Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
**Hai, Hai... masih semangat nggak puasanya... ❓😁 lama nggak jumpa ya kita. Izin mau up bab deh, biar cepat end... hihi... 😁😁
Salam semangat dari author... 🥳🥳🥳**
...****************...
Dua hari kemudian Naila sudah sangat siap untuk kembali ke pesantren. Ibu dan Ayahnya sudah mengizinkan meskipun dengan berat hati. Naila menyiapkan beberapa koper pakaian dan keperluan sehari-hari. Kali ini dia berangkat dengan keyakinan dan niat yang berbeda. Dia sudah berkomitmen untuk membuang jauh-jauh sifat dan sikapnya yang kurang baik.
“Sudah siap Nak...? ” Pak Said sudah rapi sejak tadi. Bu Ania masih membantu Naila untuk menyiapkan barang-barangnya. Mereka berdua akan mengantar putri tunggalnya ke tempat suci.
“Belum yah, masih ngemasin obat-obatan biar nggak lupa.”
“Yaudah Ayah tunggu di depan ya, nanti kalian langsung kedepan.”
“Siap Bos...”
***
“Ayah, Ibu, do'ain Naila ya biar betah terus di pesantren. Naila nggak mau mengulangi kesalahan yang sama. Selalu bikin Ayah dan Ibu kecewa. Maafin Naila Yah, Bu... ” ucap Naila memecahkan keheningan selama perjalanan.
“Ibu senang akhirnya kamu bisa berpikir sedewasa itu tanpa ada yang mengingatkan. Yah, meskipun sudah Ibu maafkan.”
“Ayah juga senang Nak, tapi Ayah juga sedih...” ucap Pak Said sambil menampakkan wajah sedih.
“Sedih kenapa yah...? Gara-gara Aku mau balik ke pesantren, terus nggak bisa ketemu Ayah, gitu...? ” tanya Naila sambil memikirkan ucapan Ayahnya.
“Bukan itu...”
“Lalu...? ”
“Ayah sedih karena kamu semakin besar, semakin dewasa. Sebentar lagi pasti akan jadi milik orang lain.”
“Maksud Ayah Aku mau di jodohin gitu...? ”
“Hmm... Kan umur kamu semakin bertambah, berarti waktu Ayah dan Ibu sama kamu tinggal sedikit. Begitu maksudnya...”
“Jangan bilang Ayah mau jodohin Aku sama anak temen Ayah...” Selidik Naila kepada Ayahnya. Bu Ania yang duduk di depan menyikut Pak Said agar tidak membicarakan hal yang aneh-aneh kepada Naila. Hari ini dia berangkat dengan niat dan semangat yang berbeda. Jangan-jangan kalau mendengar sesuatu dari mulut Ayahnya malah berubah pikiran lagi. Malah memberontak lebih parah dari pada yang sebelumnya.
“Ayah nggak bilang begitu kok sayang...” Bu Ania ikut menambahi agar Naila percaya.
“Pokonya Aku nggak mau kalau di jodoh-jodohin, lagian juga masih kecil kan Yah... ”
“Naila, kalau menurut hukum alam anak perempuan seusia kamu itu sudah layak menikah loh...” gurau Pak Said yang membuat Naila semakin cemberut.
“Enggak lah, Aku kan masih sekolah Ayah... Masih kelas XI itu masih kecil...”
“Berarti nanti kalau habis lulus kelas XII kamu Ayah nikahkan ya...”
“Idih... Nggak banget deh, Naila masih pengen ngejar cita-cita yang tingginya selangit.” celetuk Naila merasa kesal dengan ide konyol Ayahnya.
“Enggak Ayah, pokonya Aku nggak setuju kalau di jodohin sama anak temen Ayah. Titik. Maafkan Aku Ayah...” Naila menyeringai kecut kepada Ayahnya yang telah berhasil merusak moodnya.
“Udah, udah... lagian Ayah sih kenapa malah godain Naila. Sekarang ini Naila mau fokus belajar dulu... Itu bisa kita bicarakan nanti-nanti kalau Naila udah lulus sekolah.” Bu Ania melerai perdebatan anak dan suaminya yang membuat telinganya panas. Naila diam, begitu juga dengan Ayahnya.
...****************...
Tak butuh waktu yang lama, akhirnya mereka sampai di pesantren. Suara teriakan teman-teman Naila dari dalam sana saling bersahutan.
“Naila... akhirnya kamu kembali juga. Kita pikir kamu tidak akan kembali Nai... seneng banget deh...” Laras langsung memeluk erat Naila seperti orang yang sudah lama tidak berjumpa.
“Naila apa kabar...? ” teman-teman lainnya juga ikut menyalami. Tapi tidak berlaku buat hatters Naila. Beberapa pasang mata hanya melihat dari kejauhan, tersenyum sinis tidak ikut serta menyapa kehadiran Naila.
Biarin aja deh, Aku nggak peduli. Toh Aku juga nggak pernah ngrepotin dia.
Setelah puas bertegur sapa dengan teman-temannya, Naila beserta keluarga menuju ke Ndalem kiyai.