Menceritakan perjalanan raja iblis tak terkalahkan yang dulu pernah mengguncang kestabilan tiga alam serta membuat porak-poranda Kekaisaran Surgawi, namun setelah di segel oleh semesta dan mengetahui siapa dia sebenarnya perlahan sosoknya nya menjadi lebih baik. Setelah itu dia membuat Negara di mana semua ras dapat hidup berdampingan dan di cintai rakyat nya.
Selain raja iblis, cerita juga menceritakan perjuangan sosok Ethan Valkrey, pemuda 19 tahun sekaligus pangeran kerajaan Havana yang terlahir tanpa skill namun sangat bijaksana serta jenius, hidup dengan perlakukan berbeda dari ayahnya dan di anggap anak gagal. Meskipun begitu tekadnya untuk menjadi pahlawan terhebat sepanjang masa tak pernah hilang, hingga pada akhirnya dia berhasil membangkitkan skill nya, skill paling mengerikan yang pernah di miliki entitas langit dengan kultivasi tingkat tertinggi.
Keduanya lalu di pertemukan dan sejak saat itu hubungan antara bangsa iblis dan ras dunia semakin damai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAJIL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Perjalanan Ethan sebagai seorang pahlawan bukan hanya tentang mengalahkan musuh, tetapi juga tentang membuktikan bahwa kerja keras bisa melampaui batas yang ditetapkan oleh dunia.
Namun, tak lama kemudian, Hinata mengernyit. "Aku tidak suka ke Guild ini. Asap rokok dan bau minuman keras ada di mana-mana. Rasanya sumpek sekali."
Ethan tersenyum kecil mendengar keluhan itu. Ia tahu Hinata bukan tipe yang suka dengan suasana seperti ini. "Tidak apa-apa, Hinata. Lagipula, semakin cepat kita mengambil misi, semakin baik. Desa Fuse harus segera diselamatkan."
Hinata mengangguk, meski ia tetap merasa tidak nyaman. "Baiklah, kalau itu untuk desa Fuse."
Mereka segera menuju dinding informasi kaca di sisi barat Guild, tempat ratusan misi dipajang. Dinding itu terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat kesulitan: mulai dari D untuk pemula hingga A untuk para pahlawan rangking Platinum terkuat.
Ethan dan Hinata, sebagai pahlawan peringkat Gold, hanya diizinkan mengambil misi tingkat C atau D. Mereka menelusuri daftar misi dengan cermat hingga akhirnya menemukan misi tentang desa Fuse yang sudah lama Ethan incar.
“Ini dia,” ujar Ethan sambil menunjuk misi itu. “Misi kelas C: pembasmian iblis dan monster yang meneror desa Fuse.”
Hinata membaca deskripsi singkatnya. Wajahnya sedikit tegang. “Desa Fuse benar-benar dalam masalah besar. Kita harus melakukannya secepat mungkin.”
Setelah mengambil misi itu, mereka menuju bagian misionaris untuk mendapatkan persetujuan resmi. Di sana, seorang pria paruh baya dengan janggut tipis berdiri di balik meja kayu besar, sibuk mengurus berbagai dokumen.
"Selamat siang. Kami ingin mendaftarkan diri untuk misi ini," ujar Ethan, memberikan lembar misi kepada pria tersebut.
Misionaris itu membaca dokumen dengan cermat, lalu mengambil kontrak SOP untuk mereka tanda tangani. "Pastikan kalian membaca kontraknya terlebih dahulu. Di dalamnya terdapat peraturan dan ketentuan, termasuk larangan-larangan selama misi berlangsung."
Ethan dan Hinata membaca kontrak itu dengan serius. Kontrak tersebut menjelaskan poin-poin yang akan mereka peroleh jika berhasil menyelesaikan misi, sekaligus sanksi jika mereka melanggar aturan.
Setelah memastikan semuanya sesuai, mereka menandatangani dokumen itu.
