Bahagia karena telah memenangkan tiket liburan di kapal pesiar mewah, Kyra berencana untuk mengajak kekasihnya liburan bersama. Namun siapa sangka di H-1 keberangkatan, Kyra justru memergoki kekasihnya berkhianat dengan sahabatnya.
Bara Elard Lazuardi, CEO tampan nan dingin, berniat untuk melamar tunangannya di kapal pesiar nan mewah. Sayangnya, beberapa hari sebelum keberangkatan itu, Bara melihat dengan mata kepalanya sendiri sang tunangan ternyata mengkhianatinya dan tidur dengan lelaki lain yang merupakan sepupunya.
Dua orang yang sama-sama tersakiti, bertemu di kapal pesiar yang sama secara tak sengaja. Kesalahpahaman membuat Kyra dan Bara saling membenci sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, siapa sangka setelah itu mereka malah terjebak di sebuah pulau asing dan harus hidup bersama sampai orang-orang menemukan mereka berdua.
Mungkinkah Bara menemukan penyembuh luka hatinya melalui kehadiran Kyra? Atau malah menambah masalah dengan perbedaan mereka berdua yang bagaikan langit dan bumi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit
"Jadi dia sedang dekat dengan gadis ini?" Elena melemparkan selembar foto yang baru saja ia terima.
"Benar. Namanya Kyra Sada Batari. Mereka sempat terjebak bersama di pulau ketika Tuan Bara menghilang beberapa minggu yang lalu."
Elena tersenyum kecut. Ia menatap foto Kyra yang sedang tersenyum itu dengan nanar.
"Tetap awasi dia. Aku tidak mau Bara mengulang kesalahan yang sama dengan Daniel."
"Baik, Nyonya!"
.
.
Seharian ini, Kyra merasa sekujur tubuhnya seperti digebuki ratusan algojo. Ia bangun dengan tak bersemangat dan kepala seringan kapas. Mungkin karena semalam ia kehujanan dan tak cepat mandi karena masih harus bersih-bersih, jadi kini ia masuk angin.
"Kamu baik-baik saja?"
Kyra yang sedang melamun karena mengantuk sontak terkejut dan menoleh ke samping meja. Lena sudah berdiri di sana sembari mengamati Kyra yang nampak pucat.
"Kamu sakit?" Lena mengulurkan tangannya dan memeriksa kening Kyra.
"Aku nggak apa, Kak Len," dusta Kyra sembari menarik keningnya mundur.
"Kamu demam, Sada! Kenapa malah masuk kalo sedang sakit!" sungut Lena khawatir.
Bu Meta yang kebetulan baru saja datang dari ruang produksi di lantai 5, menoleh dan memperhatikan meja Kyra.
"Ada apa ini!?" tanya Bu Meta ketika sudah sampai di kubikel Kyra.
"Oh, Bu Met. Ini sepertinya Sada sedang sakit. Badannya demam!" jelas Lena dengan khawatir.
Meta memperhatikan wajah Kyra yang memerah dengan mata yang terlihat basah. "Kamu pusing?"
Kyra mengangguk. Ia membiarkan Bu Meta memeriksa keningnya.
"Sudah nggak apa. Sebentar lagi jam pulang tiba. Aku akan menunggu sampai waktunya pulang."
"Lebih baik kamu pulang duluan deh. Apa perlu aku pesenin taksi?" tawar Lena cemas.
Kyra menggeleng. Ia sudah berjanji akan menunggu Bara. Jadi tidak mungkin Kyra ingkar dan berujung membuat si pemaksa itu marah.
"Ya sudah. Bila butuh bantuan, jangan sungkan bilang pada kami." Bu Meta memberi pesan sebelum kemudian ia kembali ke meja kubikelnya untuk beres-beres.
Kyra memperhatikan semua temannya yang mulai sibuk beberes untuk pulang. Ketika jam sudah tepat menunjuk angka 5, mereka mulai antri untuk absen di mesin check lock. Hanya Kyra dan Bu Meta yang masih tertinggal di ruangan.
Ketika ponsel Kyra berdering dan muncul nama yang ia tunggu-tunggu. Lekas ia berdiri dan meraih tasnya untuk turun.
"Halo, Bara!"
.
.
"Cepatlah, Morgan! Kita harus segera sampai." Bara sekali lagi menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Morgan menghembuskan napas panjang. Bila tahu akan terburu-buru, lebih baik ia meminta Pak Tino saja yang menjemput Bara agar ia bisa bebas pulang tanpa mendengar omelannya.
Kemacetan karena penuhnya jumlah kendaraan menjelang jam pulang kantor adalah hal yang sangat Morgan benci. Ia tak suka macet, ia juga tak suka suara berisik semacam omelan Bara yang mengoceh sejak mereka turun dari pesawat tadi. Namun apa daya, ia justru mendapatkan pekerjaan yang nyaman meski harus setiap hari mendengar suara merdu Bara yang sedang mengomel.
"Morgan!"
"Masih macet, Pak. Anda bisa melihat sendiri kan kendaraan di depan kita bahkan belum bergerak sama sekali," jelas Morgan sabar.
