"People come and go, but someone who is compatible and soul mates with you will stay"
Dengan atau tanpa persetujuanmu, waktu akan terus berjalan, sakit atau tidak, ayo selamatkan dirimu sendiri. Meski bukan Tania yang itu, aku harap menemukan Tania yang lain ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Joon Young Jadi Juni
Wanita berusia 50 tahunan terlihat tergopoh-gopoh kemeja informasi. Tampilannya elegan, tidak terlalu mewah tidak juga asal-asalan, cukup nyaman dilihat dan trendy untuk seumuran wanita itu.
"Permisi mbak, ruang rawat atas nama Nathania Giddens."
"Maaf, yang ada Tania giddens Bu, apa mungkin orangnya sama?."
"Aduh itu anak. Udah panik begini masih sempet-sempetnya aja mendekin nama, iya mbak itu orangnya sama."
"Permisi tante, mamanya Tania ya?", terdengar suara lembut di belakang wanita itu, dan segera ia menoleh.
"Oh iya, kamu kenal anak saya?".
"Saya Jessie tante, masih ingat? Kita pernah teleponan sebentar dulu, semalem juga saya yang ngabarin tante."
"Oh Jessie, yang punya Cafe? Oh iya iya." semangat tiba-tiba.
"Hehehe, iya tante. Tante Khawatir Tania udah siuman, dia baik-baik aja kok, dia perlu istirahat dan nenangin diri."
"Nenangin diri? Bukannya dia cuman jatuh aja?"
"Hmmm, traumanya kambuh lagi tante." seru Jessie dengan wajah kuatir.
"Ya ampun! Itu anak kenapa diam aja sih? Dia sama sekali nggak bilang apa-apa lho sama tante. Bisa-bisanya. Untung ada kamu Nak, makasih banyak ya udah dibantuin, kamu pasti repot jagain itu anak badung."
"Enggak kok Tan, Dia jinak Kalau bareng aku hehehe." kekeh Jessie.
Pertemuan antara Jessie dan ibunya Tania tidak sengaja dilihat Yona dan ia pun langsung pergi ke ruang perawatan Bryan, untuk memberi kabar dan ternyata Sony juga di sana.
"Lu berdua kayaknya senggang banget ya, betah banget Lu jagain gue di sini, udah kayak baby sitter aja lu berdua." sambut Bryan.
"Yan, Mama mertua lu datang tuh. " Yona membuka pembicaraan.
"Maksud lu? Mamanya Tania? Ngapain dia ke sini?".
"Gua baru dengar tadi di toilet nggak sengaja nguping sih omongan dokter jaga. Tania semalam dibawa ke sini, dia gegar otak ringan, traumanya juga kambuh."
"Hah?", kaget. " Akh...", kesakitan karena bergerak tiba-tiba.
"Dan dia juga..."
"Yona...!!!", bentak Sony.
"Juga apa? Apa? Ada apa sih?", bingungnya sambil melototi Sony dan Yona.
"kenapa Son? Kenapa gua nggak boleh bilang ke dia kalau Tania yang nyelamatin dia?", tantang Yona.
"Tania?", bingung Bryan.
"Gua kesel lihat Joon young yang nggak bisa gua deketin sama sekali, dia selalu nempel sama Tania. Kesel gua. Lu nggak boleh nyerah Yan. Lu harus rebut dia lagi, supaya gue bisa mendekat. Please yan please...", rengek Yona.
"Lu berdua bisa berhenti aja nggak sih? Nggak capek apa? Jujur gue capek banget ya lihat persaingan yang nggak penting ini?", kesal Sony.
"Lu temen apa musuh sih sebenarnya? Lu tahu kan gue suka banget sama Joon Young, dan Iyan juga pengen banget balikan sama Tania jadi apa salahnya?", Yona membela diri.
"Tapi lu sadar nggak kalau Joon Young bahkan nggak pernah lirik lu sedikitpun, apalagi suka sama lu, dan Tania, Tania nggak niat balikan sama lu Yan. Lu sadar nggak sih? Lu berdua sadar nggak kita bertiga pernah matahin hati Tania? Dan jujur gue ngerasa bersalah sampai hari ini, apa harus dua kali kita nyakitin orang yang nggak bersalah? Bahkan gue juga nyerang mentalnya Joon Young." jelas Sony.
"Iyan kan mau berubah, kali ini dia benar-benar serius sama Tania, dan gue juga serius suka sama Joon Young." Yona masih membela diri sementara Bryan diam membisu.
"Terserah lu deh, kalau bentuknya ngerusak hubungan orang, nggak ada yang namanya tulus, jangan bego, jangan denial." kesal Sony meninggalkan ruangan.
Sementara Bryan sama sekali bungkam. Ia diam mematung mendengar dan mencoba mencerna apa yang Sony katakan. Perasaan bersalahnya kepada Tania tumbuh berkali lipat mengetahui fakta bahwa dialah yang menyelamatkan dirinya pasca mabuk konyol itu.
🌼🌼
"Sayang, gimana? kepala kepala kamu masih sakit?", seru Joon Young menerobos masuk tanpa Memperhatikan sekeliling.
"Aku udah baikan."
