Luna Amanda, seorang aktris terkenal dengan pesona yang menawan, dan Dafa Donofan, seorang dokter genius yang acuh tak acuh, dipaksa menjalani perjodohan oleh keluarga masing-masing. Keduanya awalnya menolak keras, percaya bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan. Luna, yang terbiasa menjadi pusat perhatian, selalu gagal dalam menjalin hubungan meski banyak pria yang mendekatinya. Sementara itu, Dafa yang perfeksionis tidak pernah benar-benar tertarik pada cinta, meski dikelilingi banyak wanita.
Namun, ketika Luna dan Dafa dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga, mereka mulai melihat sisi lain dari satu sama lain. Akankah Luna yang memulai mengejar cinta sang dokter? Atau justru Dafa yang perlahan membuka hati pada aktris yang penuh kontroversi itu? Di balik ketenaran dan profesionalisme, apakah mereka bisa menemukan takdir cinta yang sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Peduli
Dafa menatap lantai, pikirannya penuh dengan kebingungan. Sebagai dokter, ia selalu bisa menyembuhkan luka fisik, tapi ketika berhadapan dengan perasaan seseorang terutama Luna ia merasa tidak berdaya. "Apa yang harus aku lakukan, Aurel?" tanya Dafa akhirnya, menatap sahabat Luna itu dengan ekspresi cemas.
Aurel menghela napas, lalu menjawab dengan tenang, "Aku nggak bisa bilang apa yang harus kamu lakukan. Tapi kalau kamu memang nggak punya perasaan untuk Luna, lebih baik kamu jujur padanya sekarang. Jangan biarkan dia berharap lebih jauh. Tapi kalau ada sedikit saja rasa di hatimu, kamu harus membuat keputusan, Dafa. Luna nggak bisa terus-terusan digantung seperti ini."
Dafa terdiam lama, merenungkan kata-kata Aurel. Ia tahu bahwa Luna berhak mendapatkan kejelasan, dan selama ini ia berusaha menjaga jarak bukan karena tidak ada perasaan, melainkan karena ia takut masuk ke dalam kehidupan Luna yang begitu berbeda dari dunianya. Dunia selebriti yang penuh dengan gosip, media, dan perhatian publik adalah hal yang selalu ia hindari. Namun sekarang, ia tak bisa lagi mengabaikan perasaan Luna atau bahkan perasaannya sendiri.
"Aku akan bicara dengan Luna," Dafa akhirnya berkata, suaranya mantap meskipun ada sedikit keraguan di matanya. "Aku nggak bisa biarkan ini terus berlarut-larut." Aurel tersenyum tipis, sedikit lega mendengar keputusan Dafa. "Aku harap kamu membuat keputusan yang tepat, Dafa. Luna butuh kepastian." Setelah perbincangan itu, Dafa menyadari betapa rumit hubungan yang ia hadapi dengan Luna. Meski ia selalu mencoba untuk bersikap profesional, kini ia tak bisa lagi membohongi dirinya sendiri.
***
Setelah Luna dinyatakan cukup sehat dan diperbolehkan pulang, Dafa menawarkan diri untuk mengantarnya. Meski Luna mencoba menyembunyikan perasaan senangnya, raut wajahnya jelas memperlihatkan betapa bahagianya ia menerima perhatian lebih dari Dafa. Ia berharap momen ini akan membawa perubahan pada hubungan mereka. Selama perjalanan menuju apartemen, suasana terasa canggung. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Dafa sibuk memikirkan kata-kata yang tepat untuk memberi kejelasan kepada Luna, sementara Luna terus berharap bahwa Dafa akan menyampaikan kabar baik.
Begitu tiba di apartemen Luna, suasana hati Luna yang ceria tiba-tiba berubah ketika mereka membuka pintu apartemen. Kondisi apartemen yang berantakan langsung membuat Luna merasa malu. Baju-baju yang berserakan, piring-piring kotor yang belum dicuci, dan tumpukan barang-barang yang tidak teratur memenuhi ruang tamu.
