Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 28
"Apa yang sebenarnya kau lakukan di sini Ray?", tanya David.
Ia dan Rayyan sedang duduk santai di rooftop sambil menikmati pemandangan malam hari kota Seoul.
"Maksudmu?", Rayyan tak mengerti pertanyaan itu.
David minum dari kaleng softdrink di tangannya kemudian menatap Rayyan.
"Kenapa lebih memilih bekerja di sini kalau memang tidak mungkin bisa mendapatkan apa yang kau harapkan selama ini", jawab David, nada suaranya terdengar prihatin.
Rayyan hanya tersenyum dan menghela nafas.
"Kau punya peluang karir bagus di Singapura. Tawaran banyak mendatangimu dari counter-counter ternama di sana. Tapi kau malah menepis semua itu, membuang dirimu dan masa depanmu. Hanya untuk apa? Untuk harapan yang tak bisa kau raih. Harapan kosong Ray, dan kau sudah tahu itu sejak awal. Aku tak mengerti denganmu", wajah David menampakkan kekecewaan.
"Apa bedanya denganmu? Mengapa kau mau menerima tawaranku bekerja di sini padahal kau juga punya peluang karir yang bagus di sana. Jangan bersikap tak adil padaku Dave. Apa karena aku bukan orang kaya lalu aku harus mati-matian mengejar karir dan uang? Sementara kau, dengan segala kelebihan yang kau punya bisa bebas memilih mau kau apakan hidupmu karena jelas sudah terjamin. Begitu?", protes Rayyan.
David mencebik kesal mendengar kalimat Rayyan.
"Dengar, cinta itu tak melulu menuntut untuk diberi dan mendapatkan. Kalau kau mengharapkan sesuatu dari yang kau cinta tapi malah membuatnya terluka dan tak bahagia, apa itu bisa dikatakan cinta? Itu namanya egois dan posesif, lebih seperti sebuah penyakit psikologis", terang Rayyan kemudian ikut mengambil sekaleng softdrink dan meminumnya.
"Tapi paling tidak itu lebih manusiawi ketimbang apa yang kau lakukan sekarang", David belum bisa menerima jalan pikiran Rayyan.
"Itu juga manusiawi Dave, manusia yang sudah mencapai kesadaran bahwa prioritas cintanya adalah kebahagiaan dari orang yang dicinta. Bukan dirinya sendiri. Memang akan sangat ideal ketika keduanya bisa mendapatkan kebahagiaan bersama. Tapi berapa banyak yang bisa begitu? Ada lebih banyak cinta satu arah ketimbang yang dua arah. Bila cinta searah memaksa untuk mendapatkan balasan, ya.. tragedi jadinya", sahut Rayyan sambil melihat ke arah David.
David hanya melengos mendengar kata-kata mutiara dari Rayyan.
"Sudah, tak usah membahas tentangku lagi. Lagipula sebentar lagi aku akan menikah, dan akan merasakan indahnya berumah tangga. Bagaimana denganmu sendiri? Mengapa setelah sekian tahun bersama, kau dan Marion malah berpisah? Dimana ucapanmu dulu yang selalu bilang, she's the one Ray! She's the one! Apa sekarang sudah membelah diri lalu menjadi lebih dari satu?", sindir Rayyan.
Dave tambah kesal dibuatnya. Mengapa sekarang Rayyan malah mengalihkan pembicaraan ke masalah pribadinya?
"Sudah tidak ada kecocokan. Tidak sejalan lagi", hanya itu yang dia ucapkan.
Rayyan mengerutkan dahinya kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Terus sekarang kau mau ke jalan yang mana lagi Dave.. Ingat umur. Jangan kebanyakan berkelana, nanti tahu-tahu kau sudah tua saja".
David melotot tak senang pada Rayyan. Sementara Rayyan hanya terkekeh.
"Aku sepertinya sudah menemukan jalan baru", sahut Dave dengan pandangan lurus ke arah lansekap kota Seoul.
Rayyan menatap Dave penuh tanya.
"Jalan menuju Asna", sambung Dave seraya tersenyum pada Rayyan.
Bukannya turut senang, Rayyan malah terlihat kaget dan tak mengerti. Bagaimana mungkin orang seperti David yang pembawaannya ceria dan sangat supel bisa tertarik pada Asna yang datar dan pasif.
Ia jadi teringat pada dua kutub magnet yang berbeda. Kenyataannya memang harus seperti itu supaya keduanya bisa tarik menarik. Apakah itu yang sedang terjadi? Tapi bukankah juga ada air dan minyak yang segigih apapun kita berusaha mencampurnya, tetap tak akan bisa menyatu menjadi sebuah larutan.
"Sebenarnya apa yang membuatmu tertarik pada Asna, Dave? Oke, dia memang cantik. Tapi dia tak cocok denganmu. Nah, ini baru yang disebut tidak ada kecocokan. Bukan seperti kau dan Marion", ucap Rayyan tak mengerti.
"Ah, kau memang tak mengerti pesona wanita. Matamu sudah tertutup oleh Eun-mi", Dave tak senang dengan pendapat Rayyan, terlalu menghakimi di awal.
"Justru keadaannya yang seperti itu membuatku merasa ingin melindungi dan memberikan kembali kebahagiaan untuknya. Aku ingin membuatnya kembali tersenyum dan memastikan bahwa dia akan baik-baik saja dan aku akan selalu mendampinginya", David seolah sedang menyatakan perasaannya langsung pada Asna.
Rayyan kembali menghela nafas. Dia baru ingat kalau temannya ini gampang merasa iba.
Rayyan bingung harus bagaimana menanggapi David. Andaikan ia tahu pasti kalau David memang serius tentang Asna, mungkin ia akan berusaha membantunya. Tapi bagaimana kalau tidak? Bagaimana kalau ternyata dia bukan jatuh cinta pada Asna, tapi hanya kasihan?
Untuk beberapa menit mereka berdua hanya terdiam menikmati suasana malam hari yang sepertinya cukup cerah.
"Bagaimana dengan calon isterimu? Apa dia cantik?", tanya David tiba-tiba.
Rayyan sedikit terkejut mendapat pertanyaan itu. Ia jadi salah tingkah.
"Aku.. sebenarnya aku belum pernah melihatnya", sahut Rayyan agak malu.
"Apa?! Jangan bilang kalau kau beli kucing dalam karung Ray!", David tak sadar telah menaikkan volume suaranya.
"Aku bukannya beli kucing dalam karung Dave, lebih tepatnya dibelikan kucing oleh orang tuaku", sahut Rayyan tak terima, tapi sesaat kemudian dia merasa aneh pada dirinya sendiri yang ikut-ikutan menyamakan calon isterinya dengan kucing.
David hanya melengos mendengarnya.
"Terserah kau saja", sahutnya ketus, kemudian menghabiskan minuman kalengnya sebelum masuk ke dalam rumah.