Di tengah hujan yang deras, Jane Rydell, melihat seorang pria terkapar, di pinggir jalan penuh dengan luka.
Dengan tanpa ragu, Jane menolong pria itu, karena rasa pedulinya terhadap seseorang yang teraniaya, begitu tinggi.
Hendrik Fernandez, ternyata seorang pria yang dingin dan kaku, yang tidak tahu caranya untuk bersikap ramah.
Membuat Jane, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu, dengan sabar menunjukkan perhatiannya, untuk mengajarkan pada pria dingin itu, bagaimana caranya mencintai dan di cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27.
"Jangan mendekat!" kata Hendrik dengan suara yang begitu berat.
"Kenapa? ada apa denganmu?" tanya Jane heran, ia merasa sedih karena Hendrik tidak ingin ia sentuh.
Tubuh Hendrik semakin tegang, mendengar suara sedih dari Jane, ia jadi merasa bersalah karena tidak ingin di sentuh Jane.
Jane diam di tempatnya tidak bergerak, tapi matanya memandang Hendrik dengan lekat, mencermati apa yang sebenarnya terjadi pada suaminya itu.
Mereka saling diam satu sama lain, sementara Hendrik semakin kuat menggenggam tangannya, menahan sesuatu yang membuat ia berkeringat.
"Kau kenapa?!" tanya Jane dengan kencang, ia tidak tahan lagi melihat Hendrik, yang tidak mau jujur padanya.
Suara kencang Jane, membuat Hendrik terkejut, dan menatap Jane dengan lekat, membuat ia ingin mengatakan, apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Tapi ia malu, dan tidak berani bicara jujur.
"A.. a.. aku tidak baik, pergilah kembali tidur, sebentar lagi aku akan menyusul!" ucap Hendrik berat.
"Apakah luka pada perutmu kembali sakit?" suara Jane jadi melunak, mendengar suara gugup dan berat dari Hendrik.
"Tidak! aku.. a..!" tubuh Hendrik semakin menegang, karena Jane sudah berdiri tepat di depannya.
Jane menyentuh kening Hendrik, terasa panas dan berkeringat, "Demam, sepertinya kau demam!"
Dengan cepat tangan Jane membuka piyama Hendrik, untuk memeriksa luka pada perut suaminya itu.
"Tidak! Jangan!" Hendrik reflek memegang kedua tangan Jane, membuat Jane terkejut.
Ia menatap dengan tajam Hendrik, ia merasa ada yang tidak beres dengan suaminya itu.
"Kau tidak ingin aku sentuh? baiklah.. aku tidak mengganggu mu lagi, sepertinya kita tidak perlu saling jujur, mari kita jaga privasi kita masing-masing, dan peranku sebagai istri sepertinya tidak penting!" ucap Jane dengan nada kecewa.
Lalu ia pun menarik tangannya, dari cengkraman tangan Hendrik, dengan sekali sentak.
Membuat wajah Hendrik langsung berubah seketika, dan tatapan matanya terlihat tidak rela.
Jane tidak mempedulikan tatapan mata Hendrik, yang ia lihat mendadak berubah sedih.
Jane kemudian berbalik meninggalkan Hendrik, ternyata mereka belum terbuka satu sama lain.
"Tidak!" Hendrik reflek meraih tangan Jane, "Jangan pergi!"
Jane berdiri diam di tempatnya, mencoba menenangkan emosinya, yang membuat hatinya kesal.
"Bukankah kau menyuruhku untuk pergi, kenapa kau tahan aku?" tanya Jane, tidak mau berpaling untuk memandang Hendrik.
"Maaf... tubuh lelaki di pagi hari akan bereaksi berlebihan, dan aku mencoba untuk meredakannya" ucap Hendrik dengan pelan, ia merasa malu mengatakan, apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Jane tetap belum mau menoleh memandang Hendrik, ia tetap diam berdiri di tempatnya, tidak merespon perkataan Hendrik.
Melihat Jane diam saja, Hendrik semakin bersalah, dan takut kalau Jane jadi tidak menyukainya.
Hendrik memegang bahu Jane, lalu membalikkan tubuh istrinya itu untuk menghadap padanya.
Dengan tatapan malas, Jane memandang Hendrik, melihat wajah Hendrik yang terlihat cemas.
"A.. aku malu untuk mengatakannya" gumam Hendrik, dengan wajah yang semakin merona.
Jane mencoba mencerna maksud dari perkataan Hendrik, sembari menatap dengan lekat wajah suaminya, yang semakin berubah.
Tatapan Hendrik jadi terlihat ingin menerkam Jane, membuat Jane akhirnya buka suara.
"Kenapa malu? bukankah kita sudah menjadi suami istri? mungkin aku bisa membantu, jadi jangan ada rahasia di antara kita!" ucap Jane menatap mata Hendrik, yang terlihat begitu dalam menatapnya.
"Ba.. baiklah, aku harap kau jangan marah!" kata Hendrik dengan suara yang semakin berat.
Hendrik meraih tangan Jane, lalu membawanya ke suatu tempat di bawah perutnya.
Mata Jane sesaat terbelalak, merasakan Hendrik membawa tangannya ke area tempat, yang tidak pernah terpikirkan oleh Jane.
Hendrik menekan tangan Jane di sana, membuat wajah Hendrik semakin memerah, dengan bibir setengah terbuka.
"A.. apakah kau merasakannya, apa yang membuat ku menahan sakit?" bisik Hendrik, merangkul pinggang Jane dengan tangannya, yang satu lagi.
"Ke.. kenapa kau tidak melepaskannya padaku? ke.. kenapa kau menahannya?" tanya Jane serak.
Sekarang ia tahu, kenapa Hendrik seperti orang yang sedang kesakitan.
Ternyata suaminya itu, menahan sesuatu yang harus ia tuntaskan kepadanya sebagai istri Hendrik.
"A.. aku takut, kau terkejut dan tidak menyukainya" ucap Hendrik pelan.
Jane memang belum pernah di sentuh oleh lelaki manapun, dan tidak mengerti bagaimana tentang senggama, antara suami istri.
Tapi instingnya mengatakan, kalau seorang suami menginginkan istrinya, ia harus siap kapanpun diinginkan suaminya, asalkan suaminya tidak melakukannya dengan kasar, atau memaksa.
Mereka sudah menjadi suami istri, Hendrik berhak menyentuhnya, karena ia tidak membenci Hendrik.
Dan lagi pula mereka pengantin baru, sangat wajar bagi mereka, untuk melakukan malam pertama mereka.
Jane menggerakkan tangannya, mengelus benda, yang semakin terasa berdenyut dalam telapak tangannya.
"Jane..." wajah merona Hendrik terlihat seperti orang yang mabuk, dengan bibir Hendrik yang setengah terbuka.
"Jangan menahannya, itu tidak baik untuk kesehatan mu" bisik Jane dengan lembut.
Hendrik menelan ludahnya mendengar perkataan Jane, dan tanpa sadar suara mendesah, terdengar keluar dari kerongkongannya.
"Ba.. baiklah, aku akan melepaskannya, semoga aku tidak menyakitimu" bisik Hendrik serak, "Tadi aku ingin sekali menyentuh mu.. melihatmu tertidur dengan nyaman, aku tidak berani melakukannya, karena itulah aku melarikan diri masuk ke dalam kamar mandi" Hendrik menundukkan wajahnya.
Perlahan Hendrik memiringkan wajahnya, lalu mengecup bibir Jane dengan lembut.
Jane tidak berani bergerak di tempatnya, ini ciuman ke dua kalinya, bibirnya bersentuhan dengan bibir Hendrik.
Bersambung.....