Nadia adalah cucu dari Nenek Mina, pembantu yang sudah bekerja di rumah Bintang sejak lama. Perlakuan kasar Sarah, istri Bintang pada Neneknya membuat Nadia ingin balas dendam pada Sarah dengan cara merebut suaminya, yaitu Majikannya sendiri.
Dengan di bantu dua temannya yang juga adalah sugar baby, berhasilkah Nadia Mengambil hati Bintang dan menjadikannya miliknya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunis WM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Bintang tidak mengantar Nadia sampai di rumah, dia langsung kembali ke kantronya begitu mereka selesai makan siang. Nadia mengerti, merekapun berpisah di restoran itu. Bintang kembali ke kantor dan Nadia pulang ke rumah menggunakan taksi onlie karena Bintang tidak mau dia naik motor.
Sampai di rumah, Nadia terkejut melihat mobil Sarah sudah terparkir di depan rumah. Dia pasti akan kena omel lagi kalau Sarah melihatnya.
“Apa Nenek sihir ada tamu yah, jadi dia pulang cepat” pikir Nadia karena melihat ada mobil asing yang ikut terparkir di depan mobil Sarah. Nadia lalu dengan cepat masuk ke dalam rumah.
“Nyonya ada tamu?” tanya Nadia pada Tuti. Dia sudah mengganti seragam sekolahnya dan sudah siap membantu Tuti.
“Nyonya besar” jawab Tuti dengan suara pelan.
“Pantas Nyonya cepat pulang.” Sarah memang tidak bisa berkutik di depan mertuanya. Dia bisa memiliki beribu alasan di depan Bintang tentang masalah anak, tapi di depan mertuanya yang sudah sangat menginginkan cucu, dia hanya bisa diam dan mendengar cehan dari mertuanya.
“Sudah berapa tahun kalian menikah dan masih juga belum punya momongan. Apa kamu tidak kasihan dengan Mama yang selalu jadi bahan cerita orang-orang karena sudah setua ini masih juga belum menggendong satupun cucu” omel Aisyah Ningrum, Ibu kandung Bintang.
Sarah hanya diam menunduk tidak tahu alasan apa lagi yang harus dia berikan pada mertuanya. Mungkin sebentar lagi rahasianya dan Bintang akan di ketahui oleh ibu mertuanya. Yah, dia meminta Bintang merahasiakan dari Ibunya bahwa dirinyalah yang belum ingin memiliki anak, bukan Bintang yang punya masalah dengan kesehatannya.
“Kamu jangan terlalu sibuk, Sarah. Jangan sampai kamu lupa kewajiban kamu sebagai istri dan juga menantu. Kamu harus fokus pada kesehatan suami kamu agar kalian bisa cepat punya momongan. Mama sudah sangat ingin punya cucu” telinga sarah sudah seperti ingin terbakar mendengar kata cucu yang terus saja dikatakan ibu mertuanya.
Selama dia masih ingin fokus pada pekerjaannya, Sarah tidak akan pernah mau punya anak. Apalagi jika dia harus kesakitan seperti ibu yang hamil dan melahirkan pada umumnya, Sarah sungguh belum siap merasakan itu semua walau usianya juga sudah sangat matang untuk menjadi seorang ibu.
Diam-diam Nadia yang menguping pembicaraan mereka tersenyum puas melihat Sarah dapat omelan dari Nyonya besar. Siapa lagi yang bisa menaklukan Sarah kalau bukan Nyonya besar.
“Nad, bawa ke depan yah. Tadi Nyonya minta di buatkan” Tuti minta tolong pada Nadia untuk membawa pancake pisang yang tadi di pesan Aisyah pada Tuti. Nadia awalnya takut membawanya karena situasi sedang tidak baik, dia takut kena omel juga oleh Nynya besar.
‘Tapi aku bikin salah apa memangnya, Nyonya besarkan tidak tahu hubunganku dengan Tuan Bintang’ Nadia lalu dengan percaya diri membawa pancake itu untuk di sajikan.
Nyonya besar memperhatikan Nadia saat gadis itu menunduk di depannya dan menaruh pancake di atas meja.
“Kamu Nadia, kan?” tanyanya seolah tidak percaya. Memang sudah lama Nyonya besar tidak datang mengunjungi Bintang. Dia dan suaminya memilih menetap di luar kota untuk menikmati masa tua mereka.
“Iya, Nyonya” jawab Nadia dengan sopan.
“Kamu sudah besar, yah. Cantik lagi” Sarah memicingkan matanya mendengar pujian untuk Nadia.
