Hanaya, wanita cantik yang harus rela menjual tubuhnya dengan pria yang sangat ia benci. Pria yang telah melukai hatinya dengan kata-kata yang tak pantas Hana dengarkan.
Mampukah Hana hidup setelah apa yang terjadi padanya?
Atau bagaimana kah nasib pria yang telah menghina Hana saat tahu kebenaran tentang Hana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon momian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Buka..." Teriak Hana di depan pintu gerbang yang saat ini sedang tertutup. "Buka!"
"Jangan jadi pengecut! Yang hanya bisa bersembunyi di dalam rumah mewah mu."
"Maaf nona, tapi tuan sedang tidak ada." Ucap sang penjaga.
"Bohong!" Lalu Hana memegang pagar denfan kedua tangannya dan mendorong pagar. "Buka, kalau tidak. Aku akan melempar rumah ini." Ancam Hana,.
Namun tetap saja pintu gerbang masih tertutup dengan sangat rapatnya. Membuat Hana melangkah mundur dan melihat area sekitar. Dan tanpa pikir panjang, saat Hana melihat ada batu, Hana pun langsung mengambil batu tersebut dan melemparkan batu itu masuk kedalam rumah Elang.
"Tuan kaya. Jangan hanya bisa bersembunyi setelah apa yang kau lakukan."
"Hana.." Teriak Widia memanggil dan langsung menutup pintu mobil dan berlari menuju Hana. "Hana, sudah. Jangan lakukan itu." Ucap Widia sambil memegang kedua pundak Hana.
"Aku benci dia Wid. Aku benci!"
"Ya, aku tahu itu Han. Tapi apapun yang kau lakukan tidak akan merubah keputusannya untuk kembali membuka kelab itu."
Hana tertunduk lesu.
"Kontrol emosi mu Han. Lebih baik kita pulang, kita pikirkan lagi apa yang selanjutnya kita kerjakan untuk bisa mendapatkan kebenaran."
Hana pun mengikuti langkah Widia, namun langkah Hana berhenti tepat di depan pintu gerbang.
"Titipkan salam ku pada tuanmu. Tanyakan padanya aku sangat-sangat membenci dirinya."
Dan tanpa Hana ketahui ternyata Elang berada di salah satu ruangan yang berada di kelab malam itu. Elang hanya bisa tersenyum devil saat mengetahui kabar jika Hana berkunjung kerumahnya. Dan menitipkan salam padanya.
"Benci? Aku rasa sebentar lagi bencimu akan berubah menjadi cinta." Gumam Elang lalu meminum minuman yang sejak tadi ia pegang.
"Cinta? Tuan yang ada hanya benci pada nona Hana." Batin Roy.
••••••
"Kak, mulai hari ini aku sudah tidak bekerja lagi. Maaf karena belum bisa mendapat jawaban dari apa yang kakak dapatkan." Ucap Hana sambil duduk di depan Kana. "Maaf kak. Karena aku belum bisa mengembalikan senyum di wajah kak Kana."
Hana tertunduk dan tanpa terasa air matanya menetes. Lalu sesaat kemudian Hana merasakan kepalanya sedang di usap dengan lembut. Ya, kini Kana sedang mengusap kepala Hana, namun pandangannya tetap mengarah keluar jendela. Entah apa yang Kana pikirkan.
"Kak.." Lirih Hana.
"Jangan percaya dengan orang kaya." Gumam Kana namun masih dapat di dengarkan oleh Hana.
"Kak." Hana mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang kakak. "Apa maksud kakak?" Tanya Hana, namun Kana kembali diam. "Kak bicaralah, beri aku petunjuk kak." Kini Hana menggoyangkan kedua pundak Kana, namun kanan tetap saja diam.
"Kak Kana." Teriak Hana, membuat Kana memejamkan kedua matanya dan menutup kupingnya dengan kedua tangannya.
"Jangan sentuh aku. Jangan! Pergi kau dari sini." Teriak Kana dengan histeris.
"Kak."
"Pergi. Jangan! Jangan sobek baju ku. Pergi!"
"Kak Kana."
"Hiikkkssss, hikkkkss,, pergi kau, pergi!" Teriak Kana sambil menangis histeris.
