NovelToon NovelToon
Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka

Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Konflik etika / Keluarga / Persahabatan / Angst
Popularitas:508
Nilai: 5
Nama Author: ATPM_Writer

Agnes menjalani kehidupan yang amat menyiksa batinnya sejak kelas tiga SD. Hal itu terus berlanjut. Lingkungannya selalu membuat Agnes babak belur baik secara Fisik maupun Psikis. Namun dia tetap kuat. Dia punya Tuhan di sisinya. Tapi seolah belum cukup, hidupnya terus ditimpa badai.

"Bagaimana bisa..? Kenapa Kau masih dapat tersenyum setelah semua hal yang mengacaukan Fisik dan Psikis Mu ?" Michael Leclair

"Apa yang telah Dia kehendaki, akan terjadi. Ku telan pahit-pahit fakta ini saat Dia mengambil seseorang yang menjadi kekuatanku. Juga, Aku tetap percaya bahwa Tuhan punya rencana yang lebih baik untukku, Michael." Agnes Roosevelt

Rencana Tuhan seperti apa yang malah membuat Nya terbaring di rumah sakit ? Agnes Roosevelt, ending seperti apa yang ditetapkan Tuhan untuk Mu ?

Penasaran ? Silakan langsung di baca~ Only di Noveltoon dengan judul "Rencana Tuhan Untuk Si Pemilik Luka"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ATPM_Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Setelah perkenalan, Mereka berdua duduk. Theresia langsung menyodorkan papan menu. Lebih baik membicarakan hal ini sambil makan siang. Agnes tidak menolak.

Sementara menunggu pesanan, Mereka berdua mulai berbicara.

“Nyonya Fyodorou, apakah anak yang akan Ku ajari ini memiliki sesuatu yang harus di perhatikan ?”

“Hahaha. Tidak perlu banyak pertimbangan, Bu Guru. Anak itu hanya membuat sedikit masalah dan berakhir harus belajar mandiri selama satu semester ini. Dia anak yang cepat tanggap dalam mencerna informasi baru. Dia tidak malas belajar, apalagi saat ini Dia dalam pertarungan dengan Guru di sekolahnya. Anak itu alergi sekali dengan kekalahan. Ah, panggil saja dengan nama Ku. Tidak perlu se-formal itu.”

“Baiklah, Nyonya Theresia. Ku rasa pendekatan nya setara dengan anak pintar yang biasa Ku temui. Apa ada pola belajar khusus yang Dia gunakan ?”

“Tidak ada. Ah, anak itu sangat mudah sekali bergaul dan sangat aktif. Karena ini tidak formal, jadi Bu Guru bisa mengajar dengan santai. Anggaplah Dia adikmu, maka semua nya akan berjalan lancar.”

“Baiklah. Aku akan menyesuaikan waktunya. Silahkan tentukan sendiri, Nyonya Theresia.”

“Hemm, Karena anak itu ikut kegiatan di sekolah, Dia baru akan pulang saat pukul dua siang. Dia bisa beristirahat satu jam. Bagaimana jika jam tiga sore ?”

“Baik.” Jemari Agnes sejak tadi terus bergerak di atas Ipad nya. Walaupun menu sudah datang, masih ada ruang untuk meletakkan Ipad.

“Nyonya Theresia, untuk saat ini Aku belum tau berapa lama waktu yang di butuhkan dalam proses belajar mengajar. Hal ini akan Ku beritahu setelah melihat bagaimana Anak ini merespon Pertanyaan Ku nanti. Tapi tenang saja, pengalaman Ku selama ini tidak pernah lebih dari dua jam.”

“Baiklah. Karena menunya sudah datang, mari Kita makan dulu.”

“Baik, Nyonya Theresia.”

Saat makan, keduanya tampak sangat anggun. Mengunyah dengan perlahan, di tambah dengan postur duduk mereka sejak tadi, para pelanggan yang lain bisa mengira Mereka adalah Ibu dan Anak.

...*** ...

Setelah makan, Agnes tidak berlarut-larut dalam obrolan ringan. Dia mengambil lagi Ipadnya dan membacakan poin-poin yang sejak tadi Dia ketik.

“Jadi kesimpulannya, besok Aku akan mulai mengajari Anak Nyonya Theresia. Tidak ada kebutuhan yang spesial karena Dia anak yang normal. Dia cakap dalam bergaul, maka Aku akan membuat Dia merasa nyaman dengan berperan sebagai Kakaknya. Pertemuan di mulai pukul tiga sore. Banyak nya jam yang digunakan akan ditentukan setelah besok melihat bagaimana kecakapannya dalam memahami pelajaran dan mengola informasi. Bagaimana? Apa ada yang perlu di tambahkan, Nyonya Theresia ?”

Mendengar itu, Theresia berucap di dalam Batinnya, “Hem... Agnes sangat profesonal. Syukurlah Brigida mendapat Guru yang bisa menyamai Frekuensi otaknya.”