Sesampainya di brankar Tania, ia memperhatikan segala peralatan yang terkait dengan gadisnya itu, ia memeriksa selang infus, alat bantu pernapasan yang masih menempel di hidung Tania karena nafasnya masih belum nyaman, juga mengecek punggung tangan Tania yang dipasangi jarum infus, memastikan tidak ada pembengkakan di sana. Ia kemudian duduk di samping Tania dan mengelus surai pacarnya itu.
"Aku baik-baik aja, Joon Youngah."
"Really?"
"Hmm... really." jawab Tania dengan senyum sumringah.
Cup cup cup cup Joon Young mendaratkan banyak ciuman di punggung tangan Tania yang tidak dipasangi infus.
"Itu cuma saus cabe, you don't need to worry that much."
"Kamu tahu?", kaget Tania. Joon Young mengangguk beberapa kali.
Tiba-tiba Joon Young mengedarkan matanya ke sekeliling.
Deg
Joon Young terkejut karena mereka tidak sendiri di sana, ada Jessie dan seorang wanita paruh baya yang tidak ia kenal.
"Jessie, dokter di sini Ramah banget ya? Sampai panggil sayang dan cium-cium tangan segala." herannya masih terperangah, Jessie sudah menahan tawanya.
"Sayang, a woman besides Jessie eonnie is my mama. Mah ... Ini loh Pacarku Yang kemarin aku bilang itu, dokter Jung Joon Young." seru Tania Dengan semangatnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
"M-ma- mam mama???", joon Young kaget bukan main. " Aa .. aa.. annyeonghaseyo eomonim, Joneun dongeng Jung Joon Young Imnida." panik Joon Young sambil membungkukkan badannya 90°. Sementara mamanya Tania, ikut-ikutan membungkukkan badannya. Tawa Jessie dan Tania meledak melihat moment awkward.
"Dia orang Korea mah dia dokter bedah anak di sini. Dia jago ngomong bahasa kok. Mungkin lagi gugup aja ketemu mama tiba-tiba." ledek Tania.
Akhirnya mereka semua duduk berdekatan dengan tempat tidur Tania.
"Juni." seru mama Tania.
"Joon Young, mah."
"Iya itu maksudnya. Kamu udah makan siang belum?".
"Hah? Maksudnya eomonim?", bingung Joon Young.
"Mama kalau nemuin aku pasti bawa banyak makanan.", sambil mengeluarkan 2 Set tempat makan. " Tadi katanya Panik, tapi sempet juga tuh masak banyak." Sindir Tania.
"Diam kamu." semprot mama.
"Saya belum makan siang eomonim." jawab Joon Young senang. Mama Tania menarik tangan Joon Young dan membuka telapak tangannya lalu meletakkan sepasang sendok di sana.
"Ayo dimakan." serunya ramah. "Kamu juga anak cantik." melakukan hal yang sama pada Jessie.
Perasaan Joon Young dan Jessie sama. "hangat seorang ibu." Joon Young Sudah lama tidak merasakannya sejak 5 tahun terakhir, sementara Jessie tidak pernah merasakannya sejak awal, sambil melahap makanan air matanya berjatuhan.
"Loh... loh... Jessie kenapa? Pedes ya? Ngga suka ya?".
" Ngg, ngga kok tante. Ini enak banget. Saking enaknya jadi baper. Heheh." seru Jessie sambil mengusap air matanya sambil terus makan.
"Makan pelan-pelan, yang banyak, besok-besok kalau ke sini lagi tante bikin lagi. Aduh cengeng banget ini anak gadis, Juni kamu juga makan yang banyak."
"Joon Young ma...", kembali mengingatkan.
Kamu kenapa nyuruh Khael ngurus cuti aku, aku ngga separah itu."
"Kamu butuh di terapi, butuh rutin makan obat. Untuk sekarang kondisi kamu itu membahayakan, kita tidak tahu kapan, dan dimana lagi kamu akan tumbang seperti kemarin. Belum tentu juga ada Khael, atau aku didekat kamu.
Jadi kamu harus berobat intensif sayang, kamu harus lindungi diri kamu sendiri. Arasso...", jelas Joon Young.
"Bagus Juni, emang harus begitu." timpal mamanya.
"Joon Young, ma."
"Tidak apa eomonim, dipanggil Juni juga saya suka, heheh." jawab Joon Young.
"Dih." ledek Tania.
Jessie hanya senyum-senyum melihat interaksi semua orang didekatnya itu. Ia merasa hangat dan sedikit janggal, ia tidak terbiasa dengan situasi harmonis seperti ini. Tapi, ia suka.
Tania meyakinkan semua orang yang berkerumun di ruangannya bahwa ia sudah baik-baik saja dan tidak butuh banyak bantuan. Lebih tepatnya mengusir mereka semua. Ia merengek-rengek menyuruh Jessie membawa mamanya pulang dan kembali lagi besok. Mengusir Joon Young untuk berkeliling mengunjungi pasiennya seperti biasanya. Ruangan itu akhirnya sepi dan tenang. Ia teringat ekspresi Jessie dan ikut merasa sedih.
"Mama emang cerewet, tapi tangan dan hatinya hangat." batinnya.
Tok tok tok
Klek, pintu dibuka.
"Iyan?".
.
.
.
Tbc ... 💜