Menceritakan seorang wanita yang memiliki perasaan cinta kepada suaminya sendiri. Penikahan paksa yang di alami wanita itu menyebabkan tumbuhnya beni cinta untuk sang suami meskipun sang suami selalu bersikap dingin dan acuh kepadanya.
Wanita yang bodoh itu bernama Andin. Wanita yang rela suaminya memiliki kekasih di dalam pernikahannya, hingga sebuah kecelakaan terjadi. Andin mengalami koma dan ketika sadar semua tidak seperti yang di harapkan oleh sang suami.
Apakah cinta Andin tetap bertahan meskipun ia menderita amnesia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasmin Eliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rian Ngambek
Sedangkan Rian tidak bisa menahan tawanya melihat wajah Ara yang memerah karena ketahuan bohongnya. Setelah puas tertawa Rian kembali ke mode awal yaitu dingin.
"Kamu jangan berpikir aku akan kasihan denganmu dan membiarkanmu untuk tetap tinggal disini" ucap Rian lalu menyusul Andin ke dapur karena dirinya mendengar cerita Andin kepada sang kakek.
Suara Andin dan kakek yang tertawa jelas membuat Rian tahu dimana posisi wanitanya itu.
Rian masuk ke dapur yang berdekatan dengan ruang makan.
"Bik... Apa makan malam sudah ada?" tanya Rian kepada salah satu koki itu.
Suara tegas Rian mengalihkan perhatian kakek dan Andin yang sedang asik mengobrol.
Rian hanya melirik sekilas lalu pergi dari dapur menuju meja makan.
"Dia kenapa An?" tanya Kakek yang melihat wajah Rian tidak seperti biasanya.
"Dia lagi kesambet kek, haahahaha" suara Andin yang menggelegar serta tawanya yang besar membuat Rian geram.
"Aku pikir dia akan membujukku!" Rian membuang nafasnya dengan kasar mendengar ucapan Andin yang di sambut tawa dari sang kakek.
"Kamu bujuk gih suamimu... nanti dia tambah parah ngambeknya" ucap kakeknya.
"Iya kek nantilah habis makan, biarkan saja om puas ngambek dulu." ucap Andin enteng yang di sahut tawa dari sang kakek sambil geleng-gelengkan kepala.
Andin dan kakek berjalan bersama dengan mangkuk yang berisi sayur sop di tangan Andin. Kakek dan Andin berpikir bahwa Rian berada di meja makan namun sayangnya Rian sudah pergi dari meja makan karena geram mendengar candaan Andin.
"Aku pikir dia menunggu kita di sini, kemana Rian?" tanya kakek seolah Andin tahu dimana Rian.
"Sudah jangan di pikiri kek... Nanti baikan sendiri. Kalo dia laper pasti ke meja makan kok" ucap Andin santai sambil mengambil beberapa lauk dan nasi yang di siapkan oleh koki untuknya dan sang kakek.
Sedangkan Rian kini berada di kamar Ara karena tafi dirinya mendengar jeritan Ara.
Awalnya Rian beranggapan Ara sedang pura-pura tapi ketika dia melihat darah mengalir dari sela paha turun ke kaki, Rian tahu ada sesuatu terjadi di kandungan Ara.
"Apa yang terjadi?" tanya Rian kepada Ara.
" Aku kepeleset, sakit sekali Ri" ucap Ara memeluk perutnya.
"Ayo aku antar kerumah sakit" ucap Rian langsung menggendong Ara.
Andin yang sedang makan terkejut karena melihat Rian menggendong Ara tanpa bicara melewati Andin dan kakek.
Ara menoleh ke Arah Andin ketika mereka melewati meja makan menuju mobil. Ara tersenyum mengejek lalu menenggelamkan kepalanya di dada Rian.
"Kakek... Kalau ini tidak bisa di biarkan" ucap Andin lalu berdiri menyusul Rian yang baru saja membukakan pintu untuk Ara.
"Mau kemana kalian?" tanya Andin dengan nada kesal.
"Mau antar Ara ke rumah sakit, sepertinya dia pendarahan" ucap Rian sambil masuk ke bagian depan tempat mengemudi.
"Benarkah? Jika begitu aku ikut ya sayang" ucap Andin yang membuat Rian menoleh ke arahnya ketika sudah berada di dalam mobil.
Ara sudah masuk di bagian penumpang di belakang. Sedangkan Andin duduk di depan tepat di sebelah pengemudi.