“...Tidak ada. Kau merangkumnya dengan sangat baik.” Sambungnya.

“Terimakasih. Ini memang bagian dari pekerjaanku.”

Setelah mengotak-atik layar Ipad, Agnes memasukan nya ke dalam tas. Lanjut menanggapi obrolan-obrolan ringan dari Theresia, Agnes terus melihat pada Jam yang bertengger di lengan. Theresia menyadari hal itu.

“Baik, Ku rasa Kita sudah membahas yang perlu di bahas. Kau sudah boleh pulang, Bu Guru.”

Agnes menarik garis senyumnya ke atas. Secara perlahan, Dia berdiri dari tempat duduk mengimbangi yang dilakukan oleh Theresia. Tangan keduanya kembali menyatu.

“Terimakasih untuk pertemuan hari ini. Sangat menyenangkan.”

“Terimakasih kembali, Nyonya Theresia. Senang berkenalan dengan Anda.”

Agnes sudah pamit dan meninggalkan Theresia. Sedangkan Theresia masih duduk kembali karena mendapat pesan dari Anaknya, Michael. Isi pesan itu menyuruh Theresia agar tidak beranjak dari tempat Reservasi, karena Michael sudah menuju ke tempatnya.

...*** ...

Dengan tinggi 160 cm dan berat badan 50 Kg, membuat Postur tubuh Agnes terlihat sangat elegan dengan celana panjang dan kemeja yang tidak memeras tubuh. Dia berjalan tegak, tidak menerbangkan penglihatannya ke berbagai tempat. Hanya fokus pada satu arah untuk pulang.

Dari arah berlawanan, Michael tengah menuju ke tempat sang Ibu. Penampilannya sungguh biasa saja, namun karena di karuniai wajah yang rupawan dan tinggi badan 183 cm membuat apapun yang Dia pakai terkesan indah dan elegan. Setelan jas rapi, jam tangan dan juga otot-otot tubuh yang tetap terlihat jelas meskipun tertutupi pakaian ditambah dengan harum parfum yang melekat di tubuhnya, membuat sosok Michael ‘pasti’ menjadi pusat perhatian.

Michael mengabaikan tatapan yang menerjang dirinya. Sudah terbiasa sekali dengan tatapan seperti ini.

“Seharusnya Aku tidak harus menuruti perkataan Ayah. Apa harus di jemput di meja Reservasi ? Kan Ibu bisa menjumpaiku di mobil.” Keluhnya di dalam batin.

Perlahan, matanya mengerjab beberapa kali untuk memperjelas penglihatan. Dia tidak salah dengan yang dilihatnya. Wanita yang dia temui di gereja dua hari lalu, kini sedang berjalan ke arahnya.

“Hem... Siapa ya namanya ?” Pikir Michael berusaha mengingat tulisan yang ada di lembar pertama Alkitab.

“Ah, Agnes!”

“Ya ?”

Suara itu keluar dari mulut Michael, terdengar jelas di gendang telinga Agnes yang kini tepat di sebelahnya.

Michael terlalu bersemangat mengingat nama, alhasil tak sadar bahwa Dia menyuarakan yang terlintas di benak. Sudah jadi seperti ini, apa boleh buat ? Michael hanya perlu berbasa-basi sebentar.

“Hai, senang bertemu denganmu lagi.” Tutur Michael tersenyum sealakadarnya. Kemudian lanjut bersuara di dalam batin. “Kumohon, jangan bertele-tele. Aku tidak suka percakapan yang tidak penting–“

“Maaf, Tuan. Apa Kita pernah bertemu sebelumnya ?” Sela Agnes menghancurkan kepercayaan diri Michael dengan tegas.

Tatapan Agnes terlihat jelas tengah bingung. Walau sudah menautkan alis, Agnes masih belum mengingat siapa Pria yang memanggilnya ini. Michael makin di buat tidak percaya dengan reaksi Agnes.

“Hah ? Kau melupakan Ku hanya dalam hitungan—“

Drrttt.. Drrrttt...

“Ah, maaf. Handphone Ku berdering.” Lagi, Agnes menyela dan langsung mengangat telefon.

“Iya halo ? Oh..! Tentang projek itu.. Hem..” Agnes mangut-mangut. Memahami setiap perkataan yang keluar dari Klien nya di seberang sana.

Kemudian, Mata Agnes melihat sosok Pria tampan di depannya. “Dia masih belum pergi dan patuh untuk tinggal di tempat ?” Batin Agnes tak percaya. Alhasil Agnes pun angkat suara, “...Sebentar,”

“...Tuan, Aku punya urusan. Maaf karena tidak mengenali Mu, permisi.”

Usai berpamitan dengan sedikit menunduk Agnes meninggalkan Michael yang masih berdiri tidak percaya di tempatnya.

