Menikah dengan lelaki yang dia cintai dan juga mencintainya adalah impian seorang Zea Shaqueena.
Namun impian tinggalah impian, lelaki yang dia impikan memutuskan untuk menikahi perempuan lain.
Pergi, menghilang, meninggalkan semua kenangan adalah jalan yang dia ambil
Waktu berlalu begitu cepat, ingatan dari masa lalu masih terus memenuhi pikirannya.
Akankah takdir membawanya pada kebahagiaan lain ataukah justru kembali dengan masa lalu ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Destiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketakutan
Waktu sudah menunjukan jam makan siang. Zea memasuki restauran yang tidak terlalu jauh dari apartemennya. Saat ini zea hanya berdua dengan shanum.
Ze langsung memanggil pelayan setelah mendapat meja kosong. Mereka memesan makanan yang menurutnya enak.
drttt drttt
Ponsel shanum berdering, panggilan masuk dari lily. "Lily" Ucapnya menunjukan layar ponsel yang menampilkan panggilan masuk dari lily.
"Halo?"
"Iya halo. Kak shanum maaf saya ganggu."
"Kenapa ly?"
"Saya ada perlu sama nona zea, sudah saya telpon tapi nomornya tidak aktif." Mendengar itu, shanum memberikan ponselnya pada zea.
Zea menerimanya "Kenapa ly?"
"Begini nona, ada klien yang mau memesan gaun namun beliau ingin bertemu langsung dengan nona zea untuk membicarakan design-nya" Zea diam tak langsung menjawab, dia tampak berpikir.
"Emmm.. begini saja ly. Berikan nomor saya padanya, suruh menghubungi saya langsung."
"Iya baik nona."
"Apa ada lagi yang mencari saya?" Tanya zea.
"Ada nona. Seorang pria muda mungkin usianya sedikit di atas nona." Zea mengerutkan keningnya halus.
"Apa kamu tanya siapa namanya? dan ada keperluan apa?"
"Saya lupa bertanya namanya, pria itu hanya menanyakan keberadaan nona zea saja. Tapi... Emmm... maaf bukan saya bermaksud lancang, pria itu sangat mirip seperti orang yang ada di foto yang saya lihat di meja kerja nona. Saya tidak sengaja melihatnya saat itu.
Deg
Zea terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat. Shanum heran melihat sahabatnya diam.
"Ly, jangan katakan pada siapapun keberadaan saya sekarang. Nanti kalau ada yang menanyakan saya kembali, bilang saja saya sedang ada pekerjaan di luar. Jangan lupa segera beritahu saya."
"Iya baik. Kalau begitu saya tutup telponnya. Selamat siang."
"Lily bilang apa?" Shanum bertanya saat zea mengembalikan ponselnya. Dia cukup penasaran, saat melihat wajah zea sedikit pucat.
"Dia nyari aku shan." ucap zea lirih.
Shanum mengerutkan keningnya dalam, dia siapa yang zea maksud. "Siapa?"
Zea tidak menjawab, tangannya memegang perut ratanya yang sudah sedikit menonjol. Shanum terdiam, dia mengerti sekarang. Tidak salah lagi, pasti lelaki itu.
"Ze." Shanum men-jeda ucapannya. Dia ragu untuk membicarakan hal ini. "Apa mungkin dia tau kamu lagi hamil?" Shanum meringis saat zea menatapnya.
"Dia gak akan tau shan, aku yakin." Ucapnya dengan yakin, namun hatinya merasa sangat khawatir akan hal itu. Tidak ada yang tau, semua bisa saja terjadi.
Shanum menghela nafas dalam. Dia sungguh tidak tau harus berbuat apa untuk menenangkan sahabatnya ini. Walaupun Zea terlihat biasa saja, namun shanum tau kalau zea sedang tidak baik-baik saja.
"Udah gak usah dipikirin. Buruan lanjutin makannya." Ucapnya. Zea hanya mengangguk pelan dan kembali melanjutkan makannya.
"Abis ini kita mau kemana?" Tanya shanum berusaha mengalihkan pembicaraan agar Zea tidak terlalu banyak memikirkan hal seperti tadi.
"Aku mau ke pusat perbelanjaan"
"Oke"
.
.
Sudah 3 jam mereka berkeliling mall, namun belum ada satu barang pun yang zea beli. Sementara shanum sudah menenteng beberapa paper bag ditangannya.
"Gak ada yang mau kamu beli ze?" Tanya shanum. Saat ini mereka baru keluar dari salah satu toko sepatu branded.
