Di malam satu Suro Sabtu Pahing, lahirlah Kusuma Magnolya, gadis istimewa yang terbungkus dalam kantong plasenta, seolah telah ditakdirkan untuk membawa nasibnya sendiri. Aroma darahnya, manis sekaligus menakutkan, bagaikan lilin yang menyala di kegelapan, menarik perhatian arwah jahat yang ingin memanfaatkan keistimewaannya untuk tujuan kelam.
Kejadian aneh dan menakutkan terus bermunculan di bangsal 13, tempat di mana Kusuma terperangkap dalam petualangan yang tidak ia pilih, seolah bangsal itu dipenuhi bisikan hantu-hantu yang tak ingin pergi. Kusuma, dengan jiwa penasaran yang tak terpadamkan, mencoba mengungkap setiap jejak yang mengantarkannya pada kebenaran.
Di tengah kegelisahan dan rasa takut, ia menyadari bahwa sahabatnya yang ia kira setia ternyata telah menumbalkan darah bayi, menjadikan bangsal itu tempat yang terkutuk. Apa yang harus Kusuma lakukan? mampukah ia menyelamatkan nyawa teman-temannya yang terjebak dalam kegelapan bangsal 13?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bobafc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gulung Tikar
"Bilqis maafkan aku! Apa yang kamu lihat tidak sesuai dengan apa yang kamu pikirkan. Kedatangan Shaka kemari karena dia sering diikuti oleh makhluk tak kasat mata."
"Sudahlah Kusuma. Aku nggak membahas ini," sahut Bilqis.
"Kamu harus tahu duduk permasalahannya, biar kamu tidak salah paham begitu. Dokter Shaka kemari karena butuh bantuan Dokter Lista agar terlepas dari gangguan makhluk itu! Sedangkan aku bekerja di sini bukan menjadi perawat seperti kamu yang setiap hari merawat pasien manusia. Sementara aku merawat pasien dari golongan jin dan lainnya," terang Kusuma.
"Apa pun pembelaanmu. Aku hanya gak ngerti saja, kenapa kamu setiap hari begitu akrab dengan Mas Shaka. Kamu tahu aku menyukainya, tapi kamu justru sengaja di depan mataku sendiri sangat mesra dengan Mas Shaka."
Kusuma terdiam karena memang ini adalah kesalahannya juga. Dua hari berada di sini Dokter Shaka memang mendekati Kusuma agar mau di bawa ke Surabaya.
"Aku tidak menyukai Dokter Shaka. Memang aku akui salah tadi Bilqis, tapi kejadian tadi karena tidak sengaja! Aku harus menjelaskan bagaimana lagi?"
"Kamu tidak perlu menjelaskan! Tindakanmu sudah menjelaskan semuanya."
"Bilqis, asal kamu tahu. Dokter Shaka bukan pria yang baik. Ada sosok wanita yang selalu mengikutinya, wanita itu menuntut balas atas kematiannya."
"Kusuma! Bukankah aku sudah bilang berhenti membahas soal ini. Kamu gak perlu menjelekkan Mas Shaka. Aku tidak percaya dengan apa yang kamu katakan kecuali aku melihat dengan mata kepalaku sendiri."
Kesalahpahaman kedua sahabat itu membuat hubungan mereka renggang. Bilqis sudah tak lagi ingin bekerja di rumah sakit milik Dokter Lista.
Selain sepinya pasien, Bilqis juga ingin mengembangkan keahliannya dengan menemui banyak kasus.
keesokan harinya..
"Bilqis!" sapa Kusuma.
Gadis berambut sebahu itu hanya meliriknya tanpa berucap. "Bilqis, kalau memang keputusanmu itu demi mengembangkan ilmu aku akan selalu mendukungmu."
"Kusuma, maaf kalau aku terlalu begitu cemburu. Aku berharap kamu bisa mencari pria yang bisa mengerti keadaanmu. Jangan pernah mencariku lagi!"
Bilqis pun berpamitan. Saat Kusuma ingin memeluk sahabatnya. Bulir air mata pun membasahi pipi.
"Maafkan aku Bilqis."
Lambat laun rumah sakit semakin sepi hingga akhirnya membuat Dokter Lista menutup rumah sakit untuk beroperasi.
Satu tahun berlalu, Kusuma yang masih berada di rumah bunga, telah mewarisi beberapa ilmu yang diberikan oleh Mbah Renggani. Sementara Dokter Lista mengundurkan diri karena harus pulang ke kota asalnya merawat sang Ibu yang sedang sakit, di Malang, Jawa Timur.
Bersama Mbah Renggani Kusuma mendapatkan banyak ilmu.
"Nduk, simbah ini sudah tua. Mbah berharap kamu juga bisa seperti teman kamu yang lain, bisa bekerja sebagaimana mestinya.”
"Iya, Mbah. Kusuma paham itu."
"Dokter Lista memang orang baik. Kamu harus menjaganya, walau kalian terpisah jarak. Karena jika ada sesuatu yang terjadi dengan Lista maka kamu akan merasakannya juga. Kalian adalah muridku, jadi kalian akan terikat batinnya," pesan Mbah Renggani.
