Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beda Usia
"Apa dia sudah pulang?"
"Sepertinya belum. Tuan Lionel belum datang mencariku, itu artinya Tuan Richard masih ada di rumah ini. Duhh, mana perutku lapar sekali. Bagaimanakah jika cacing di dalam perutku merajuk? Lambungku bisa babak belur dihajar oleh mereka."
Lisa terus menggerutu sebab perutnya tak henti berbunyi sejak tadi. Seharian ini dia terus bersembunyi di dalam ruangan karena kapok setelah insiden pisang goreng mengerikan itu. Gara-gara benda lembek tersebut, Lisa sampai tidak doyan makan. Bentuk dan aroma benda lembek itu seperti membuatnya gila.
Ceklek
Seperti tupai, Lisa reflek melompat ke belakang sofa saat pintu ruangan tiba-tiba dibuka. Jantung berdebar dan siku yang nyeri karena terantuk lantai, dia berdoa lirih semoga yang masuk bukan Tuan Richard.
"Lis, kondisi sudah aman. Kau bisa keluar sekarang."
Lionel menatap ke sekeliling ruangan. Kosong dan sepi. Ke mana gadis itu? Tidak mungkin kaburkan?
"Lisa?"
"Aku di sini."
Kepala Lionel miring ke arah sofa. Siluet sosok yang tengah berjongkok terpantul di lantai. Dia lantas tersenyum, lucu saat membayangkan pose gadis itu. "Richard sudah pulang, jadi kau bisa keluar sekarang."
Akhirnya pulang juga. Segera Lisa menyembulkan kepala dari balik sofa dan menyengir kuda ke arah Tuan Lionel.
"Tuan, aku lapar. Boleh minta makanan tidak?"
"Jadi kau belum makan?" kaget Lionel. Astaga, sekarang sudah jam sembilan malam. Bagaimana bisa dia lupa mengantarkan makanan untuk Lisa yang memang sedang bersembunyi dari Richard? Bodoh sekali.
(Aku yang memintanya bersembunyi di sini, tapi aku juga yang lupa memberinya makan. Untung saja Lisa tidak mati karena kelaparan. Aku bisa menjadi pembunuh dua kali jika hal itu sampai terjadi. Ya ampun, Lionel. Kau sangat ceroboh,)
"Kau ingin makan apa? Mau pesan atau .... "
"Aku masak sendiri saja, Tuan. Sudah amankan sekarang?" sahut Lisa memilih untuk mandiri. Terlalu tidak tahu diri jika harus merepotkan orang lain hanya karena urusan perut.
"Kenapa tidak pesan saja? Itu bisa menghemat waktu dan tenagamu." Lionel datang mendekat. Ditatapnya Lisa penuh rasa bersalah. "Maaf ya. Gara-gara aku, kau sampai kelaparan begini. Aku tidak sengaja lupa. Sungguh."
Lisa speechless sendiri saat Tuan Lionel meminta maaf padanya. Padahal dia sendiri saja tidak mempermasalahkan. Dan apa itu? Tatapan pria ini begitu dalam. Sebegitu merasa bersalah? Aneh.
"Ya sudah kalau begitu biar aku temani kau masak di dapur. Kebetulan aku juga sedikit lapar," ucap Lionel tiba-tiba salah tingkah sendiri saat Lisa terus menatapnya lekat.
"Tuan?"
"Y-ya?"
"Kenapa wajahmu memerah? Kau sedang malu ya?"
Blusshhh
Rona merah seketika muncul di pipi Lionel saat ditanya seperti itu oleh Lisa. Takut ketahuan sedang salah tingkah, dia malah reflek menarik tangan gadis ini dan membawanya keluar menuju dapur. Lisa yang diperlakukan demikian pun hanya diam saja. Dia masih terheran-heran mengapa wajah Tuan Lionel bisa tiba-tiba memerah seperti buah tomat.
"Ekhmm!"
Suara deheman dari arah tangga menghentikan langkah Lisa dan dan Lionel. Mereka kemudian sama-sama menoleh ke arah tersebut.
"Kalian sedang apa? Mengapa sampai bergandengan tangan di dalam rumah? Ingin menyebrang?" sindir Kinara seraya melirik ke arah tangan dua manusia di hadapannya.
(Apa ini yang namanya cinta beda kasta? Lionel terlalu tua untuk gadis semuda Lisa. Mereka tidak seharusnya bersama. Ah, memikirkan apa otakku ini? Terlalu jauh melantur. Astaga)
"Ibu kenapa belum tidur?" Lionel balik melemparkan pertanyaan. Meski telah disindir, dia tak berniat melepaskan tangan Lisa. Biar saja. Dia nyaman dengan posisi ini.
"Tuan, tidak sopan melempar balik pertanyaan sebelum menjawab. Apalagi yang bertanya adalah orang tua. Kau tidak pernah diajari soal attitude ya?" tegur Lisa terang-terangan.
