Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Hari itu, langit mendung, seolah-olah ada sesuatu yang besar akan terjadi. Udara terasa berat dan basah, sementara hutan tempat mereka berlindung pagi itu dipenuhi suara angin yang berbisik di antara pepohonan. Han Zekki, Yuna, dan Li Shen duduk di sekitar api unggun kecil yang mereka buat, berusaha menikmati sejenak ketenangan sebelum melanjutkan perjalanan.
Namun, di dalam benak Zekki, pikirannya terus melayang, kembali ke pertempuran sengit melawan Zhao Wujin. Bagaimana gerakan pria itu yang begitu cepat, hampir tak kasat mata, nyaris berhasil membuatnya terpojok. Kalau bukan karena Void Slash miliknya, Zekki mungkin sudah tidak berdiri di sini. Dia menghela napas, lalu melirik Yuna dan Li Shen, yang tampak begitu tenang. Apa mereka juga merasakan hal yang sama?
"Zekki," suara Li Shen memecah keheningan. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya, sambil mengarahkan tatapan tajam namun penuh perhatian.
Zekki terdiam sejenak, mencoba merangkai kata-kata. "Aku cuma... entahlah, hanya memikirkan pertarungan kemarin. Rasanya seperti... yah, aku rasa aku terlalu banyak mengambil risiko."
Li Shen terkekeh, menepuk pundak Zekki. "Kau selalu begitu. Dari dulu, kau terlalu fokus pada hasil akhir dan melupakan tubuhmu sendiri. Kau memang hebat, tapi ingat, Zekki, kau bukan mesin yang tak bisa hancur."
Yuna menatap Zekki dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Dia sudah lama bersama pria itu dan tahu betul bagaimana Zekki sering kali menekan dirinya sendiri, selalu memikul beban yang tak perlu di atas pundaknya. "Zekki, kami di sini bukan hanya untuk mendukungmu secara teknis saja, kau tahu? Kalau kau butuh waktu untuk istirahat atau sekedar... yah, bicara, kami siap mendengarkan," kata Yuna, suaranya lembut namun tegas.
Zekki tersenyum tipis. Dalam hatinya, ada rasa hangat yang sulit dijelaskan. Mungkin, di antara dinginnya dunia kultivasi yang keras ini, keberadaan mereka berdua adalah satu-satunya hal yang masih membuatnya merasa seperti manusia biasa.
Namun, sebelum mereka sempat melanjutkan obrolan lebih jauh, Zekki merasakan sesuatu yang aneh. Matanya menyipit, mengamati bayangan-bayangan gelap yang bergerak di antara pepohonan. "Ada sesuatu yang datang," katanya pelan, hampir berbisik, tapi cukup untuk membuat Yuna dan Li Shen segera bersiaga.
Yuna menggenggam pedang pendeknya erat-erat, sementara Li Shen mengeluarkan kipas besi berornamen naga, senjatanya yang khas. Zekki, di sisi lain, hanya berdiri dengan tangan kosong, terlihat tenang namun penuh waspada. Di dalam hatinya, dia sudah siap untuk menggunakan Void Slash kapan saja, jika memang diperlukan.
Dari dalam kegelapan hutan, muncul sosok-sosok bertopeng dengan jubah hitam panjang. Mereka tampak misterius, bergerak dengan tenang namun memancarkan aura mematikan. Salah satu dari mereka maju ke depan, lalu berbicara dengan nada yang dingin, "Han Zekki... atau lebih tepatnya, Supreme Surgawi yang menyamar di balik level Penempaan Dasar. Kami tahu siapa kau."
Zekki hanya mengangkat alis, sedikit terkejut namun tidak menunjukkan ekspresi takut. "Oh ya? Kalau kalian tahu siapa aku, kenapa kalian masih berani muncul di hadapanku?" tanyanya, dengan nada yang terdengar seperti ejekan.
Pria bertopeng itu tertawa kecil. "Kami bukan kultivator biasa, Zekki. Kami adalah anggota Sekte Bayangan Malam. Pemimpin kami, Hei Lian, ingin menemuimu. Tapi sebelum itu, kami di sini untuk menguji seberapa tangguh Sekte Nusantara yang kau impikan itu."
Li Shen meludah ke tanah, menatap para pria bertopeng itu dengan jijik. "Sekte Bayangan Malam, huh? Selalu bergerak seperti tikus di bawah bayang-bayang. Tak ada yang berubah dari kalian."
Seketika itu juga, salah satu pria bertopeng melompat ke arah mereka dengan kecepatan luar biasa, senjatanya mengarah langsung ke Zekki. Namun, Zekki hanya tersenyum tipis. Dalam hitungan detik, dia mengangkat tangannya, dan—Slash!—Void Slash terbuka di udara, menciptakan celah dimensi yang seketika memotong serangan pria itu menjadi dua. Tubuh pria bertopeng itu terhenti di udara, lalu terjatuh tak bernyawa di tanah.
Anggota-anggota Sekte Bayangan Malam yang tersisa mundur selangkah, tampak terkejut dan ragu-ragu. Mereka jelas tidak mengira bahwa Zekki akan menggunakan kekuatan Void Slash begitu cepat dan tanpa ampun.
"Ternyata kalian tidak lebih dari sekedar prajurit rendahan," kata Zekki, suaranya tenang namun penuh ancaman. "Kalau kalian berpikir bisa mengalahkanku dengan jumlah, kalian salah besar."
Tiba-tiba, dua pria bertopeng lainnya menyerang secara bersamaan, satu dari kiri dan satu lagi dari kanan. Yuna berlari maju, melindungi sisi kanan Zekki. Dengan gerakan lincah, dia menghindari serangan musuh dan membalas dengan tebasan pedangnya yang cepat dan akurat. Di sisi lain, Li Shen mengibaskan kipas besinya, menciptakan angin yang cukup kuat untuk menahan serangan dari arah kiri.
Namun, Zekki tahu bahwa ini bukan sekedar pertempuran biasa. Musuh mereka bergerak dengan koordinasi yang sempurna, seolah-olah sudah terlatih bertarung bersama selama bertahun-tahun. Zekki menduga, ini pasti bagian dari rencana besar Sekte Bayangan Malam untuk melemahkan mereka sebelum menghadapi Hei Lian.
Dengan sekejap, Zekki melompat mundur, menghindari serangan yang datang dari segala arah. Dia kemudian mengangkat tangannya, dan celah dimensi kecil terbuka di depannya. Dari celah itu, ia memanggil sesosok makhluk bertubuh besar dengan tanduk panjang yang berkilauan. Void Summoning.
Makhluk itu mengaum keras, lalu langsung menyerbu ke arah anggota Sekte Bayangan Malam, menyerang mereka dengan brutal. Para pria bertopeng itu terpaksa mundur, berusaha mempertahankan diri dari serangan ganas makhluk yang dipanggil Zekki.
Di sela-sela pertarungan, Yuna melirik Zekki, menyadari betapa besar kekuatan yang ia miliki namun jarang ia perlihatkan. "Zekki, apakah kau benar-benar akan menggunakan seluruh kekuatanmu di sini?" tanyanya, suaranya penuh keraguan dan sedikit kekhawatiran.
Zekki tersenyum tipis. "Tenang saja, Yuna. Ini hanya sebagian kecil dari yang bisa kulakukan." Meskipun dia berkata begitu, dalam hatinya, dia tahu bahwa pertempuran ini mungkin tidak akan berakhir dengan mudah. Sekte Bayangan Malam adalah salah satu sekte yang paling terkenal dalam seni bayangan dan racun. Satu kesalahan kecil saja bisa berarti kematian.
Di sisi lain, Li Shen tertawa keras, terlihat seperti sedang menikmati setiap detik pertarungan ini. "Ayo! Kau pikir aku takut dengan beberapa pria bertopeng?" katanya sambil menyerang salah satu dari mereka dengan kipas besinya, membuat lawannya terpental jauh ke belakang.
Namun, di saat yang sama, salah satu dari pria bertopeng meluncurkan serangan ke arah Zekki, kali ini dengan senjata beracun yang mengeluarkan asap hijau. Zekki segera membuka Void di depannya, membuat serangan itu lenyap begitu saja ke dalam celah dimensi.
Tiba-tiba, dia merasakan ada sesuatu yang aneh. Asap hijau itu tidak sepenuhnya lenyap—sebagian darinya berhasil menyusup melalui celah dan mengenai tangan kirinya. Zekki mengerutkan kening. Rasa perih segera menjalar, menyebar ke seluruh lengan. “Sial,” gumamnya pelan, berusaha menahan rasa sakit.
Yuna langsung mendekat dengan wajah panik. "Zekki! Tangannya!" Dia meraih tangannya, mencoba menyeka asap racun yang masih menempel di kulitnya.
Zekki hanya mengangguk, berusaha tetap tenang. "Tidak apa-apa, Yuna. Ini hanya racun ringan. Aku masih bisa bertarung," katanya dengan senyum tipis, meski dalam hatinya ia tahu bahwa racun ini mungkin lebih kuat dari yang terlihat.
Li Shen, yang melihat kondisi Zekki, segera bergerak maju untuk melindunginya. "Zekki, biar aku yang menangani mereka! Kau istirahat dulu!"
Zekki menggeleng pelan. "Tidak, Shen. Kita harus menyelesaikan ini bersama."
Dengan kekuatan yang tersisa, Zekki menyiapkan Void Slash lagi, kali ini lebih besar dan lebih intens. "Kalian para pengecut dari Sekte Bayangan Malam, ini adalah peringatan terakhirku. Jika kalian tidak segera pergi, aku tidak akan segan-segan menghancurkan kalian tanpa sisa."
Para pria bertopeng itu tampak saling berpandangan, terlihat ragu. Setelah beberapa detik, mereka mundur perlahan, memilih untuk menghilang ke dalam bayangan hutan, meninggalkan Zekki dan yang lainnya.
Saat situasi akhirnya tenang, Zekki duduk di atas batu, berusaha menenangkan dirinya sambil mengatur napas. Yuna segera mengambil kain dan membersihkan sisa racun dari lengannya. "Zekki, kau harus lebih berhati-hati. Racun mereka bukan main-main," katanya dengan nada penuh kekhawatiran.
Zekki hanya tersenyum kecil. "Terima kasih, Yuna. Aku akan ingat itu."
Li Shen tertawa kecil, menepuk bahu Zekki dengan ringan. "Kau memang keras kepala, Zekki. Tapi aku senang kau adalah pemimpin kita."
Dengan tawa yang menggema di antara mereka, rasa sakit dan kelelahan dari pertempuran itu terasa sedikit memudar. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang dan penuh tantangan, namun dengan persahabatan dan kepercayaan yang kuat, mereka yakin bisa menghadapi apa pun yang datang.
Dan begitu mereka melanjutkan perjalanan, Zekki menatap ke depan, dalam hatinya ada tekad yang semakin menguat. Sekte Nusantara akan menjadi sekte yang berbeda, sebuah tempat bagi para kultivator untuk belajar dan berkembang tanpa harus tunduk pada kekuatan kotor dan ambisi yang mematikan. Bagi Zekki, ini bukan hanya tentang kekuatan, tapi tentang menciptakan dunia yang lebih adil.
Setelah pertempuran tadi, mereka bertiga duduk kembali di sekitar api unggun yang kini mulai meredup. Udara malam yang dingin merayap pelan, membuat mereka semua mendekatkan diri ke api untuk mencari kehangatan. Zekki melirik ke arah Li Shen yang sedang sibuk menggosok-gosok tangannya di depan api. Ada hal-hal yang selalu ia ingin tanyakan kepada Li Shen, terutama tentang perjalanan yang mereka lalui, tapi entahlah, rasanya ada beban di hati yang membuatnya sulit untuk langsung berbicara.
Li Shen terlihat agak lesu, tapi wajahnya tetap membawa senyum yang penuh kehangatan. Tatapannya jauh, seakan sedang melihat ke masa lalu yang entah menyenangkan atau justru menyakitkan. Zekki akhirnya membuka suara.
"Li Shen," Zekki menghela napas, agak ragu. "Sudah lama kita tidak bertemu. Sebenarnya… apa yang terjadi sama kamu setelah kau meninggalkan Sekte Naga Emas? Kenapa mereka sampai marah besar begitu sama kamu?"
Li Shen menoleh, dan senyum lebar kembali muncul di wajahnya, meski ada sedikit kesedihan di matanya. “Heh, kamu pengen tahu soal itu ya?” gumamnya, sambil tertawa kecil, namun suara tawanya terdengar agak getir. "Yah, apalagi alasannya? Pandanganku tentang dunia ini nggak cocok sama ambisi bodoh mereka. Mereka ingin aku jadi semacam… alat, tahu kan? Sesuatu yang bisa dikendalikan. Tapi aku… aku nggak mau jadi budak kekuasaan."
Zekki mendengarkan dengan seksama. Dalam hatinya, ia paham betul perasaan Li Shen. Di dunia kultivasi yang keras ini, idealisme sering kali dianggap sebagai kelemahan. Kebanyakan sekte besar hanya peduli pada kekuatan dan kedudukan, bukan pada bagaimana mereka memperlakukan para murid atau kultivator yang bekerja untuk mereka.