"Baik, misi ini resmi menjadi milik kalian. Semoga sukses, dan berhati-hatilah," ucap misionaris itu dengan nada formal.
"Terima kasih," jawab Ethan dan Hinata serempak sebelum bergegas meninggalkan Guild.
Saat Ethan dan Hinata hendak melangkah keluar dari pintu Guild, langkah mereka terhenti oleh seorang pahlawan berbadan gemuk besar. Pria itu, seorang pahlawan rangking Gold peringkat 8, sedang mabuk berat. Dengan tubuh terhuyung-huyung dan wajah penuh kesombongan, dia menghadang jalan mereka.
Sosok itu memang terkenal di Guild ini, namun bukan karena prestasi gemilangnya, melainkan karena kebiasaannya membuat kerusuhan, terutama ketika sudah mabuk. Di sudut ruangan, anggota party-nya hanya menonton sambil tertawa-tawa, menikmati "aksi panggung" kapten mereka.
"Heh! Kalian bocah! Berhenti di situ!" seru rekannya nya dengan suara keras. "Apakah kalian tidak tahu siapa kami? Aku ini pahlawan rangking Gold peringkat 8! Cepat beri hormat padaku!"
Hinata tampak terganggu, namun Ethan tetap tenang. Dengan senyum ramah, dia menjawab, "Maaf, Tuan. Aku tidak punya banyak waktu di sini. Jika ada sesuatu yang perlu didiskusikan, mungkin kita bisa melakukannya di lain waktu."
Namun, ucapan sopan itu tidak memuaskan pria mabuk tersebut. Dengan nada mengolok-olok, dia membalas, "Kalian ini sama-sama rangking Gold, kan? Seharusnya kalian tahu siapa aku! Apa mata kalian rabun?"
Ethan menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan rasa kesalnya. "Aku tahu siapa Anda, Tuan. Bahkan, aku tahu semua pahlawan rangking Gold, dari peringkat 1 hingga 2000. Aku sudah membaca dan menghafal nama-nama, asal-usul, dan latar belakang mereka semua. Tapi maaf, aku benar-benar sedang terburu-buru."
Ruangan Guild mendadak sunyi. Kata-kata Ethan membuat semua orang yang mendengar terkejut, bahkan nyaris tidak percaya. Bagaimana mungkin seorang pahlawan menghafal begitu banyak informasi? Apa yang baru saja diucapkannya terdengar mustahil.
Pria mabuk itu, bukannya kagum, malah semakin tersulut emosinya. "Kalau begitu, cepat beri hormat padaku, bocah rangking rendah! Apa matamu tidak melihat perbedaan peringkat kita? Dasar bodoh!" Dia berteriak penuh hinaan, sementara tawa kasar dari anggota party-nya memenuhi ruangan.
Hinata mengepalkan tangan, jelas-jelas kesal dengan tingkah pria itu. Namun, sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Ethan melangkah maju, wajahnya tetap tenang, matanya menatap langsung ke pria itu tanpa gentar.
"Maaf, Tuan," ucap Ethan dengan nada dingin namun penuh wibawa. "Menghormati seseorang bukanlah kewajiban yang didasarkan pada peringkat, tetapi pada sikap dan tindakan mereka. Jika Anda ingin dihormati, mungkin Anda perlu belajar lebih dulu bagaimana cara menghormati orang lain."
Ruangan yang tadi penuh dengan tawa kini kembali hening. Bahkan pria mabuk itu tampak tertegun sejenak, tak mampu menemukan jawaban. Ethan tidak menunggu lama. Dengan sopan, dia membungkukkan sedikit tubuhnya, berharap masalah sepele ini berakhir tanpa keributan.