Lionel tergugu. Sedangkan Kinara, wanita itu cukup siap mental menghadapi sikap Lisa yang terlalu to the point. Terlalu sulit mencari celah untuk memarahi gadis ini karena semua yang dikatakannya adalah satu kebenaran. Padahal, selama ini Kinara sangat kritisi terhadap sikap orang-orang di sekelilingnya. Tetapi di hadapan Lisa, dia seolah tak mampu berkutik.
"Nyonya, apa kau sudah makan?" tanya Lisa saat perutnya kembali berbunyi. Hidup untuk makan, dan hal inilah yang sedang dia coba perjuangan.
"Tentu saja sudah. Aku tidak terbiasa makan di atas jam tujuh malam. Kenapa memangnya?" jawab Kinara.
"Kalau belum, aku ingin mengajak Nyonya makan bersama kami. Tuan Lionel bilang dia mulai lapar, makanya kami bergandengan tangan ingin pergi ke dapur dan memasak makan malam. Kalau Nyonya mau, aku akan membuat porsi lebih."
Jeda sesaat. Lisa menunduk melihat genggaman tangan Tuan Lionel yang lumayan erat. "Lama-lama tanganku bisa kesemutan kalau kau begitu kuat menggenggamnya, Tuan."
"Hah?"
"Kau terlalu kuat menggenggam tanganku. Bisa lepas sebentar tidak?"
Tawa Kinara akhirnya pecah melihat gelagat putranya yang sedang menahan malu. Lagi, dia kembali melihat keanehan di diri putranya setelah sekian tahun. Dan itu terjadi karena Lisa. Kepolosan gadis ini seperti magnet yang mampu memecahkan tempurung keras yang selama ini menjadi tempat bersembunyi jati diri putranya.
"Kau dan Nyonya mengobrollah dulu. Nanti kalau makan malamnya sudah siap, aku akan langsung memanggilmu. Tidak apa-apakan kalau aku hanya membuat masakan sederhana saja? Ini sudah malam. Lambung kita bisa obesitas kalau terlalu banyak menelan asupan makanan berat," ucap Lisa sok pintar. Padahal bukan dokter.
"Terserah kau saja. Selama bukan racun, aku pasti akan memakannya," sahut Lionel tak keberatan. Baginya sederhana atau mewah, makanan hanya akan berakhir menjadi kotoran. Jadi tak ada beda. Yang penting perut kenyang.
Setelah mendapat izin, Lisa bergegas menuju dapur untuk memasak. Tuan Lionel sendiri memilih untuk menunggu sembari duduk di sofa. Karena posisi dapur yang tidak terlalu jauh, dia bisa melihat betapa cekatannya Lisa saat bertarung dengan bumbu dan alat masak. Lionel kemudian tersenyum. Hatinya menghangat menyaksikan pemandangan langka tersebut.
"Ibu mencium aroma tak biasa diantara kalian. Ada apa? Kalian saling jatuh cinta apa bagaimana?" tanya Kinara penuh rasa ingin tahu. Segera dia duduk di samping putranya lalu menatapnya lekat. "Jawab Ibu, Leon. Kau menyukai Lisa ya?"
"Apa salah?"
"Hah?"
"Salah jika aku merasa nyaman saat berada di samping orang yang tidak setara dengan keluarga kita?"
Penuh pemberontakan. Setidaknya ini yang Kinara rasakan saat mendengar jawaban Leon. Tak ingin langsung menghakimi, dia memilih untuk diam menunggu putranya selesai bicara.
"Ibu, aku tahu ini akan terdengar tidak masuk akal di telingamu. Tetapi, adanya Lisa di rumah kita seperti menghadirkan keberanian baru di dalam hidupku. Di sini," ucap Lionel sembari menepuk dada. "Di sini, Bu. Selalu ada yang bergetar setiap kali aku berduaan dengannya. Apakah salah jika aku menyukainya?"
"Usia kalian terpaut terlalu jauh. Kau tidak seharusnya melakukan itu, Leon."
"Sejak kapan cinta mempunyai batasan usia? Ada banyak sekali pria muda yang menikah dengan nenek tua. Dan cinta mereka bersemi sampai akhir hayat. Mengapa Ibu harus menentang?"
"Ibu tak menentang. Hanya Lisa terlalu muda untukmu. Kau sudah hampir tiga puluh enam tahun, sedangkan dia? Kartu identitas resmi saja belum punya. Ibu tidak mau melihatmu kecewa, Leon. Carilah wanita setara agar hidupmu tak perlu banyak menyesuaikan diri. Oke?"
"Jika tetap Lisa yang ku inginkan, apa yang akan Ibu lakukan?"
Ini bukan pertanyaan, melainkan ketegasan. Dan Kinara tahu, akan percuma saja jika dia terlalu banyak bicara. Tiada guna.
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara