Niat hati memberikan kejutan kepada sang kembaran atas kepulangannya ke Jakarta, Aqilla justru dibuat sangat terkejut dengan fakta menghilangnya sang kembaran.
“Jalang kecentilan ini masih hidup? Memangnya kamu punya berapa nyawa?” ucap seorang perempuan muda yang dipanggil Liara, dan tak segan meludahi wajah cantik Aqilla yang ia cengkeram rahangnya. Ucapan yang sukses membuat perempuan sebaya bersamanya, tertawa.
Selanjutnya, yang terjadi ialah perudungan. Aqilla yang dikira sebagai Asyilla kembarannya, diperlakukan layaknya binatang oleh mereka. Namun karena fakta tersebut pula, Aqilla akan membalaskan dendam kembarannya!
Akan tetapi, apa jadinya jika di waktu yang sama, kekasih Chilla justru jauh lebih mencintai Aqilla padahal alasan kedatangan Aqilla, murni untuk membalaskan dendam kembarannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bukan Emak-Emak Biasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Membutuhkan Bantuan
Aqilla tahu, ulahnya bisa membuat Rumi meregang nyawa. Karena andai tubuh kehabisan stok oksigen, otak dan jantung, bahkan organ penting lain dalam tubuh seseorang, bisa berhenti bekerja. Karenanya, Aqilla sengaja membuka sandi ponsel Rumi menggunakan telunjuk tangan kanan Rumi. Sebab ponsel Rumi telanjur kembali terkunci. Aqilla sampai menindih tubuh Rumi agar tidak melihatnya. Kemudian setelah apa yang ia lakukan berhasil, ia sengaja minggat dari jendela kaca yang sebelumnya ia pecah.
Ditinggal Aqilla, kedua tangan Rumi yang awalnya masih bergerak-gerak, perlahan jadi lemas. Sedangkan Aqilla yang harus melewati penjagaan satpam di depan, segera melakukan semuanya dengan hati-hati. Aqilla bersembunyi di balik semak-semak yang ada di taman depan bagian samping kediaman Rumi yang terbilang mewah. Dari sana, Aqilla memantau apa yang dilakukan satpam jaga. Karena andai yang di dalam pos sana tengah tidur, ia akan kembali meloloskan diri dengan cara memanjat gerbang rumah dan tingginya hanya sekitar dua meter setengah.
Kendati demikian, Aqilla yang melakukan segala sesuatunya dengan cepat melebihi pasukan intel, tak menyia-nyiakan waktu. Jemarinya yang sudah membuat layar ponsel Rumi terus beroperasi, terus lanjut. Kini kedua matanya fokus menatap saksama layar ponsel Rumi yang berisi ruang obrolan WA. Ada beberapa ruang obrolan dari grup dan namanya sampai dihiasi simbol tengkorak, sementara foto grupnya berisi foto wajah seorang gadis cantik yang babak belu r penuh d a r a h dan itu Chilla. Iya, Aqilla mengenali wajah gadis cantik sangat mirip dengannya itu merupakan wajah sang adik yang memang kembarannya.
“Iblis! Kalian benar-benar iblis!” Hati Aqilla meronta-ronta. Jujur, Aqilla tidak yakin, apakah adik sekaligus kembarannya masih hidup karena selain menghilang sudah satu minggu lamanya. Keadaan sebelum menghilang pun terluka parah.
“Viralkan dengan ponsel dan semua akun Rumi. Jika aku tidak bisa membuat mereka membalas dengan nyawa mereka, minimal mereka harus terus menghabiskan waktu mereka dengan ketakutan. Minimal aku harus membuat mereka tidak bisa membedakan mana yang nyata, maupun yang hanya halusinasi! Minimal mereka harus berakhir gila dan seluruh dunia tahu, bahwa mereka merupakan iblis berwujud manusia!”
Detik itu juga, Aqilla melakukan tangkap layar foto profil grup WA berlabel tengkorak tapi berfoto wajah Chilla yang babak belur penuh darah. Kemudian, Aqilla mengunggahnya di status WA, dan juga semua sosial media milik Rumi.
Setiap bukti Aqilla kantongi dari ponsel Rumi. Obrolan WA, foto, suara video, Aqilla transfer semuanya ke ponselnya. Tak peduli meski hujan mendadak mengguyur. Aqilla hanya agak berteduh di balik semak-semak. Selagi ponsel Rumi masih terbuka dan ia tak membutuhkan ponsel Rumi lagi, Aqilla meneliti setiap yang ada di ponsel Rumi.
“Kamu harus bertahan, Dek! Apa pun yang terjadi, kamu benar-benar harus bertahan. Balas mereka berkali lipat!” batin Aqilla tetap membawa ponsel Rumi, tapi ia sengaja membuatnya dalam mode offline.
Karena mendapati sang satpam memilih tidur setelah menutup pintu kaca pos keamanan-nya, Aqilla menggunakan kesempatan tersebut untuk kabur. Memanjat gerbang ia jalani di tengah hujan deras berteman angin dan petir yang masih berlangsung. Demi Syilla, Aqilla yang awalnya tidak setangguh sekarang nekat membuat dirinya menjadi wanita kuat. Wanita hebat yang bisa tetap bergerak bahkan dalam diam.
“Aku tidak mungkin membereskan ini sendiri. Aku harus meminta bantuan seseorang, tanpa harus melibatkan orang tuaku. Mama pasti bisa langsung sakit bahkan kena mental. Sementara papa, ... jangan. Papa terlalu bar-bar dan bisa bikin Rumi sekaligus pelaku lain, lolos dari hukuman hanya karena usia mereka yang masih dianggap anak-anak.” Aqilla masih berlari dan sengaja menuju motornya yang ia titipkan di pos satpam kompleks.
“Aku harus minta bantuan ke siapa? Syukur-syukur aku punya kenalan intel atau malah mafia!” batin Aqilla sudah mengemudikan motornya.
“Syukur ... uncle Syukur. Sepertinya aku bisa meminta bantuannya. Dulu, dia punya perusahaan mafia yang sengaja dirahasiakan menggantikan opa Syam? Ah, iya! Aku bisa mengandalkannya. Sekarang juga aku ke sana!”
Padahal kini sudah larut malam. Namun Aqilla tidak peduli. Demi memperjuangkan keadilan untuk sang kembaran. Aqilla bersumpah akan melakukan apa pun, bahkan itu mempertaruhkan nyawanya.
“Saya Aqilla, Qilla! Saya anaknya mama Akina dan papa Zeedev! Kami saudaranya uncle Syukur dan onty Elra. Tolong kabarkan kedatangan saya kepada uncle Syukur!” ucap Aqilla masih basah kuyup.
“Kalau kamu memang saudara pak Syukur dan ibu Elra, kenapa tidak telepon mereka saja, Neng?” tanya pria berkumis tebal tegar, selaku satpam yang meladeni Aqilla. Ia memakai payung dan tetap membuat gerbang rumah terkunci. Ia tak mau gegabah asal membukakan pintu, meski yang datang mengaku saudara atau sekadar kenalan tuan rumah. Pantang baginya maupun satpam dan pekerja lain di sana, asal memasukkan orang asing ke rumah. Karena begitulah aturan dari tuan rumah.
“Saya baru pulang dari Ausi, Pak!” sergah Aqilla.
“Masalahnya, mereka lagi liburan ke Korea Anyeonghaseo, Neng. Katanya saudara, masa mereka sedang di mana Neng enggak tahu?” balas sang satpam yakin, kalau wanita muda di hadapannya dan pipi kirinya dihiasi luka cakar, tengah berusaha mengelabuhinya.
“Bentar ....” Aqilla sengaja mengeluarkan ponsel anti airnya, kemudian memamerkan beberapa foto ketika dirinya bersama tuan rumah yang ia maksud. Foto yang juga dilengkapi dengan foto orang tuanya, lengkap dengan Chilla juga.
“Owh ... i–iya? M–maaf, Neng! Namun pak Syukur dan Ibu, sama anak-anak memang sedang liburan. Enggak tahu sampai kapan. Baru dua hari!” ucap sang satpam dan sukses membuat dada Aqilla kebas.
“Di saat aku sudah sangat berharap dan yakin uncle Syukur bisa membantu, kini aku justru terperosok karena harapanku sendiri,” batin Aqilla. Dunianya mendadak hening karena harapannya sudah langsung padam bersama kabar keberadaan uncle Syukur, dan juga hujan deras yang masih berlangsung.
Aqilla memutuskan untuk meminta nomor ponsel uncle Syukur karena ia memang tidak memilikinya. Karena andai ia memintanya kepada kedua orang tuanya, ceritanya pasti beda. Kedua orang tuanya pasti akan curiga, dan rencananya membalaskan dendam Asyilla atau Chilla, bisa gagal total.
“Cara balas dendam atau membunuh tanpa menyentuh ter—epik sepertinya, ... melukai mentalnya, membuatnya g i l a, dan membuatnya tidak bisa membedakan mana yang nyata, maupun mana yang hanya halusinasi,” batin Aqilla ketika akhirnya ia sampai rumah dan langsung masuk ke dalam kamar bernuansa serba pink milik sang kembaran. Aqilla sengaja masuk dan tinggal di sana, melakukan semuanya layaknya gaya Chilla selama ini.
(Hallo selamat sore di tengah suasana hujan, tapi sangat sumuk. Yuk tetap semangat kawal Aqilla balas dendam💪)
Apakah maharaja akan mencintai Aqilla secara ugal ugalan seperti mama elra kepada papa syukur 😍
Penasaran.......
amin🤲