Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Paham identitasmu.
Dilan membuka pintu rumah kontrakan Bang Rama. Kontrakan yang begitu nyaman meskipun tidak terlalu besar. Mungkin karena yang menghuni adalah seorang pria maka tidak butuh ruang besar jika untuk beristirahat.
Untuk ukuran yang di huni oleh laki-laki, kontrakan tersebut cukup bersih. Agaknya seorang Rama adalah pria yang rapi.
Detak jantung Dilan terasa melompat dari raga melihat sosok pria di hadapannya mengenakan pakaian seragam loreng. Pada nama dadanya tertera nama K. Maharaja. S.
"Om Rama pakai pakaian siapa?" Tanya Dilan dengan lugunya.
"Ya pakaian saya, memangnya siapa lagi?" jawabnya sembari mengalihkan pandangan. Terbersit sekelebat rasa yang sulit teruraikan.
Dilan mengusap dada Bang Rama. Wajahnya terlihat begitu trenyuh. "Sabar ya Om..!!"
Kening Bang Rama sampai berkerut tak paham dengan reaksi Dilan. "Apa maksudmu??"
"Mungkin pihak keluarga sudah mencoba mengobati Abang tapi tidak berhasil. Jangan kecil hati juga jangan iri dengki. Mungkin sudah rejeki Bang Ge menjadi tentara." Perlahan Dilan melepas kancing pakaian seragam Bang Rama.
Bang Rama yang terkejut langsung mendorong Dilan masuk lalu mengunci pintunya, meskipun tidak akan ada orang yang lewat tapi tetap hatinya menjadi was was.
"Ayo kembalikan pakaian yang Om curi. Kasihan yang punya." Kata Dilan.
"Astaghfirullah.. jadi kamu menyangka saya nyolong pakaian ini karena ngebet jadi tentara???????" Tanya Bang Rama heran.
"Iya, kan?? Sabar ya Om..!!" Lagi-lagi Dilan mengusap dada Bang Rama.
Bang Rama sampai menggigit bibirnya saking gemasnya berhadapan dengan Dilan. Bisa-bisanya Dilan menyangka dirinya adalah makhluk stress yang iri hati karena tidak bisa masuk tentara.
"Sudahlah, ganti pakaian yang rapi lalu ikut dengan saya..!!" Ajak Bang Rama.
"Kemana??"
...
Mata Dilan membulat besar melihat tulisan besar di depan gapura. BATALYON.
"Waaaww.. inikah yang di namakan Batalyon??? Eehh tapi ini tempat tentara, Om."
"Panggil saya Abang. Apa kata orang kalau kamu terus memanggil saya 'Om'." Sambar Bang Rama.
"Ii_iya, Bang." Dilan kembali menatap sekeliling hingga Bang Rama berhenti tepat di depan gerbang.
"Selamat pagi, Danton..!!"
"Selamat pagi. Saya bawa istri ya..!!" Kata Bang Rama.
"Siap.. selamat pagi ibu..!!" Sapa petugas piket jaga kesatrian.
"Eehhm......itu..."
"Selamat pagi juga, Om." Jawab Bang Rama mewakili Dilan yang belum terbiasa dengan situasi.
Dilan melirik Bang Rama. Pikirannya berantakan tidak bisa menerka apapun. Hanya bingung dan bingung yang ia rasakan saat ini tapi dirinya tidak berani bertanya.
Setelah sampai di pelataran parkir, Bang Rama membuka pintu mobil untuk Dilan. Dilan meraba mobil tersebut dengan seribu tanya.
Lagi-lagi perasaannya masih di kejutkan dengan banyaknya orang yang menyapa Bang Rama penuh rasa hormat juga menyapa dirinya dengan sapaan 'ibu'.
"Sebenarnya kita mau apa kesini?" Tanya Dilan.
"Nikah lah."
Sungguh Dilan begitu kaget ada seorang pria yang bersedia menikahinya dalam kondisi sedang berbadan dua.
Dilan mundur perlahan, ia pun berlari menghindari Bang Rama. Sungguh dirinya tidak ingin melibatkan banyak pihak dalam masalah hidupnya. Cukup satu kali dirinya bo*oh dan percaya pada laki-laki.
Melihat Dilan menghindarinya, Bang Rama pun segera mengejarnya hingga tanpa sengaja Dilan menabrak seseorang.
bruuugghh..
"A_bang??"
"Kenapa kamu ada di sini????" Tanya Bang Panggih dengan tatapan dingin, namun ada kegelisahan tersendiri di dalam hatinya. Penampilan Dilan sungguh tidak biasa, amat sangat jauh berbeda dengan Dilan yang di kenalnya.
"Di_laaaa.."
Bang Rama segera menarik lengan Dilan dan mengalihkan gadis itu di belakang punggungnya.
"Bukankah kau sudah tau kalau aku akan pengajuan nikah hari ini." Kata Bang Rama.
Bibir Bang Panggih terasa kelu. Jelas dirinya tidak menyetujui jika adiknya harus berurusan dengan 'bekasnya'.
"Kenapa kau tidak sadar juga. Apa gunanya kamu menjalani pendidikan hingga negeri seberang jika akhirnya harus seperti ini???"
Bang Rama tidak peduli, ia menggandeng tangan Dilan dan menjauh dari Bang Panggih. Tapi saat itu Dilan menahan langkah Bang Rama.
"Dilan.. anak seorang pemberontak, bukan??" Kata Dilan.
Ocehan Dilan semakin membuat Bang Rama sakit kepala, ia kembali menarik tangan Dilan.
"Sudah Bang, cukup..!! Nyatanya Dilan memang anak seorang pembunuh."
"Abang sudah tau, Abang juga sudah tau kalau kamu menyusahkan diri sendiri dengan tidak mengatakan bahwa kamu bukanlah anak kandung mereka. Mereka yang tidak pernah memperlakukanmu dengan layak namun masih kau 'cintai'."Jawab Bang Rama.
Kini pandang mata Bang Rama beralih pada kakak tirinya. Ia menggeleng gemas apalagi kini Bang Panggih terpaku dan mematung tanpa kata.
Tak berbeda jauh dengan Bang Panggih, Dilan pun ikut terpaku. Entah darimana pria itu bisa mengerti tentang dirinya, tentang kenyataan yang selalu ia simpan rapat sejak kejadian itu.
Di saat situasi sedang panas, Dilan seakan semakin tidak percaya dengan segala yang akan di alaminya. "Abang tentara sungguhan? Abang bukan makhluk terlantar?" Tanya Dilan dengan segala keluguannya.
"Jadi sejak tadi kau lihat Abang ini bagaimana?? Abang tidak sedang main pawai." Jawab Bang Rama.
"Tapi nama itu?" Tunjuk Dilan pada nama dada Bang Rama.
"Nama saya KIBAR MAHARAJA SAMBAS. mereka memanggil nama kecil saya, Rama. Jika saya sedang bertugas, nama saya adalah Kima. Jadi mulai sekarang kau harus tau siapa saya, jika ada yang bertanya padamu.. katakan kamu istri dari Letnan Kibar Maharaja Sambas." Kata Bang Rama tegas.
"Tunggu, Ram. Jika apa yang kau katakan semuanya benar, saya akan bertanggung jawab atas anak yang ada di dalam kandungan Dilan." Ucap Bang Panggih.
Seketika itu juga Dilan beralih ke belakang punggung Bang Rama. Ia menunduk mencari perlindungan.
Tak lama beberapa orang datang ke kantor Batalyon. Bang Rama tersenyum menaikan sebelah alisnya.
"Nikahi saja gadismu, yang ini milikku..!! Bukankah sejak awal kau sudah menolak darah dagingmu sendiri?? Punya hak apa kau dengan ibunya?"
"Tapi Ram.........."
"Jangan pernah kau patahkan hati seorang wanita, seperti ayahmu mencampakkan ibuku hingga kematiannya..!!" Ucap tegas Bang Rama.
.
.
.
.