“Hah ?” Lagi, Michael mengerjab beberapa kali. Otaknya berusaha mencerna situasi.

“Hahaha, Aku mengingat dengan jelas tapi tidak dengan diri Nya ? Apa Dia punya gangguan dalam ingatan ?”

Walau tak terima, Michael tidak mengejar Agnes untuk sekedar mengingat nya kembali. Dia berbalik dan melanjutkan langkah ke tempat Sang Ibu berada. Walaupun jujur, perasaan nya kini tidak karuan. Ada batu besar yang mengganjal batinnya. Michael merasa tidak adil sekali. Apa wajah nya memang segampang itu untuk di lupakan ?

...*** ...

Keesokan harinya, usai melakukan pekerjaan rumah dan pekerjaan yang mendatangkan uang, Agnes sudah berada di ruang tamu kediaman Lecllair. Theresia yang menemaninya usai para pelayan menyajikan minuman dan beberapa cemilan.

“Hahaha, maaf. Pelayan sedang membangunkan Brigida.” Ucap Theresia canggung.

Agnes tidak masalah. Dia tanggapi dengan senyuman perkataan Theresia barusan. Dia memang datang 15 menit sebelum waktu yang di tentukan, jadi masih ada waktu yang tersisa. Lagi pula ini pertemuan pertama, tidak masalah jika memulainya sedikit melenceng dari waktu yang di tentukan.

Di sisi lain, pelayan yang di suru oleh Theresia tengah memohon pada Michael.

“Tuan Michael, Saya mohon bangunkan Nona Brigida. Sudah Saya getarkan tubuhnya namun tidak ada respon. Dia malah semakin nyenyak.”

Michael menghembuskan nafas berat usai mendengar laporan ini.

“Apa Guru nya sudah datang ?”

“Iya, Tuan. Nyonya Theresia sedang menemani di lantai bawah.”

“Baiklah. Kau boleh pergi.”

Michael sudah berdiri dan menuju ke kamar Brigida. Anak itu kalau sudah tidur memang harus di cekoki dengan kekerasan baru mau bangun.

“....”

Michael terdiam saat melihat gaya tidur Brigida yang semakin hari semakin terlihat tidak rapi. Belum lagi di tambah mulut nya yang terbuka dan suara ngorok yang keluar.

“Uwaahh, Cara tidurnya mengalahkan laki-laki.” Kata Michael sambil menggeleng pelan.

Dengan jemari tangan yang kekar itu, Michael menjepit hidung Brigida. Cukup lama namun tidak sampai menyebabkan kematian, lantaran Brigida bangun seolah usai melakukan pertarungan didalam mimpi.

“Hahh.. Haahh.. Kak Michael, Kau ingin membunuhku ?”

“Guru sejarah Mu sudah ada di bawah. Cepat turun!” Tegasnya.

“Astaga, Aku lupa.”

Brigida mau berlari untuk membasuh wajah, namun kerah baju nya di tarik oleh Michael.

“Turun sekarang!”

“Kesan pertama itu penting!” Brigida memberontak

“Kau sudah menghancurkannya dengan bangun terlambat, Brigida.”

“Setidaknya tidak dengan penampilan yang berantakan.”

“Bukan urusanku.”

Brigida memasang wajah kusut karena Michael terus mengawal Nya agar tidak kemana-mana dan hanya berjalan ke tempat guru nya berada.

“Kak Michael tidak mengganti baju ? Kau tidak malu memakai kaos putih dan celana pendek hitam saat bertemu Guru Ku nanti ?”

“Heh!” Michael memasang Smirk di wajahnya dengan lirikan maut ke arah tubuh Brigida yang pendek. Tersirat banyak arti yang di pahami dengan jelas oleh Brigida.

Wajah setampan dirinya merasa malu ? Tentu tidak. Pakaian apapun yang Dia pakai pasti akan terlihat bagus apalagi Dia memiliki otot tubuh yang selalu di tempa dengan rajin.

“Tcih. Aku membenci Mu. Kudoakan supaya Guru Ku tidak tertarik dengan Mu, Kak Michael.”

“Itu Mustahil.”

“Percaya diri sekali—“

“Ah, Akhirnya kalian datang." Tutur Theresia merasa lega. "Perkenalkan, Wanita ini yang akan mengajarimu—"

“Kakak Cantik ?”

“Agnes Roosevelt ?”

“Kalian saling Kenal ?” Timpal Theresia sambil membuang tatapan ke arah Michael, Brigida dan Agnes beberapa kali.

“??” Wajah Agnes menyiratkan tanda tanya dengan jelas.

“Tidak.. Aku tidak kenal Mereka, Nyonya Theresia.” Sambung Agnes di dalam Batin.

...*** ...

Terimakasih yang masih stay, Jangan lupa tinggalkan like dan Komen ya. Thank you Darling~♡

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!