Li Shen melanjutkan, tatapannya mulai mengarah ke tanah, seakan sedang berbicara kepada dirinya sendiri. "Dulu, waktu pertama kali aku masuk Sekte Naga Emas, aku punya impian yang sederhana. Aku cuma pengen jadi kuat… buat melindungi orang-orang yang aku sayang. Tapi semakin lama, aku ngerasa kalau aku semakin terjebak di dalam permainan kotor mereka. Mereka nggak peduli sama perasaan, atau sama murid-murid yang dianggap rendah. Semua cuma tentang kekuatan, kekuatan, dan lebih banyak kekuatan.”
Zekki mengangguk pelan, hatinya sedikit bergetar mendengar penuturan sahabat lamanya itu. Di sisi lain, Yuna yang sedari tadi duduk diam, terlihat serius mendengarkan cerita Li Shen. Matanya memancarkan simpati dan kehangatan yang tulus.
“Lalu… apa yang terjadi setelah itu?” tanya Yuna, suaranya lembut namun penuh keingintahuan.
Li Shen menghela napas panjang. "Aku mulai mempertanyakan semuanya. Apa benar tujuan hidup ini cuma buat jadi yang terkuat? Aku mulai menolak perintah mereka, mulai bertanya-tanya kenapa kami harus mengorbankan orang lain hanya demi ambisi mereka. Akhirnya, ya begitulah… aku dianggap pengkhianat." Dia mengangkat bahu dengan ekspresi pasrah, tapi di balik itu, ada luka yang mendalam. "Mereka mencoba menangkapku, bahkan membunuhku. Tapi aku berhasil kabur, dan sejak saat itu, aku hidup berpindah-pindah… sampai aku dengar kabar tentang kamu, Zekki."
Zekki terdiam sejenak. Ada rasa bersalah yang samar di hatinya. Sahabat lamanya ini harus melalui semua itu sendirian, sementara ia sendiri sibuk dengan perjalanannya. Entahlah, kadang rasanya tidak adil, tapi dunia memang jarang bersikap adil pada siapa pun.
"Aku… mengerti," gumam Zekki pelan. "Kamu benar, Shen. Dunia ini terlalu keras, terlalu penuh dengan orang-orang yang hanya peduli pada diri sendiri. Itu juga alasan kenapa aku ingin membangun Sekte Nusantara. Bukan untuk kekuatan, bukan untuk kekuasaan. Aku cuma… ingin menciptakan tempat di mana orang-orang bisa hidup dan belajar tanpa perlu saling menyakiti."
Li Shen tersenyum lagi, kali ini dengan lebih hangat. “Itulah kenapa aku ingin ikut denganmu, Zekki. Aku tahu kalau kamu berbeda. Kamu punya hati yang baik, walaupun kadang kamu sok kuat dan tertutup,” katanya sambil tertawa pelan, sedikit menggodanya.
Yuna juga tertawa kecil, meski tak begitu keras. “Iya, Zekki memang selalu berlagak kuat. Tapi sebenarnya… dia itu sering nahan rasa sakit, bahkan kalau tubuhnya udah bener-bener nggak sanggup,” tambah Yuna, melirik ke arah Zekki dengan tatapan penuh perhatian.
Zekki tersipu, sedikit malu dengan pengakuan mereka. "Ah, sudahlah… kalian ini bersekongkol ya buat ngerjain aku?" Dia mencoba menutupi rasa malunya, tapi jelas bahwa dia tersentuh oleh kata-kata mereka.
Tiba-tiba, Zekki teringat dengan kultivasi mereka. Di dunia ini, tingkat kultivasi adalah segalanya. Itu bukan hanya tentang kekuatan fisik, tapi juga mental dan jiwa. Ia tahu kalau Li Shen pernah berada di tingkat Emas Murni sebelum dia meninggalkan Sekte Naga Emas, tapi sekarang ia ingin tahu apakah sahabatnya sudah naik tingkat atau tidak.
“Ngomong-ngomong, Shen,” Zekki bertanya sambil memandangnya dengan mata penuh rasa ingin tahu, “tingkat kultivasimu sekarang sampai mana? Masih di Emas Murni, atau sudah naik?”
Li Shen menggaruk kepalanya, ragu untuk menjawab. “Ehm… gimana ya, agak sulit dijelaskan. Aku sebenarnya udah hampir mencapai Nasib Abadi, tapi karena aku banyak kabur dan sembunyi, rasanya perkembanganku jadi agak mandek. Entahlah, aku sering merasa stuck, tahu kan rasanya gimana? Kayak berusaha naik tapi ada sesuatu yang nahan.”
Yuna mengangguk, seakan mengerti perasaan itu. “Aku juga pernah merasa begitu, Li Shen. Saat kamu terlalu banyak berpikir atau kebanyakan kekhawatiran, entah kenapa kultivasi jadi terasa lambat. Mungkin… yah, kadang mental kita juga berpengaruh.”
