"Jangan pernah temui putriku lagi. Kamu ingin membatalkan pertunangan bukan!? Akan aku kabulkan!"
"Ti... tidak! Bukan begitu! Paman aku mencintainya."
Luca Oliver melangkah mendekati tunangannya yang berlumuran darah segar. Tapi tanpa hasil sama sekali, dua orang bodyguard menghalanginya mendekat.
"Chery! Bangun! Aku berjanji aku akan mencintaimu! Kamu mau sedikit waktu untukmu kan? Semua waktuku hanya untukmu. Chery!"
Tidak ada kesempatan untuknya lagi. Ambulance yang melaju entah kemana. Segalanya berasal dari kesalahannya, yang terlalu dalam menyakiti Chery.
*
Beberapa tahun berlalu, hati Oliver yang membeku hanya cair oleh seorang anak perempuan yang menangis. Anak perempuan yang mengingatkannya dengan wajah tunangannya ketika kecil.
"Kenapa menangis?"
"Teman-teman memiliki papa, sedangkan aku tidak."
Ikatan batin? Mungkinkah? Pria yang bagaikan iblis itu tergerak untuk memeluknya. Membuat semua orang yang melihat tertegun, iblis ini memiliki hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hoax
"Oliver adalah makhluk yang harus kamu hindari. Dia---" Kalimat Aldino yang ingin memanfaatkan kesempatan disela, kala seorang dokter memasuki ruangan.
"Adikku, dia sudah siuman tapi ingatannya." Kalimat Leo terhenti kala Aldiano, menggeleng-gelengkan kepalanya tersenyum.
Beberapa orang memeriksa keadaan Chery. Hingga salah seorang dokter melangkah mendekati Mahardika."Ada yang ingin aku katakan tentang keadaan putrimu." Sang dokter menghela napas kasar.
*
Ruangan lain menjadi tempat mereka berbicara saat ini. Mengingat Chery tengah dibawa beberapa dokter dan perawat untuk melakukan CT scan.
Sang dokter menghela napas, melepaskan kacamatanya."Kami tidak bisa mengambil kesimpulan, harus mendatangkan psikolog dan mendapatkan hasil CT scan terlebih dahulu. Tapi kesimpulan awal Chery mengalami amnesia sistematis, dalam artian dia melupakan seseorang atau suatu kejadian yang memberikan trauma besar. Maaf, aku bertanya, apa Chery mengalami..."
"Iya, putriku mengalami penganiayaan." Mahardika menghela napas.
"Sebaiknya kita menunggu hasil pemeriksaan dari psikolog dan hasil CT scan." Hanya itulah yang diucapkan oleh sang dokter. Benar-benar berhati-hati dengan segalanya. Tidak ada benturan di kepala, namun pasien sempat mengalami henti jantung. Apa ada penggumpalan darah di otak? Ada banyak kemungkinan. Tapi kemungkinan yang terbesar adalah traumatis.
Membaca data pasien, Chery sendiri memiliki riwayat gangguan mental akibat kehilangan mendiang ibunya. Mungkin untuk proteksi diri, tubuhnya secara otomatis menghapus ingatan tentang kejadian traumatis, maupun orang yang menjadi penyebab rasa traumanya. Namun, itu hanya asumsi sang dokter.
*
Namun, setelah hasil CT scan keluar tidak ada masalah sama sekali. Psikolog didatangkan, hasilnya?
"Apa kejadian terakhir yang kamu ingat?" Tanya psikiater, pelan membandingkan ingatannya dengan catatan yang diberikan Mahardika.
"Aku pergi ke area food court dekat sekolah. Setelah itu membeli dua con ice cream. Ada hujan deras. Hanya itu... kemudian aku tiba-tiba terbangun di rumah sakit." Chery tersenyum mengatakan yang sejujurnya. Memang hanya itu yang ada di ingatannya.
"Mampus! Chery tidak mengingatnya!" Batin Aldiano, menahan dirinya tidak tertawa. Ini benar-benar satu kebahagiaan baginya.