"Ck!" Bara berdecak jengkel. "Kenapa mereka harus pulang bersamaan di jam segini, sih! Kenapa tidak dari dua jam yang lalu atau satu jam mendatang!"
"Ehem, karyawan-karyawan anda juga ikut andil atas kemacetan ini, Pak. Mereka juga pulang di jam ini."
Bara menolehi Morgan dengan kesal. Sekretarisnya itu memang benar, tapi tak bisakah ia menghibur Bara sedikit?
Tiga puluh menit kemudian, mobil Morgan berhenti tepat di teras lobi. Bara langsung meloncat turun tanpa menunggu mobil berhenti dengan sempurna karena ia tak ingin Kyra menunggunya terlalu lama. Sambil melangkah lebar, Bara mencoba menghubungi nomor Kyra. Tersambung dan langsung di angkat.
"Halo, Bara!"
Senyuman Bara yang merekah ketika mendengar sapaan Kyra perlahan memudar ketika ia tiba di lobi dan melihat Valeria berdiri di sana menunggunya.
"Bara!" Vale berlari dengan riang menuju kekasih pujaan hatinya.
Belum hilang rasa keterkejutan Bara, beberapa orang wartawan tiba-tiba sudah mengelilinginya dan Vale. Suara Kyra yang memanggil namanya berkali-kali dari ujung sana seolah kalah riuh dengan suara kamera yang memotret Bara juga pertanyaan-pertanyaan wartawan yang memekakkan telinga.
"Jadi bagaimana dengan rencana pernikahan kalian?"
"Apakah kalian sudah menentukan tanggalnya?"
"Vale, ceritakan pada kami, nantinya kamu akan mengenakan gaun rancangan desainer negeri mana?"
Bara merasakan kepalanya berputar-putar ketika mendengar pertanyaan itu. Senyuman Valeria yang merekah serta gamitan tangannya di lengan Bara menyisakan tanda tanya besar di benaknya. Apa yang sedang terjadi? Mengapa tiba-tiba wartawan ini datang dan mengatakan bila dia akan menikahi Vale? Lelucon macam apa ini!!
Sementara itu, Kyra yang bingung karena Bara tak menjawab pertanyaannya di telepon, memutuskan untuk menunggu lelaki itu di lobi. Dengan langkah gontai karena pusing, Kyra tiba di lift sambil berpegangan pada dinding.
Bila mendengar suara berisik yang menggema di sekitar Bara tadi, sepertinya dia sedang berada di ruangan terbuka, bukan di dalam mobil. Dengan sabar, Kyra menunggu lift yang bergerak turun. Sedikit rasa sakitnya seolah menguap setelah mendengar suara Bara. Dasar licik, apakah sakit ini menderanya karena ia merindukan pria aneh itu!? Kyra tersenyum sendiri.
Ting.
Pintu lift terbuka perlahan dan Kyra pun melangkah keluar. Kerumunan orang di tengah lobi menyita perhatiannya yang sedari tadi melamunkan Bara.
"Ada apa itu?" gumam Kyra penasaran karena sepertinya yang sedang bergerombol para adalah wartawan.
Masih dengan langkahnya yang terasa ringan, Kyra mendekat dan melewati kerumunan itu tanpa berani menoleh. Sepertinya sedang ada wawancara dengan artis. Tapi apa yang sedang artis itu lakukan di kantornya ini?
Deg. Artis?
Seketika Kyra teringat perkataan Puji tentang kekasih Bara yang berprofesi sebagai artis.
Dengan tubuh gemetaran karena pikirannya yang mulai teracuni oleh rasa penasaran, Kyra berbalik dan memperhatikan kerumunan wartawan itu. Kyra tak bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang berada di tengah kerumunan dan diinterogasi oleh mereka karena banyaknya kamera membuat pandangannya terhalangi.
Entah mengapa feeling Kyra mulai buruk, beberapa pertanyaan tentang pernikahan yang ia tangkap dari pertanyaan salah satu wartawan membuat dadanya mulai berdebar aneh. Dan belum sempat rasa penasarannya terjawab, kepala Kyra mendadak pusing. Ia mundur perlahan untuk mencari tumpuan.
Grap.
Tangan yang kokoh menahan tubuh Kyra yang mulai oleng. Fiuh! Kyra menghembuskan napasnya lega karena ia tak jadi jatuh ke lantai.
"Pak Bara, di mana anda akan melangsungkan pernikahan kalian? Apakah di luar negeri atau di Bali?"
Bara?
Kyra menajamkan penglihatannya sekali lagi. Salah seorang wartawan yang bergerak mundur membuat Kyra bisa melihat dengan jelas siapa lelaki yang sedang bersama dengan wanita cantik itu. Dia Bara. Mendadak hati Kyra mencelos.
Tapi beberapa detik kemudian Kyra tersadar, tangan yang sedang menahan lengannya ini sepertinya tak asing. Kyra menoleh ragu diantara rasa pusing yang semakin mengganyang di kepalanya.
"Daniel?"
Dan semuanya seketika gelap gulita.
...****************...
gengsi aja di gedein pake ga ada cinta
di abaikan dikit udah kesel hahah
wkwkwkwwk