Belum puas dengan ejekannya, pria mabuk itu mendekati Hinata. Dengan gerakan kasar, dia mencengkeram dagu manisnya, membuat kulit putih mulus Hinata memerah karena genggamannya yang kuat. "Hei, nona cantik. Bagaimana kalau kau ikut aku bersenang-senang? Jadilah istriku, dan kita bisa membuat banyak anak. Kau ingin berapa, terserah padamu," ucap pria itu dengan suara pelan namun dingin, penuh intimidasi.
"Wha-ha-ha! Kau cerdas juga kapten. Nanti aku juga ingin ikut bermain, mungkin 5 hari non-stop wha-ha-ha!" tawa tangan kanan dari part pahlawan itu.
Hinata mencoba berontak, namun genggamannya terlalu kuat. Ketakutan dan rasa tidak nyaman tergambar jelas di wajahnya. "Lepaskan tanganmu, atau kau akan—”" Hinata mencoba berbicara, namun belum sempat menyelesaikan kalimatnya, tubuh pria mabuk itu mendadak terhempas keras ke lantai.
Duaaaaaaaak.
Suara benturan keras menggema di Guild. Pria itu tergeletak tak sadarkan diri, wajahnya penuh rasa sakit. Semua pahlawan yang ada di tempat itu terdiam. Party dari pria mabuk tersebut, yang awalnya tertawa melihat tingkah kapten mereka, kini hanya bisa melongo.
Serangan itu terlalu cepat, hampir tak terlihat oleh mata. Hanya dalam satu gerakan, Ethan telah melumpuhkan pria tersebut tanpa perlu berkata banyak.
Sementara itu, Ethan berdiri di depan Hinata, lalu dengan lembut memegangi tangannya. "Apa kau baik-baik saja, Hinata? Maaf telah membawamu dalam masalah seperti ini," ucap Ethan santai, dengan senyum ramah yang seolah menenangkan semua kekhawatiran.
Hinata mengangguk pelan, wajahnya sedikit memerah, bukan karena genggaman kasar tadi, tapi karena perhatian tulus Ethan. "Aku baik-baik saja. Terima kasih, Ethan." Tanpa memperhatikan tatapan takjub dari para pahlawan lain, Ethan menggenggam tangan Hinata dengan hati-hati, seolah memastikan bahwa dia benar-benar aman.
Mereka pun berjalan keluar dari Guild dengan langkah perlahan, meninggalkan pria mabuk itu yang masih terbaring di lantai, tak sadarkan diri entah untuk berapa lama.
Di Guild, bisik-bisik mulai memenuhi ruangan. Semua pahlawan kini memandang Ethan dengan campuran rasa kagum dan tak percaya.
Dengan misi di tangan, mereka berdua segera menuju stasiun kereta api di pusat kota untuk mempersingkat perjalanan. Jika mereka menggunakan kuda, perjalanan menuju desa Fuse akan memakan waktu empat hari. Namun dengan kereta api, perjalanan itu bisa dipangkas menjadi hanya dua hari saja.
Tidak lama kemudian, mereka akhirnya tiba di stasiun. Hiruk-pikuk para penumpang dan suara peluit kereta yang memekakkan telinga seakan menenggelamkan sisa kenangan akan insiden kecil di Guild tadi. Ethan dan Hinata berjalan beriringan.
Bagi Ethan, insiden itu mungkin hanyalah bagian kecil dari hari-harinya sebagai pahlawan. Namun bagi Hinata, momen saat Ethan melindunginya dari pahlawan mabuk itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah ia lupakan.
Ia menyentuh dagunya yang masih terasa hangat, mengingat genggaman lembut Ethan yang menyelamatkannya. Dalam hati, Hinata berbisik, "Kau memang selalu menjadi pelindungku, Ethan. Aku ingin menjadi lebih kuat agar suatu hari aku juga bisa melindungi mu."
Sementara itu, Ethan tampak fokus memperhatikan jadwal kereta di papan pengumuman. Matanya yang tajam dan penuh tekad membuat Hinata kembali terpesona. Ia sadar, Ethan adalah pria yang selalu mendahulukan kepentingan orang lain, bahkan jika itu berarti mengorbankan dirinya sendiri.