"Chery, ayahmu mengatakan kamu tidak ingat seseorang bernama Oliver?" Tanya sang psikiater lagi.
"Oliver? Apa itu rekan bisnis ayah?" Chery malah balik bertanya.
Kalimat yang membuat keempat pria itu saling melirik. Astaga! Ini bagaikan keajaiban bagi mereka, Chery melupakan sang ubur-ubur.
"Kita mulai pelan-pelan... Oliver adalah---" Kalimat psikiater yang ingin mengembalikan ingatan Chery disela.
"Penguntit! Dia pria jelek, gemuk, botak, yang sering mencuri pakaian dalam wanita." Aldino berucap penuh keseriusan.
"Hah? Tapi di catatan yang kalian berikan---" Kembali kalimat sang psikiater yang membulatkan matanya disela.
"Sudah pergi sana!" Rien tersenyum menarik tangan sang psikiater memberikan 10 lembar uang bergambar tokoh revolusioner Amerika Serikat (1000 dollar, atau setara dengan 15 juta rupiah). Seketika jiwa nasionalisme sang psikiater terhadap negara adidaya itu bangkit.
"Aku pamit, cepat sembuh ya! Turuti kata-kata kakak dan ayahmu! Semangat!" Sang psikiater melangkah pergi, lagipula ini keputusan keluarga pasien bukan?
"A...aku mengenal orang m*sum seperti itu!?" Tanya Chery.
"Benar! Kamu mengalami kecelakaan mobil karena dia mengejar-ngejarmu. Dan jadilah seperti ini! Lihat rambutmu botak karena terbakar sebagian." Sebuah kebohongan dramatis yang diucapkan oleh Rien. Benar-benar berbohong tanpa berkedip kakak yang satu ini."Setelah ini tinggal dengan kakak di luar negeri ya? Kakak akan melindungimu darinya..."
"Begitu? A...aku terlalu bingung, ingin istirahat." Chery tertunduk, terlalu banyak hal aneh yang terjadi menurutnya.
"Baik, cepat sembuh. Ayah akan pastikan kamu dapat melukis lagi, dokter syaraf dan tulang, juga fisioterapis akan datang besok." Mahardika tersenyum lembut pada putrinya. Meninggalkan ruang rawat bersama ketiga putra angkatnya.
Sedangkan Chery terdiam sejenak, mencoba memikirkan segalanya baik-baik. Tidak mengingat satupun hal tentang Oliver. Dirinya hanya terdiam seorang diri di rumah paman Axel dan istrinya dulu sering mengunjunginya. Melewati masa sekolah menengah pertama, bermain di sungai seorang diri, piknik dan tersenyum seorang diri. Bahkan masa SMU-nya...tidak ada yang istimewa. Menghela napas kemudian tersenyum, mungkin semua yang diucapkan kakak dan ayahnya adalah kebenaran.
Dirinya mengalami kecelakaan. Gadis yang meraih cermin kecil, menatap wajahnya yang tidak karuan."Astaga!" Teriak Chery kembali menyimpan cermin. Wajahnya dipenuhi lebam, ditambah rambutnya yang botak. Seberapa parah kecelakaan yang dialami olehnya.
"Aku seperti Anabelle! Tidak! Lebih buruk dari Anabelle!" Wanita itu kembali berteriak. Tidak menyadari apa yang akan terjadi beberapa minggu lagi. Dimana dirinya akan mendapatkan jackpot besar.
Sedangkan di luar sana, Mahardika menghela napas kasar."Apa tidak apa-apa jika seperti ini?"
"Kita hanya perlu berkonsultasi dengan psikiater. Agar tidak memperburuk mental Chery tanpa mengembalikan ingatannya." Sebuah tekad dari Aldino.
"Oliver menelfon lagi..." gumam Mahardika. Dirinya mengetahui ini bukan perbuatan Oliver, tapi memang dasarnya Mahardika benar-benar membenci pemuda ini.
Pemuda yang selalu melekat pada putrinya sejak dini.
"Biar aku mengirimkan pesan padanya." Rien merebut handphone ayah angkatnya. Handphone dengan layar yang sedikit retak.
'Putriku sudah meninggal, jadi lupakan dia. Biarkan Chery tenang.' Itulah pesan yang dikirimkan Rien pada Oliver. Menggunakan handphone milik Mahardika.
"Apa yang kamu kirim?" Aldino merebut handphone Mahardika yang ada di tangan Rien."Mampus!" Celetuknya tertawa, menyadari apa yang tertulis.
Namun, hanya beberapa saat handphone itu kembali berdering dengan nama pemanggil Oliver. Menghela napas kasar, Aldiano berusaha terdengar menyedikan bagaikan kakak yang tengah berduka.
"Ha... hallo..." Ucap Aldiano dengan nada suara bergetar.
"Ini aku Bima, asisten, maaf sahabat Oliver. Apa benar Chery sudah tidak ada?" Tanya seseorang di seberang sana.
"Adikku sudah tidak ada, dia meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Puas kalian membuat Chery pergi!?" Teriaknya dalam tangisan, bagaikan orang yang murka. Tapi aslinya menjulurkan sedikit lidah. Membuat Leo mati-matian menahan tawanya.
"Aku dan Oliver akan pergi ke rumah duka. Kami ingin menunjukkan penghormatan terakhir." Helaan napas terdengar dari Bima.
Hal yang membuat Aldino bingung. Bagaimana caranya mempersiapkan makam palsu dalam waktu yang singkat. Matanya sedikit melirik ke arah Rien, meminta ide dari kakaknya.
"Kremasi, abunya di laut." Ucap Rien pelan. Dengan cepat Aldino mengangguk tanda mengerti.
"Chery sudah di kremasi, dia begitu menyukai laut. Karena itu sebagai penghormatan terakhir, abunya sudah berada di laut. Chery..." Teriak Aldino menangis mendramatisir.
"Jika begitu, bolehkah setidaknya Oliver pergi ke rumah kalian. Aku cemas dengan kondisi mentalnya. Mungkin mengambil satu atau dua barang peninggalan Chery akan---" Kalimat Bima terhenti. Aldino mematikan panggilan Bima.
"Enak saja, ingin mengambil barang-barang Chery!" Geram Aldino, entah kemana nada suaranya yang baru saja terdengar mellow.
*
Sekitar dua Minggu berlalu.
Namun, memang beberapa hal tidak terduga akan terjadi. Kala masa penyembuhan di salah satu rumah sakit. Beberapa kali Chery mengalami mual. Hanya Mahardika yang kala itu menemani putrinya mengingat ketiga anak angkatnya harus kembali ke luar negeri.
Wajah yang pucat pasi, seorang dokter melangkah masuk, usai melakukan pemeriksaan menyeluruh.
"Selamat, Chery, kamu akan segera menjadi seorang ibu." Kalimat tanpa rasa bersalah dari sang dokter.
"Me... menjadi seorang ibu!? Aku hamil?" Tanya Chery yang tidak mengingat pernah melakukan proses perkembangbiakan dengan siapapun.
"Benar! Selamat!" Sang dokter masih tersenyum.
"Ayah!" Teriak Chery menangis."Aku bahkan tidak pernah punya pacar. Bagaimana bisa hamil?"
Mahardika memijit pelipisnya sendiri. Sekali berbohong, maka kebohongan lainnya akan tercipta. Menghela napas pria paruh baya itu mulai mengarang cerita.
"Chery sayang, ada yang belum ayah ceritakan. Kamu tidak kecelakaan seorang diri. Kamu kecelakaan dengan Firmansyah, pacarmu. Dia tewas di tempat, ayah tidak menceritakannya karena tidak ingin kamu mengalami trauma." Sebuah alasan yang diciptakan.
Mahardika begitu pandai mengarang bukan? Mungkin terlalu sering membaca Noveltoon.
Gunakan kecerdasanmu untuk menemukan Raiza dan daddy Luca
pas liat erza gmn y reaksi oli&bima