Luna menundukkan kepala, wajahnya memerah karena malu. “Maaf, aku nggak sempat beres-beres...,” ujarnya pelan. Dafa, yang biasanya sangat teratur dan rapi, terkejut melihat kondisi apartemen Luna. Namun, alih-alih mengomentari kekacauan itu, Dafa berusaha bersikap tenang dan pengertian. Ia tahu, Luna telah melewati masa sulit, dan ini mungkin adalah dampak dari semua tekanan yang ia rasakan.
“Tidak apa-apa, Luna,” jawab Dafa lembut, “Yang penting kamu sudah mulai pulih.”
Luna mencoba tersenyum meskipun rasa malunya masih belum hilang. "Aku benar-benar minta maaf." Dafa hanya tersenyum tipis dan tanpa banyak bicara, ia membawa Luna menuju kamarnya. Ketika mereka tiba di kamar tidur, Dafa memastikan Luna berbaring dengan nyaman di tempat tidur. “Kamu butuh istirahat,” ucap Dafa dengan nada lembut, “Aku tahu kamu sudah melalui banyak hal. Jangan khawatir soal apartemenmu. Fokus saja untuk pulih sepenuhnya.”
Luna merasa tersentuh oleh perhatian Dafa. Ia merasa senang, meskipun ada perasaan aneh yang berkecamuk di dalam dirinya. Bagaimana pun, kedekatan mereka ini terasa lebih berarti baginya. Meski hanya sekedar bantuan sederhana, perhatian Dafa memberinya harapan bahwa mungkin, hanya mungkin, perasaan Dafa mulai berubah. Setelah memastikan Luna nyaman, Dafa duduk di kursi di dekat tempat tidur. Wajahnya terlihat serius, seolah-olah ada sesuatu yang penting yang ingin ia sampaikan.
"Luna, aku rasa kita harus bicara," kata Dafa perlahan, suaranya serius namun tetap tenang. Luna yang semula senang mulai merasakan ketegangan. Ia tahu bahwa ini adalah momen yang ia tunggu-tunggu, momen di mana Dafa akan memberikan kepastian atas hubungan mereka. Namun, ada sedikit rasa takut di hatinya.
"Aku tahu kamu sudah berusaha keras selama ini, bahkan aku nggak menyangka bahwa kamu bisa sampai jatuh sakit karena memikirkan aku," lanjut Dafa. "Aku nggak mau kamu terus-terusan merasa seperti ini, jadi aku harus jujur dengan perasaanku." Luna menelan ludah, dadanya terasa sesak menunggu kata-kata yang akan keluar dari mulut Dafa.
"Aku... aku menghargai perasaanmu, Luna. Dan aku benar-benar peduli sama kamu," Dafa berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat. "Tapi aku butuh waktu lebih untuk memikirkan ini. Hubungan kita... perasaan kita, tidak bisa terburu-buru." Mendengar itu, Luna merasa sedikit lega karena Dafa tidak langsung menolaknya. Namun, kata-kata Dafa juga membuatnya sadar bahwa semuanya belum sepenuhnya pasti.
Luna mengangguk perlahan, meskipun hatinya masih berat. “Aku mengerti, Dafa. Aku akan menunggu apa pun keputusanmu.” Dafa tersenyum tipis, lalu berdiri dan hendak pergi. "Istirahat yang cukup, Luna. Aku akan kembali mengecek kondisi kamu nanti."Setelah Dafa keluar, Luna menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan campur aduk. Meskipun belum mendapatkan kepastian sepenuhnya, setidaknya Dafa belum sepenuhnya menolaknya. Itu memberinya sedikit harapan untuk tetap berjuang demi cintanya.
gabung yu di Gc Bcm..
kita di sini ada event tertentu dengan reward yg menarik
serta kita akan belajar bersama mentor senior.
Jadi yu gabung untuk bertumbuh bareng.
Terima Kasih
cerita nya bagus thor,kalau dialog nya lebih rapi lagi,pasti tambah seru.../Smile/