“Terima kasih, Nyonya. Berkat Nyonya dan Tuan Besar, saya bisa tumbuh sebesar ini” kata Nadia. Dia bukan sedang menjilat atau mengambil hati Nyonya besar. Ucapan terima kasih itu tulus dari dalam hatinya.
Tapi Sarah malam memberinya tatapan tajam, dia memberi kode kepada Nadia untuk segera kembali ke dapur. Nadia menunduk sopan saat matanya dan mata tajam Sarah saling bertatapan.
“Saya ke belakang dulu, Nyonya” Nadia pamit karena Sarah terus saja memelototinya.
“Tunggu sebentar, saya kan belum selesai bicara sama kamu” Nyonya besar menahan Nadia yang akan kembali ke dapur, hal itu membuat Sarah semakin kesal pada Nadia.
‘Dasar penjilat, cucu sama nenek sama saja’ oceh sarah dalam hatinya.
“Saya dengar dari Tuti kalau Bi Mina ada di rumah sakit? Nenek kamu itu memang sudah tidak boleh bekerja. Kalau dia keluar dari rumah sakit, kamu suruh istriahat saja” perintah Nyonya besar.
“Sampaikan kalau itu adalah perintah saya” sambungnya lagi.
“Sarah juga sudah berapa kali bilang, Ma. Kalau Bi Mina itu sudah nggak bisa kerja lagi” sarah menambahi, dia bermaksud mengadu pada mertuanya agar Nadia dan neneknya tidak lagi tinggal di rumahnya.
“Nadia juga kan sudah semakin sibuk dengan sekolahnya, sudah tidak punya waktu mengurus rumah” tambah Sarah lagi.
“Oh iya, ya. Kamu sudah mau selesai sekolah. Wah, kamu memang sudah besar rupanya” Nadia hanya tersenyum, dia merasa senang Nyonya besar ternyata memperhatikan dirinya.
“Kamu mau lanjut sekolah di mana, sini duduk” Sarah sungguh tidak menyangka mertuanya itu malah meminta Nadia duduk bersama mereka.
“Ma, Nadia mungkin masih ada pekerjaan di belakang” kata Sarah yang kesal melihat seorang pembantu duduk di sofa yang sama dengannya.
“Mama kan masih mau ngobrol sama Nadia, lagian ada banyak orang di belakang tadi Mama lihat” kata Aisyah membela Nadia.
Aisyah melanjutkan percakapannya dengan Nadia dan mengabaikan Sarah, hal itu membuat Sarah seperti terbakar amarah. Bisa-bisanya mertuanya itu lebih memilih berbincang bersama pembantu di bandingkan berbincang bersama menantunya.
‘Sial, aku bahkan meninggalkan pekerjaanku hanya untuk orang tua ini dan aku malah di abaikan seperti ini. Aku di abaikan demi seorang pembantu’
“Ma, Sarah ke atas dulu yah” Sarah merasa sudah muak, dia ingin mengadu pada Bintang tentang Ibunya yang asyik bercerita dengan Nadia.
“Masak kamu mau tinggalin Mama, sih” kata Aisyah yang melarang Sarah pergi. Aisyah lalu menyuruh Nadia kembali ke belakang.
“Jangan kerja terlalu berat, kamu kan harus fokus belajar” kata Aisyah. Nadia hanya menunduk dengan sopan dan meninggalkan mertua dan menantu itu.
“Ma, Nadia itu nggak bisa di kasih hati. Dia seenaknya saja keluar masuk rumah dan tidak perduli dengan pekerjaan” adu Sarah pada Ibu mertuanya.
“Jangan anggap dia seperti yang lain, Sarah. Nadia itu...” Aisyah tidak melanjutkan, dia menghela nafas dan melihat ke belakang tempat Nadia tadi menghilang.
Asiyah lalu melanjutkan menceramahhi sarah tentang anak, dia tidak mau tahu secepatnya dia ingin mendengar berita tentang kehamilan Sarah.
“Sarah akan minta Mas Bintang untuk rutin berobat, Ma” kata Sarah beralasan.
“Jangan hanya Bintang, tapi kamu juga. Jangan kerja terlalu keras, jangan stres supaya benihnya bisa tinggal” Sarah hanya mangut-mangut saja mendengarnya.
Bagaimana dia bisa hamil kalau dia meminum obat-obatan untuk mencegah kehamilan. Dan juga beberapa tahun ini, mereka sangat jarang melakukan hubungan suami istri. Sepertinya harapan Aisyah tinggal hanya sebuah harapan.