"Kita ke sana." Menunjukan toko pakaian yang tak jauh dari tempat mereka. Shanum hanya pasrah mengikuti langkah kaki Zea membawanya.
"Kaya-nya nanti aku butuh baju-baju ini." Menunjukan deretan baju untuk ibu hamil.
"Iya, tapi kan masih beberapa bulan ke depan. Sekarang masih bisa pake baju yang biasa kamu pake."
Zea mengedikkan bahunya acuh "Bajunya bagus-bagus. Nanti keburu abis." Sahutnya. Zea mengambil beberapa yang menurutnya cocok dia pakai.
Zea lanjut mengelilingi toko itu sambil melihat-lihat. Langkahnya terhenti tepat berada di deretan pakaian tidur. Tangannya mulai sibuk memilih. Shanum yang melihatnya hanya melongo. Dengan cepat dia meraih tangan zea lalu berbisik.
"Ngapain beli itu?"
"Kenapa sih?" Zea melepaskan cekalan tangan shanum dari tangannya. Menatap shanum bingung.
"ZEA" Geram shanum tertahan.
"Mau kamu pake buat siapa baju kaya gitu hah?" Shanum berbicara se-pelan mungkin, walaupun dia tau orang-orang disana tidak akan ada yang mengerti dengan ucapannya.
"Ya buat di pake tidur aja" Zea menyahuti enteng.
"Kamu belom nikah loh ze, gak akan berguna itu kamu pake."
Zea menghela nafas dalam. Memutar tubuhnya menghadap shanum. "Shanum, dengerin ya. Gak ada loh larangan untuk yang belom nikah beli baju ini. Kamu kalo mau beli, beli aja."
Shanum membulatkan kedua matanya. "Ya tuhan"
Kali ini dia membiarkan zea mengambil baju-baju dinas itu.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau. Zea langsung membawanya ke kasir.
"Setelah ini kemana lagi?" Tanya shanum saat keluar dari toko itu.
"Pulang aja, aku udah cape banget."
.
.
.
Varro menatap layar ponselnya, memandangi foto zea dengan lekat. Hatinya sungguh gelisah. Sejak tadi nomor zea masih belum bisa dihubungi. Dia sangat takut terjadi sesuatu pada gadis itu.
Varro menekan nomor zea, mencoba menelpon kembali. Varro mendekatkan ponsel ke telinganya. Bibirnya tertarik, senyum terlihat di wajahnya.
"Halo?"
Sungguh varro sangat senang sekarang. Dia berusaha mengendalikan perasaannya.
"Siapa ya?"
"Z-ze, ini aku." Hening tidak terdengar sahutan dari zea. Varro melihat ponselnya, panggilannya masih terhubung.
"Zea." Panggilnya.
"Iya, ada keperluan apa?"
nyesss
hatinya berdesir mendengar ucapan zea.
"Aku kangen." Ucapnya lirih. Tidak ada sahutan dari sana.
"Ze kita perlu bertemu. Aku mau minta maaf sama kamu. Aku mau jelasin semuanya, kamu harus tau alasan aku melakukan semua ini."
"Tolong kasih aku kesempatan. Aku masih sangat mencintai kamu ze"
tut
tut
Panggilannya terputus. Varro menatap nanar layar ponselnya. Walau begitu, hatinya sedikit lega setelah berbicara dengan zea.
Varro kemudian mengetik sebuah pesan, lalu dia kirimkan.
drttt drttt
Panggilan masuk dari jimmy.
"Bagaimana?" Begitu mengangkatnya varro langsung menyerobot bertanya.
"Ketemu."
"Kirimkan alamatnya sekarang, aku akan menyusulnya sekarang juga."
"Var, lebih baik tunggu saja disana tidak perlu menyusulnya"
"KAU GILA" Sentaknya menyela.
"Dengarkan aku dulu. Kemungkinan zea tidak akan lama disana."
"Apa maksudmu?"
"Tunggu saja satu atau dua hari lagi dia kembali."
"Itu terlalu lama, asal kau tau." Ucap varro sinis
"Astaga. apa kau tidak bisa bersabar sedikit. Hanya dua hari. "
"Kau tidak mengerti jimmy" Varro menurunkan nada bicaranya.
"Aku mengerti, untuk itu aku membantumu. Ikuti saja apa kataku."
Varro mendengarkan dengan seksama apa yang jimmy katakan.
"baiklah" ucapnya. Lalu mematikan sambungan telponnya.
Varro mengusap wajahnya kasar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa yaa tinggalin jejak kalian. Like, komen sebagai bentuk dukungan kalian😊
Terima kasih untuk yang sudah mampir ke karyaku🤗