Alisa, harusnya kita tidak bertemu lagi. Sudah seharusnya kau senang dengan hidupmu sekarang. Sudah seharusnya pula aku menikmati apa saja yang telah kuperjuangkan sendiri. Namun, takdir berkata lain. Aku juga tidak mengerti apa mau Tuhan kembali mempertemukan aku denganmu. Tiba-tiba saja, seolah semua sudah menjadi jalan dari Tuhan. Kau datang ke kota tempat aku melarikan diri dua tahun lalu. Katamu,
ini hanya urusan pekerjaan. Setelah kau tamat, kau tidak betah bekerja di kotamu. Menurutmu, orang-orang di kotamu masih belum bisa terbuka dengan perubahan. Dan seperti dahulu, kau benci akan prinsip itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gregorius Tono Handoyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua batang pohon beringin dan kisah taman patah hati
"Aku menyukai pohon beringin," ucapku. "Itu alasan mengapa aku suka datang ke taman ini."
Seorang perempuan bertanya kepadaku. Mengapa aku suka sekali datang ke tempat ini. Dia perempuan yang aku kenal di taman ini.
"Ini taman patah hati. Dia tertawa sambil mengata- kan kalimat itu. "Dan kalau kau suka datang ke sini, berarti kau sedang patah hati, atau bersiaplah untuk patah hati." Dia membiarkan rambutnya tergerai diem- bus angin sore ini. Lalu menatap daun-daun beringin yang hijau. Aku bisa melihat mata berbinar menatap daun-daun itu.
Dia tidak bohong perihal nama taman ini. Sejak aku datang ke tempat ini, nama taman ini memang seperti yang disebutkannya. Tidak banyak yang tahu dari mana asal muasalnya. Namun sebenarnya, ada cerita yang melatari nama itu. Sejarah perihal dua batang pohon beringin yang besar yang tumbuh di taman ini.
Dahulu, katanya, sekitar puluhan tahun lalu. sepasang kekasih diakhiri hidupnya di sini, cinta mereka terlarang, keluarga mereka tidak merestui hubungan asmara itu. Namun, cinta terlanjur tumbuh subur di dada mereka. Tidak ada yang bisa menahan perasaan itu. Meski beberapa kali si perempuan pernah mencoba menghindari kekasihnya. Namun, sayang seribu sayang. Cintanya jauh lebih besar dari pada ketaatan kepada orangtuanya. Ia tidak tahan, akhirnya dia menyerah pada cinta. Menyerahkan segalanya.
Cinta mereka suci, tetapi buta. Beberapa bulan kemudian si lelaki meminta kepada orangtua perempuan. Sebab, kekasihnya sedang mengandung anak mereka. Bukannya mendapat restu, mereka malah dibenci dan disiksa. Dikatai pendosa dan dicaci maki hingga diperlakukan seperti binatang. Yang menyedihkan lagi, mereka dipisahkan bertahun lamanya. Si lelaki dipasung, ia tidak boleh kemana- mana. Diberi makan sekadar penyambung hidup. Urusan asmara telah membuat hidupnya merana. Namun, dia tidak pernah menyesal. Baginya, cinta yang diperjuangkan tidak pernah salah.
Sedangkan perempuan diasingkan ke pulau lain. Dibuang dari kampung. Dikatai sebagai pembawa sial. Cinta telah mencampakkannya ke pulau antah berantah. Namun, ia tidak pernah menyesal. Baginya, cinta adalah kebahagiaan. la percaya, tubuhnya bisa disiksa, raganya bisa dibuang sejauh mungkin, tetapi hati dan perasaannya akan tetap menyatu dengan lelaki yang mencintainya.
"Dari mana kau tahu cerita itu?" Perempuan itu bertanya.
"Bukankah cerita itu sudah berkembang di masyarakat," jawabku.
"Aku tidak tahu. Aku hanya tahu, nama taman ini, Taman Patah Hati."
"Ternyata kau orang yang tidak begitu peduli masa lalu."
Dia tertawa. "Ya, masa lalu memang tidak begitu penting bagiku," ucapnya. Di ujung kalimatnya, aku merasakan ada kesedihan.
"Maaf, bukan begitu maksudku."
"Tidak apa-apa, tidak masalah. Semuanya sudah berakhir. Dia mencoba tersenyum. Lalu memintaku melanjutkan cerita perihal nama taman ini.
Aku menarik napas. Mengingat sampai mana bagian akhir yang aku ceritakan. Dia mengatur posisi duduk, membuat dirinya senyaman mungkin.
Mereka dipisahkan bertahun-tahun. Namun, cinta membuat mereka bertahan. Lelaki itu lumpuh setelah begitu lama dipasung. Tetapi, semangatnya tetap saja ada. Wajahnya tidak pernah sedih sedikitpun. Meski dia tidak lagi bisa berjalan mencari kekasih hatinya. Cinta di dadanya tetap tumbuh subur. Mengakar ke seluruh tubuh. Hingga suatu hari ia berhasil kabur dari pasungan.
Bisa kau bayangkan apa yang dilakukannya untuk
melarikan diri? Dengan kakinya yang lumpuh, dia
berjalan ngesot, mencari di mana kekasih hatinya.