"Bisa cepat tidak Ri... Sakit banget..." ucap Ara dengan suara manjanya sehingga membuat Andin terbakar sampai ke ubun-ubun.
"Aku tidak yakin dia pendarahan" Batin Andin.
Perjalanan ke rumah sakit cukup memakan waktu meski Rian mengemudi dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di rumah sakit, Rian lansung membuka pintu penumpang dan baru saja mau menggendong Ara tapi di larang Andin.
"Sayang... Nanti bajumu terkena noda!" ucap Andin melarang Rian untuk menggendong Ara.
Setelah melarang Rian, Andin dengan cepat masuk ke bagian depan tepat di ruang informasi dan langsung memanggil perawat untuk menolongnya.
Di sisi lain Ara merengek meminta di gendong oleh Rian.
"Ri... Aku tidak tahan lagi ... Sakit banget... Apa salahnya kamu gendong aku..." ucap Ara mulai bersandiwara menangis.
Belum sempat Rian membalas ucapan Ara, perawat telah datang untuk membantunya duduk di kursi roda.
Ara di larikan ke IGD. Rian dan Andin menunggu pemeriksaan di ruang tunggu.
"Kamu panggil aku apa tadi? Sayang?" tanya Rian dengan mata yang menyipit.
"Bukannya om tidak mau di panggil Om lagi... Terus aku panggil sayang, om tidak mau juga?? Tanya Andin.
"Bukan begitu... Aku senang banget kamu mau panggil aku sayang. Atau jangan-jangan kamu cemburu aku dengan Ara ya?" ucap Rian dengan nada penuh selidik.
"Siapa bilang... Uh... Percaya diri banget sih jadi laki-laki" ucap Andin kesal lalu berdiri namun di tahan oleh Rian.
"Bener... Aku berani sumpah yang ada di kandungan Ara bukan anakku. Aku hanya menolong dia karena aku merasa gagal..." ucapan Rian terpotong ketika dokter keluar dari ruang IGD.
"Keluarga pasien?" panggil dokter.
"Iya... Kami keluarga pasien nona Ara" ucap Rian yang berdiri mendekat ke arah dokter di ikuti Andin di belakangnya.
"Nona Ara harus istirahat dan tidak di perkenankan stres... Karena Stress bisa memicu pendarahan. Nona Ara akan di rawat tiga hari setelah itu bisa pulang" ucap Dokter setelah Rian berada di hadapannya.
Sedangkan Ara kini di persiapkan pindah ke kamar ruang inap.
"Ri... Lebih baik kamu hubungi orang tuanya Ara karena dia sendirian" ucap Andin memberikan solusi.
"Benar juga" ucap Rian lalu menghubungi keluarga Ara.
Rian tidak terlalu dekat dengan keluarga Ara. Namun dirinya punya kontak orang tua Ara.
Rian menelepon Ibu Ara, dan menjelaskan kondisi Ara yang hamil. Sebenarnya Rian tahu siapa ayah biologis dari kehamian Ara namun itu bukan urusan dia. Biarkan saja Ara yang menjelaskan kepada keluarganya.
Setelah mengabari keluarga Ara. Andin mengajak Rian pulang tanpa menemui Ara di kamar rawat inap.
"Ayo kita pulang om" ucap Andin
Rian yang masih geram dengan Andin hanya diam lalu berjalan mendahului Andin menuju parkiran. Meski Andin sudah manggil dia dengan sebutan sayang namun semua itu di lakukan Andin karena adanya Ara bukan tulus.
"Om... Masih ngambek?" tanya Andin yang didiamkan oleh Rian.
Rian hanya menoleh sebentar ke arah Andin saat dirinya sedang menyetir. Perut Rian terasa lapar sehingga dia menepikan mobilnya di pinggir restoran padang dan langsung turun tanpa menawarkan Andin.
Andin cemberut kesal melihat perilaku Rian yang begitu cuek terhadapnya.
"Kenapa dia tidak mengajak aku? Uh.... Susah merajuk orang tua yang sedang ngambek" Andin bermonolog karena di tinggal sendirian didalam mobil.
Rian menoleh kearah mobilnya dengan senyum yang sangat tipis. Dirinya tahu pasti Andin kesal dengan diamnya dia. Rian merasa senang karena Andin bisa merasakan apa yang ia rasakan.