Hinata mengamati keramaian stasiun dengan sedikit ragu. "Kita harus pastikan semua perlengkapan sudah lengkap sebelum berangkat," ujarnya.
Ethan mengangguk. "Jangan khawatir, aku sudah mempersiapkan semuanya sejak kemarin."
Selang beberapa menit kemudian, Ethan dan Hinata dikejutkan dengan kehadiran seorang pria muda yang dikenal baik oleh mereka—Sabo, teman dekat sekaligus keluarga bangsawan seperti halnya mereka berdua.
"Apa yang dilakukan seorang pahlawan rangking Silver di tempat ini?" goda Ethan sambil tersenyum lebar.
Sabo tampak kesal. Wajahnya menunjukkan sisa rasa malu yang tak sepenuhnya bisa ia sembunyikan. "Jangan ingatkan aku tentang kejadian memalukan dua hari lalu, Ethan!" ucapnya cepat, seakan berharap topik itu segera berlalu.
Namun Ethan tetap melanjutkan, tidak melewatkan kesempatan untuk menggoda sahabatnya itu. "Ah, jadi kau masih ingat? Misi kelas D yang katanya terlalu mudah untuk seorang Sabo, eh? Lalu bagaimana kau justru membuat desa itu banjir bandang? Ha-ha-ha!"
Hinata memandang keduanya dengan bingung. "Apa yang sebenarnya terjadi? Ceritakan padaku," pintanya penuh rasa ingin tahu.
Sabo yang mendengar pertanyaan Hinata langsung panik. "Ethan! Jangan ceritakan hal itu padanya!"
Sayangnya, permohonan Sabo diabaikan sepenuhnya. Dengan nada santai namun penuh antusias, Ethan mulai menjelaskan: "Begini, Hinata. Dua hari lalu, Sabo mengambil misi kelas D di desa Jangko. Misinya sederhana—membantu para warga membuat lajur sungai untuk mengairi ladang mereka. Tapi dia malah membuat desa itu banjir bandang karena terlalu mengandalkan kekuatan skill tanpa perhitungan!"
Hinata tak kuasa menahan tawa. "Kau serius, Sabo? Itu sangat konyol!"
"Sialan kau, Ethan!" seru Sabo kesal, pipinya memerah karena malu.
Setelah puas tertawa, Ethan akhirnya memberi tahu Sabo bahwa ia dan Hinata sedang dalam perjalanan untuk menjalankan misi kelas C di desa Fuse. Mendengar itu, Sabo yang sedang dalam masa sanksi Guild langsung menawarkan diri untuk ikut.
"Kalau begitu, biarkan aku ikut. Aku sedang tidak ada pekerjaan selama seminggu ini," pinta Sabo dengan penuh harap.
Ethan menggeleng. "Kau dalam masa sanksi, Sabo. Dan jujur saja, aku tidak ingin kau membuat kekacauan seperti dua hari lalu."
Namun Sabo tidak menyerah. "Kumohon, Ethan. Aku berjanji tidak akan merepotkan mu. Aku hanya ingin berguna!" katanya dengan nada penuh keputusasaan.
Melihat Sabo yang memohon begitu tulus, Ethan akhirnya menghela napas panjang. "Baiklah. Tapi ingat, jangan sampai membuat masalah, atau aku akan memintamu pulang sendiri."
"Terima kasih, kalian memang sahabat terbaik!" seru Sabo dengan senyum lega.
Dan dengan itu, perjalanan mereka menuju desa Fuse dimulai. Di dalam hatinya, Ethan bersumpah untuk memberikan yang terbaik dalam misi ini, tidak peduli tantangan apa yang menunggu. Sebagai seorang pahlawan profesional, ia tahu tugasnya adalah melindungi dan membantu siapa pun yang membutuhkan.