Wanita tua yang berusia delapan puluh tujuh tahun ini, sekarang sering merasakan sakit- sakitan hingga akhirnya beliau menutup usia karena sakit jantung.
Sebagai anak yatim piatu, Kusuma masih memiliki seorang Ayah tiri yang sangat begitu baik. Namun, semenjak kematian Selviawati ia tinggal bersama dengan Anjar di Sumatera. Hidup sebatang kara membuatnya pergi menemui Dokter Lista di Malang. Dari beliaulah Kusuma bisa bekerja di salah satu rumah sakit kecil di daerah Jombang milik rekannya.
*
Di klinik yang baru, Kusuma lebih banyak diam, ia tak pernah membahas tentang apa yang ia lihat dan rasakan.
Kusuma bekerja seperti layaknya dia seorang perawat, bukan seorang cenayang.
"Kusuma, besok kamu dampingi Dokter Viko ke kota Surabaya, bisa kan!" perintah Liana pemilik klinik.
"Kamu ngelamunin apa?" sapa Dinda teman satu kos.
"Nggak kerasa aku sudah satu tahun di sini. Aku dulu punya sahabat tapi kami salah paham hingga membuatnya pergi dan aku tidak pernah tahu keberadaannya sekalipun!"
"Pasti rebutan!" Dinda sontak tertawa.
"Seneng ya kamu kalau mengolok-olok aku."
Keesokan harinya, Kusuma bersama Dokter Viko mengikuti seminar di Kota Surabaya. Selama perjalanan mereka berdua tak banyak bicara, karena Dokter Viko termasuk pria pendiam. Terlihat dari tutur kata bicaranya, ia begitu sopan. Namun, belum ada satupun wanita yang bisa meluluhkan hatinya.
"Kusuma! Kamu pernah ke Surabaya?"
"Pernah, Dok."
"Di mana saja?"
"Waktu itu aku mau ke Malang, Dok. Dan busnya transit di bungurasih. Jadi hanya di terminalnya saja
Viko tertawa mendengar cerita Kusuma Ini kali pertama, gadis itu melihat dokter yang sudah satu tahun bekerja dengannya tertawa
"Ya nanti kita jalan-jalan dulu sebelum pulang."
Kusuma tercengang, karena ia baru pertama kali ini melihat Viko sangat begitu baik. Biasanya pria ini banyak diam dan tidak banyak bertingkah
Pukul sepuluh lebih lima belas menit, mereka tiba di Hotel, Parkiran mobil yang penuh membuat Kusuma dan Viko terpaksa parkir di luar.
"Kusuma!" panggil Dokter Viko lirih.
"Iya, Dok!"
"Boleh minta tolong?"
"Bolehlah Dok. Kaya sama siapa saja.”
"Di seminar nanti pasti aku akan bertemu dengan teman temanku. Kalau ditanya kamu jangan banyak bicara, biar aku yang bicara."
"Baik, Dokter."
"Satu hal lagi, panggil aku Viko saja! Ingat Viko!"
"Iya, Mas Viko." Ucap Kusuma.
Kusuma merasakan ada yang aneh dengan tingkah Viko. Selama berjalan menuju hotel, ia kerap menyentuh tangan Kusuma, seakan ingin memeluk tangannya.
"Jangan-jangan aku di sini dijadikan wanita bayaran!" batin Kusuma.
Begitu tiba di lobi, Viko bertemu dengan teman-temannya. Mereka saling bercengkerama dan Kusuma hanya memilih duduk di sofa.
Kecantikan Kusuma memang mengundang perhatian, terlebih pakaian yang dibelikan Viko begitu pas dan anggun dikenakan oleh Kusuma.
Sesekali Viko melambaikan tangan dan teman-temannya pun ikut menoleh mengawasinya.
"Nah kan, aku dijadikan pacar palsunya dah feeling aku!" gerutu Kusuma.
Beberapa menit kemudian, seorang pria datang dan duduk di samping Kusuma.
"Maaf ini kosong kan ya kursinya. Bolehkan aku duduk di sini?" tanya pria yang memiliki postur tubuh tinggi dan tampan. Namun, ia hanya sebentar saja duduk.
Beberapa menit kemudian Viko datang menghampiri Kusuma, tanpa banyak bicara ia meraih tangan Kusuma dan mengajaknya masuk ke dalam ruangan.
"Dokter Shaka!" Kusuma memalingkan wajah dan memilih pura-pura tidak mengenalnya.
"Ayo kita ke sana!" ajak Viko.
Viko kembali menyapa teman-temannya dan Kusuma hanya bisa mematung dan berharap Shaka tak menyapanya.
“Pacar kamu nih?” tanya Shaka, suaranya seolah seperti polisi mengintimidasi pelaku.
“Iya dong, ya masa aku ngajak anak tetangga.” Viko menjawab dengan nada bercanda, namun raut tegang tidak dapat ia sembunyikan.