Zekki menatap mereka berdua dengan penuh pertimbangan. Di dalam hatinya, dia sadar kalau Yuna dan Li Shen ini bukan hanya sekedar teman perjalanan, tapi juga orang-orang yang akan mendukungnya untuk mencapai impian besar membangun Sekte Nusantara. Tapi di balik itu, ia juga khawatir. Sekte-sekte besar tidak akan tinggal diam melihat mereka membangun kekuatan baru. Musuh-musuh seperti Zhao Wujin dari Sekte Langit Timur dan Hei Lian dari Sekte Bayangan Malam adalah ancaman nyata.
Di tengah keheningan itu, Zekki akhirnya bertanya pada Yuna, “Kalau kamu, Yuna, tingkat kultivasimu sekarang di mana?”
Yuna tersipu, sedikit ragu menjawab. “Aku… aku sebenarnya masih di Pengendalian Jiwa,” katanya sambil tertawa kecil. “Ya… masih jauh banget dibanding kalian. Tapi aku tetap berusaha, kok. Mungkin… suatu hari nanti aku bisa naik.”
Zekki tersenyum, lalu menepuk bahunya. “Hei, nggak apa-apa. Setiap orang punya jalannya masing-masing. Kamu mungkin bukan yang terkuat, tapi aku tahu… kamu punya hati yang kuat. Dan itu nggak bisa diukur dengan tingkat kultivasi.”
Mendengar kata-kata Zekki, Yuna merasa hatinya menghangat. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara Zekki berbicara padanya. Tidak ada tekanan, tidak ada paksaan. Hanya ketulusan yang murni, sesuatu yang sulit ditemukan di dunia yang penuh persaingan ini.
Li Shen, yang melihat interaksi mereka, terkekeh kecil. “Oh, jadi begitu ya? Zekki ternyata punya sisi lembut juga, ya? Entah kenapa aku nggak pernah lihat yang begini waktu dulu kita masih sering berantem.”
Zekki tertawa, lalu menjawab dengan nada setengah bercanda, “Itu karena dulu kita terlalu sibuk menghajar musuh daripada ngomongin perasaan, Shen.”
Ketiganya tertawa bersama, menikmati momen kebersamaan yang langka di tengah-tengah perjalanan yang penuh bahaya ini. Namun, di dalam hati masing-masing, mereka tahu bahwa ketenangan ini hanya sementara. Mereka masih punya perjalanan panjang di depan, dan dunia kultivasi tidak akan berhenti menguji mereka.
Zekki memandang jauh ke depan, matanya penuh tekad. “Oke, besok kita lanjut perjalanan. Kita nggak bisa terus-terusan di sini. Kalau Sekte Bayangan Malam tahu keberadaan kita, mungkin sekte lain juga bisa mencium jejak kita.”
Li Shen mengangguk setuju. “Benar. Tempat ini mungkin aman untuk sementara, tapi nggak ada jaminan kalau kita bakal selamat di sini lebih lama.”
Yuna pun ikut angguk, meski dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran. Ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tapi dia percaya pada Zekki dan Li Shen. Dengan mereka, dia merasa memiliki kekuatan yang lebih besar daripada tingkat kultivasinya.
Saat malam semakin larut, ketiganya akhirnya terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Api unggun yang mulai padam hanya menyisakan bara merah yang berkerlip di kegelapan malam. Di balik tatapan mereka yang penuh tekad, tersimpan harapan untuk masa depan yang lebih baik—masa depan di mana kekuatan tidak lagi menjadi satu-satunya ukuran nilai seorang manusia.
Dan di dalam hatinya, Zekki berjanji. Dia tidak akan berhenti sampai Sekte Nusantara berdiri tegak, menjadi rumah bagi mereka yang tertindas dan yang mencari arti sesungguhnya dari kekuatan. Dengan sahabat-sahabat yang setia di sisinya, ia yakin bahwa impian itu bukan sekedar angan-angan belaka.
“Baiklah, tidur sekarang,” katanya akhirnya, suaranya terdengar lembut namun tegas. “Besok kita punya perjalanan panjang. Siapkan diri kalian.”
Dengan perasaan lega, Yuna dan Li Shen mengangguk, lalu membaringkan diri di atas tanah yang dingin. Mereka tahu, di hari-hari yang akan datang, mereka akan menghadapi lebih banyak pertempuran, lebih banyak rintangan. Tapi sekarang, untuk malam ini, mereka bisa tidur dengan tenang.
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan