Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 28 Kabar Baik/Buruk?
“Dasar jal*ng sialan! Berani-beraninya kamu melawanku!” Bentak Garry hendak merobek kerah kemeja Launa namun aksinya tertahan kala tengkuknya ditarik paksa dari belakang hingga membuatnya terjungkal.
Seketika, Garry membeliak tatkala dirinya melihat tangan siapa yang tadi menarik tengkuknya. Garry hendak lari, namun langkahnya tertahan kala sebuah kayu melayang tepat di punggung pria itu hingga membuatnya kembali terjerembab.
Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Bara bergegas menghampiri Garry dan menarik baju bagian belakangnya untuk ia hadiahkan bogem kembali.
Dengan penuh dendam Bara menghajar Garry dengan membabi buta, lalu kemudian mengikat tangan dan kaki serta mata pria itu menggunakan lakban dan menyeretnya masuk ke dalam bagasi belakang.
Usai dengan itu semua, ia merogoh ponsel lalu kemudian melirik ke arah Launa yang sudah terkapar tak sadarkan diri akibat tak mampu menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Dengan perasaan tak karuan, Bara menghampiri Launa dalam keadaan wajah yang sudah memar. Tanda merah di pipi dan tanda biru di sudut matanya mengundang murka dari dalam diri Bara.
Bergegas ia membopong tubuh wanita itu dan membawanya ke dalam mobil.
Deru mobil Bara memecah heningnya malam. Diliputi rasa cemas yang mendera, Bara melaju dengan kecepatan tinggi demi agar Launa mendapat pertolongan segera.
Entah kenapa, melihat kondisi Launa yang seperti ini hati Bara terkoyak. Padahal, wanita ini bukan siapa-siapa, hanya karena mirip mendiang kekasihnya Bara sampai secemas ini.
Perjalanan yang harusnya ditempuh selama 20 menit jauhnya, bisa Bara persingkat jadi lima menit saja.
Sedangkan begitu sampai, penghuni bagasi sementara mobil Bara, mengetuk-ngetuk pintu bagian belakang itu hingga Bara meliriknya sejenak.
Tanpa peduli akan makhluk astral di dalam sana, Bara beranjak meninggalkan mobil itu di pekarangan rumah sakit untuk lebih mengutamakan Launa terlebih dahulu.
Hingga ketika Bara hendak masuk menyusul perawat yang mendorong brankar yang Launa tempati, terdengar keributan dari arah gerbang.
Suara sirine mobil polisi beserta beberapa orang berseragam memasuki pekarangan rumah sakit tersebut.
Bagasi sengaja tak dikunci, sehingga bisa memudahkan para petugas berwajib membuka bagasi mobil Bara dan mengeluarkan isinya.
Begitu keluar, dengan wajah bingungnya Garry tak dapat melawan ketika tubuhnya diseret keluar dengan begitu kasarnya. Masih didera kebingungan, Garry mengelilingkan pandangannya begitu lakban yang menutupi matanya dibuka secara paksa.
Sadar kini dirinya tengah diringkus siapa, Garry berusaha memberontak namun lakban yang mengikat tangannya sudah terganti benda besi yang semakin sulit untuk dilerai.
“Lepaskan_”
“Terimakasih karena sudah mempermudah kami menangkap penjahat seperti ini.” Ucap salah satu oknum yang terlihat mengenal Bara.
“Sama-sama Bagas, senang bisa membantu.” Jawab Bara pada pria gagah itu.
Saat itulah, baru Garry mengerti apa yang tengah terjadi. Pergerakkan Bara tak terduga, Bara yang sejak tadi sibuk memukul dan meringkus dirinya, sama sekali tidak sadar bahwa Bara diam-diam sudah menghubungi polisi.
“Brengsek! Sialan kau Bara!!”
Dengan tatapan murkanya Bara kembali mendekat ke arah Garry lalu berkata, “jangan pernah bermain-main denganku jika tidak ingin nssibmu akan jadi seperti ini!” Ancam Bara lalu kemudian berlalu meninggalkan Garry yang masih berteriak sampai suaranya menghilang bersamaan dengan masuknya Bara ke dalam rumah sakit.
Keadaan di rumah sakit sedang kacau-kacaunya, di sudut sisi yang lain, ada raga yang tengah terluka. Dalam keadaan pasrah, Danu merenungi keputusannya menyetujui ide Launa yang kekeuh ingin membatalkan pertunangan.
Danu yang menganggap Launa sama sekali tidak menaruh rasa padanya dibuat putus asa akan semuanya. Danu tidak ingin memaksa, karena bagi Danu, mencintai tidak harus memiliki. Walau tidak jadi miliknya, Launa masih bisa Danu jaga layaknya sang kakak menjaga adiknya. Tanpa ia ketahui, saat ini sudah ada yang menjaga Launa menggantikan dirinya.
Sejak dulu, Danu yang pemalu dan sedikit introvert itu hanya mampu mencintai Launa dalam diam tanpa berani menyatakan perasaannya.
Kendati demikian, kemampuan Danu dalam meluluhkan hati Launa tidak perlu diragukan lagi. Hanya saja kelemahan Danu adalah, ia tidak peka dan tidak sadar akan cinta yang juga selama ini Launa simpan.
****
Sepuluh menit sudah Bara menunggu, ia duduk di dekat tempat tidur hanya demi menunggui Launa yang perlahan mulai mengerjap.
Bara yang memang sejak tadi tak melepas pandangannya dari Launa spontan mendekat dengan mencondongkan tubuhnya ke arah wanita itu.
Cukup lama wanita itu mengumpulkan kesadaran, hingga begitu matanya terbuka sempurna, pupilnya melirik sekelilng, mungkin untuk memastikan dirinya di mana.
“Syukurlah kamu sudah sadar.” Seketika suara itu mengalihkan perhatian Launa. Wanita itu melirik ke arah sumber suara, pemilik wajah tampan itu kini tengah berada dekat dengan wajahnya, deru nafas Bara bahkan sampai terdengar, menyapu wajah Launa dengan begitu hangatnya.
Karena terkejut, Launa sontak menjauh dengan keadaan jantung yang seolah akan berhenti.
“Ba_bapak.” Lirih Launa menatap Bara dengan dahi yang mengerinyit. Alisnya bahkan menukik tajam menandakan seberapa kesal dirinya saat ini.
“Sejak tadi saya sangat mengkhawatirkan keadaanmu, untung saja kamu tidak apa-apa, karena jika sampai itu terjadi, bagaimana nasib calon anakku yang masih ada dalam perutmu. Aku bahkan tidak bisa tenang walau hanya sedetik, bahkan untuk makan pun sulit.” Cerocos Bara tanpa jeda hingga mata Launa membulat sempurna.
“A_apa? Calon anak?”
sorry tak skip..