Debi menuruni jalan setapak yang menuju rumahnya dengan langkah cepat. Matahari mulai tenggelam, memberi warna keemasan di langit dan menyinari tubuhnya yang lelah setelah perjalanan panjang dari Sarolangun. Hawa desa yang sejuk dan tenang membuatnya merasa sedikit lebih ringan, meskipun hatinya terasa berat. Liburan semester ini adalah kesempatan pertama baginya untuk pulang, dan meskipun ia merindukan rumah, ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan setiap kali memikirkan Ovil.
Debi sudah cukup lama tinggal di Sarolangun, bersekolah di sana sejak awal tahun ajaran baru. Sekolah di kota jauh berbeda dengan kehidupan di desa yang sudah dikenalnya. Di desa, segalanya terasa lebih sederhana. Namun, setelah dua tahun menjalani kehidupan kota, ia merasa bahwa dirinya sudah mulai terbiasa dengan keramaian dan rutinitas yang cepat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Debi Andriansah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
langkah baru
Setelah Ovil memutuskan untuk memilih Debi, keduanya merasa seolah beban yang berat akhirnya terangkat. Meski keputusan ini belum sepenuhnya mudah, ada kedamaian yang mulai terasa di hati mereka. Namun, mereka tahu perjalanan mereka tidak akan berjalan mulus. Konflik yang ada, baik dengan Pandawa maupun dengan perasaan mereka yang sebelumnya terpendam, masih akan menguji hubungan mereka.
Hari pertama setelah keputusan itu terasa sedikit canggung. Ovil dan Debi mencoba menyesuaikan diri dengan status hubungan yang baru. Mereka berdua sadar bahwa tidak hanya mereka yang harus belajar beradaptasi, tetapi juga lingkungan mereka, terutama teman-teman dekat mereka.
Di sekolah, Redi, yang selalu mendukung Debi, menunjukkan rasa antusiasme dan kegembiraan saat mendengar berita tentang hubungan baru mereka.
“Akhirnya, Debi! Kamu bisa tenang sekarang, ya?” kata Redi dengan senyum lebar.
Debi hanya tersenyum malu, merasa ada banyak mata yang mengawasi mereka. “Aku harap ini benar-benar keputusan yang tepat, Redi,” ujarnya dengan sedikit ragu.
“Tenang, kamu sudah memikirkannya matang-matang. Ovil juga nggak mungkin sembarangan, kan?” Redi meyakinkan Debi.
Namun, di sisi lain, Ras, teman dekat Ovil, tampaknya sedikit lebih khawatir. Setelah Ovil memberitahunya tentang keputusan besar ini, Ras merasa perlu mengingatkan Ovil akan banyaknya hal yang masih harus mereka hadapi bersama.
“Kamu yakin, Ovil? Ini bukan keputusan yang mudah. Apalagi dengan Pandawa yang masih ada dalam hidupmu,” kata Ras, sedikit khawatir.
Ovil menghela napas, memikirkan kembali apa yang baru saja ia lakukan. “Aku tahu, Ras. Tapi aku nggak bisa terus hidup dalam kebingungan. Aku harus memilih, dan aku memilih Debi. Aku harap Pandawa bisa mengerti.”
Ras mengangguk pelan, meskipun ia tetap merasa cemas. “Kalau kamu sudah yakin, aku cuma bisa mendukungmu. Tapi ingat, segala hal nggak akan langsung mulus. Ada banyak hal yang perlu diselesaikan.”
Setelah berbicara dengan Ras, Ovil merasa lebih mantap dengan keputusannya. Ia tahu bahwa ia dan Debi akan melalui banyak hal bersama, dan ia bertekad untuk mempertahankan hubungan mereka, meskipun ada banyak tantangan yang mungkin muncul.
Pada malam itu, setelah sekolah selesai, Ovil mengajak Debi untuk bertemu di tempat yang mereka sering kunjungi, sebuah kafe kecil yang terletak di ujung jalan. Mereka duduk di pojok, jauh dari keramaian, dan mulai berbicara.
