waktu lama hingga, punya kesempatan memata-matai semua orang terdekat Deril. Namun, teman-temannya yang culas, justru mempercepat prosesnya.
“Lalu, mana sekarang dokumen itu, kenapa kamu gak bawa lagi kemari?” tanya manajer.
“Gak tahu! Pak Candra gak ngasih lagi pada saya! “
“Dia pasti marah sama kamu, kan? Soalnya kamu yang bawa dokumennya! “
“Oh, kenapa bisa begitu, memangnya apa isi dokumen itu, apa ada yang salah?”
Mendengar pertanyaan Shima, manajer itu melotot padanya.
“Manajer, saya memang yang bawa ke sana, tapi bukan saya yang buat dokumennya. Jadi, kenapa Pak Candra harus marah pada saya? Orang kalau jadi asisten direktur itu gak bodoh!“
Semua orang berpandangan hingga mereka yakin kalau Candra adalah, orang yang menjadi pendukung Shima. Buktinya, pria itu tidak melakukan apa-apa padanya.
Pada saat yang sama, manajer mendapatkan panggilan dari asisten Candra.
“Sial! “ pekiknya kesal, sambil melangkah pergi dan melirik Shima sinis.
Lela datang ke samping meja Shima dia tahu kalau orang memiliki pendukung, tidak boleh dimusuhi apalagi dikerjai.
“Shima, mau makan siang denganku? Aku punya rekomendasi restoran yang murah tapi enak,” katanya.
Shima tersenyum tipis dan menjawab, “Aku punya sakit lambung, aku gak bisa makan sembarangan, jadi aku bawa bekal makan siang! “
“Oh! Kapan-kapan aku mau bawa bekal saja kalau begitu, biar bisa makan bareng kamu.”
“Hmm...!”
Shima menyambut orang yang baik dengan sikap baik juga. Dia tidak memiliki teman akrab selain Nadisa, di kantor ini juga dia tidak berniat menjalin pertemanan. Dia tahu Lela mendekati karena memiliki nasib yang sama. Dia pernah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan seperti Shima. Bedanya, Shima bisa melawan, sedangkan, Lela hanya pasrah saat dikerjai orang.
Saat makan siang tiba, Shima makan sendiri di kantor sambil melihat-lihat barang bagus di market place ternama. Sementara semua orang keluar untuk makan.
Tiba-tiba dia terkejut mendengar sebuah suara.
“Gak makan siang?” itu suara Deril, yang membuat Shima nyaris jantungan.
Perempuan itu segera menunjukkan kotak bekal makan siangnya pada orang yang bertanya.
“Oh! Kamu masak sendiri?”
“Ya, kamu kalau makan makan, cepat pergi sana, jangan di sini!”
Candra yang berdiri di belakang Deril hanya menatap ke depan tanpa ekspresi. Rahangnya terlihat mengeras dan keningnya berkerut. Sementara tuannya, sedang asyik menggoda pegawai baru tanpa takut akan mendapatkan isu.
“Kamu mengusirku?” Deril kesal, merasa diusir dari gedungnya sendiri.
“Bukan begitu, aku masih makan dan gak mau tersedak karena kamu ajak ngobrol!”
“Oh!” Hanya itu komentar yang keluar dari mulut Deril, setelah itu dia berlalu dengan cepat dari kantor Shima.
Sambil berjalan, dia memberi instruksi pada Candra, "Besok, suruh Shima buat makan siang untukku juga!"
Candra menjawab dengan canggung, "Baik."
Setelah Shima berhasil mengatasi rasa terkejutnya, dia melongok keluar, memastikan tidak ada yang melihat kejadian barusan. Dia bisa mendapatkan tambahan masalah kalau ada yang melihat, Bos besar mampir ke divisi pemasaran hanya untuk menanyainya makan.
Shima merasa lega setelah memastikan tidak ada siapa pun yang ada di sekitarnya. Dia hanya melihat Deril dan Candra yang berjalan dengan langkah tegap menuju pintu keluar. Siluet cahaya dari luar menerpa tubuh keduanya. Seolah mereka para kesatria yang sedang terbang menembus langit untuk, membunuh naga dengan pedang tak terlihat.
Shima menggelengkan kepalanya dan tiba-tiba teringat akan Karina. Wanita itu tidak bersama Deril turun dan ikut makan siang bersama.
Ke mana dia, apa mungkin sudah pulang duluan?
Shima duduk kembali sambil mengangkat bahu dan meneruskan makan siang. Tidak seharusnya dia penasaran dengan Deril atau Karina, mereka tidak punya hubungan apa pun lagi dengan keduanya.
Tidak lama setelah itu, teleponnya berbunyi, ada nama Regan tertera di layar.
“Regan!” seru Shima dengan mata yang berbinar-binar. Dia mengelap mulutnya dengan tisu dan segera menerima panggilan.
“Regan! Kapan kamu pulang?”
semoga mendapatkan lelaki sederhana walaupun tidak kayak raya tapi hidup bahagia
aku cuma bisa 1 bab sehari😭