Hana langsung memeluk tubuh Kana. "Kak ini aku Hana. Tenanglah kak. Ini aku." Hana mengusap pundak belakang Kana.
"Tenanglah kak. Tenanglah."
Perlahan tangisan Kana mulai mereda...
"Maafkan aku kak" ucap Hana. "Entah apa yang terjadi padamu kak. Tapi aku yakin itu adalah kenangan yang sangat buruk, sehingga membuatmu seperti ini kak." Batin Hana.
••••••••••••••
"Akhirnya kau datang juga sobat." Ucap Adit dengan setengah sadar. "Ayo minumlah." Tawar Adit pada Aron yang baru saja ikut bergabung.
"Sampai kapan kau akan hidup seperti ini?" Tanya Aron saat melihat sudah ada beberapa gadis di dalam ruangan yang akan memuaskan mereka.
"Ayolah Aron. Jangan hidup terlalu kaku. Ingat nikmati semuanya karena hidup hanya sekali." Ucap Adit sambil tertawa dan ada dua wanita yang duduk di samping kiri dan kanannya.
"Karena hidup hanya sekali. Makanya gunakan dengan sebaik mungkin. Apa kau lupa apa yang telah kau perbuat berapa bulan lalu?"
"Hahahahah, itu adalah hal yang paling menyenangkan." Ucap Adit dengan tawa yang menggelegar.
"Dan itu adalah hal yang membuat dunia seorang wanita hancur."
"Hahahah tidak mungkin. Kau tahu sendiri kan sobat, jika wanita suka dengan hal yang seperti itu."
"Andai kau bukan temanku, mungkin kau sudah mati di tanganku."
Lalu Aron berdiri hendak melangkah keluar dan bertepatan dengan itu Elang pun muncul. Baik Aron maupun Elang, mereka berdiri dan berhadapan. Keduanya saling pandang dengan tatapan yang sangat sulit untuk di artikan.
"Hey sobat, kemarilah.." Ajak Adit pada Elang. "Minumlah dan pilihlah wanita mana yang akan menemanimu malam ini" Ucap Adit sambil menunjuk satu-satu wanita yang ada di dalam ruangan tersebut.
Elang menaikkan sudut bibirnya sambil menatap Aron, dan kemudian berjalan mendekati Adit.
Aron pun keluar dari dalam ruangan tersebut.
"Ayo minumlah."
Elang pun langsung meminum minuman yang di tuangkan oleh wanita yang berada di situ.
"Pilihlah sesuka hatimu." Ucap Adit.
Namun sesaat kemudian Elang langsung berdiri. Dan tanpa banyak bicara Elang langsung keluar dari ruangan itu juga.
"Ada apa dengan mereka berdua." Ucap Adit dan kembali menikmati malamnya dengan minuman dan dengan wanita-wanita yang siap melayani dirinya.
"Pengecut!" Ucap Elang saat dirinya sudah berada di parkiran.
Aron yang berada di parkiran pun mendengar apa yang Elang katakan. Namun Aron berusaha untuk menahan dirinya.
"Kau pengecut."
"Apa kau bilang?" Tanya Aron, karena sungguh ia sudah tidak dapat menahan diri.
"Kau seorang pria pengecut."
"Kau lah yang pengecut Elang!" Aron langsung memberikan pukulan tepat di wajah Elang, membuat sudut bibir Elang mengeluarkam sedikit darah segar.
"Hanya ini yang bisa kau lakukan? Hahahah kau memang seorang pria pengecut." Ucap Elang kembali.
Namun kali ini Aron tidak memberikan pukulan lagi.
"Andai kau bukan adikku. Mungkin kau sudah aku singkirkan." Ucapnya lalu berjalan meninggalkan Elang.
Aron pun langsung masuk kedalam mobilnya dan langsung menancap gas.
Beberapa kali Aron memukul stir mobil, meluapkan amarahnya. Dan sungguh ia telah menyesal kepada apa yang terjadi dalam dirinya. Semenjak kejadian hari itu, Aron hanya bisa menyesali hari-harinya.
semangat terus thor
pediih tau