“Debi, aku tahu kita berdua memulai hubungan ini dengan banyak hal yang belum selesai,” kata Ovil, tatapannya serius. “Aku tahu aku nggak bisa menjanjikan semuanya akan sempurna, tetapi aku ingin berusaha. Kita harus sabar satu sama lain.”
Debi mengangguk, matanya penuh dengan harapan. “Aku juga tahu, Ovil. Aku nggak berharap semuanya akan langsung mudah. Tapi aku percaya kita bisa menghadapinya bersama.”
Mereka terdiam sejenak, menikmati suasana tenang yang ada di sekitar mereka. Meski masih ada banyak ketidakpastian, ada perasaan kuat yang menyatukan mereka—rasa percaya bahwa mereka bisa menghadapinya bersama.
Namun, kehidupan mereka tidak akan pernah benar-benar mudah. Meskipun Debi dan Ovil sudah memutuskan untuk berpacaran, mereka harus menghadapinya dengan kekuatan hati dan kesabaran. Perasaan terhadap Pandawa yang masih ada, serta tantangan yang datang dari luar, akan menguji keteguhan mereka.
Keesokan harinya, Ovil memutuskan untuk berbicara dengan Pandawa secara langsung. Ia tahu ini adalah langkah yang sulit, tetapi ia harus melakukannya agar tidak ada lagi kebingungan atau ketegangan.
Pandawa menerima ajakan Ovil untuk bertemu di sebuah taman yang sepi. Begitu bertemu, Ovil merasakan ketegangan di udara, tetapi ia tahu ini adalah saat yang tepat untuk berbicara.
“Pandawa, aku ingin kita bicara dengan jujur,” kata Ovil, dengan suara yang mantap meskipun hatinya berdebar.
Pandawa menatapnya, wajahnya terlihat sedikit kecewa. “Apa lagi, Ovil? Apa kamu mau bilang kalau kamu pilih Debi? Kamu sudah pilih dia, kan?”
Ovil mengangguk. “Aku sudah bicara dengan Debi, dan kami berdua sudah memutuskan untuk bersama. Aku tahu ini sangat sulit untuk kamu terima, tetapi aku harap kamu bisa mengerti.”
Pandawa terdiam, lalu menghela napas. “Aku nggak tahu harus bilang apa, Ovil. Aku tahu kita nggak bisa terus seperti ini, tapi ini bukan keputusan yang mudah buatku juga. Tapi aku tahu, kamu sudah membuat pilihan.”
Ovil menatap Pandawa dengan rasa simpati, meskipun hatinya terasa berat. “Aku nggak mau kamu merasa terluka, Pandawa. Kamu sudah penting dalam hidupku, dan itu nggak akan berubah. Tapi aku juga harus memilih jalan yang aku rasa benar.”
Pandawa akhirnya tersenyum, meskipun senyumnya sedikit pahit. “Aku akan coba menerima ini, Ovil. Aku hanya ingin kamu bahagia.”
Percakapan itu meninggalkan banyak perasaan campur aduk bagi Ovil. Ia merasa lega karena sudah mengungkapkan segalanya, tetapi di sisi lain, hatinya terasa hancur melihat Pandawa yang ia sayangi harus pergi. Namun, ia tahu bahwa ia dan Debi harus melangkah ke depan, bersama-sama.
Kembali ke rumah, Ovil merasa lebih ringan, tetapi masih ada banyak hal yang harus dihadapi. Ia tahu bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah, tetapi setidaknya mereka memiliki satu sama lain untuk bertahan.
---
Bab ini melanjutkan perjalanan Ovil dan Debi yang kini harus menghadapi realita hubungan mereka, serta tantangan dari masa lalu mereka dengan Pandawa. Meskipun keputusan sudah diambil, kenyataan tetap menguji mereka.