Alyssa, seorang gadis dari keluarga sederhana, terpaksa menerima pernikahan dengan Arka, pewaris keluarga kaya raya, demi menyelamatkan keluarganya dari krisis keuangan. Arka, yang memiliki masa lalu kelam dengan cinta pertamanya, juga tidak menginginkan pernikahan ini. Namun, tuntutan keluarga dan strata sosial membuat keduanya tidak punya pilihan.
Dalam perjalanan pernikahan mereka yang dingin, muncul sebuah rahasia besar: Arka ternyata memiliki seorang anak dari cinta masa lalunya, yang selama ini ia sembunyikan. Konflik batin dan etika pun mencuat ketika Alyssa mengetahui rahasia itu, sementara ia mulai menyadari perasaannya yang kian berkembang pada Arka. Di sisi lain, bayangan cinta lama Arka kembali menghantui, membuat hubungan mereka semakin rapuh.
Dengan berbagai pergulatan emosi dan perbedaan kelas sosial, Alyssa dan Arka harus menemukan jalan untuk berdamai dengan masa lalu dan membuka hati, atau memilih berpisah dan meninggalkan luka yang tak terobati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ansel 1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harapan yang Mulai Tumbuh
Hari-hari yang penuh ketegangan akhirnya mulai bergeser. Kehidupan bersama Arka, yang awalnya penuh dengan kebekuan, mulai terasa sedikit lebih hangat. Senyum yang biasanya hanya didapat Alyssa dari Arka kini kadang-kadang terlihat di antara anggota keluarganya yang lain, meskipun tetap disertai tatapan penasaran. Alyssa mulai melihat tanda-tanda kecil dari penerimaan senyuman singkat, anggukan ramah saat mereka makan bersama, dan bahkan sesekali sapaan lembut. Mungkin bukan hal besar, tapi bagi Alyssa, yang sejak awal dianggap "tidak pantas" berada di sana, itu adalah kemajuan yang sangat berarti.
Tentu saja, ada satu orang yang tetap menjaga jarak ibu Arka. Tatapannya masih dingin dan penuh penghakiman setiap kali pandangan mereka bertemu. Meskipun demikian, Alyssa terus berusaha sabar. Alyssa paham bahwa penerimaan dari keluarga sebesar ini, terutama dari wanita sekuat dan setegas ibu mertua, tidak akan mudah diraih dalam waktu singkat. Alyssa sendiri tidak bisa memaksakan perasaan mereka untuk menerimanya, apalagi mengingat bagaimana pernikahan mereka terjadi karena perjanjian, bukan cinta yang murni tumbuh dari hati.
Di sisi lain, hubungan dengan Arka semakin terasa nyaman. Mereka mulai bisa saling bercerita dan berbagi tentang hal-hal kecil, bahkan mengenai rencana masa depan. Arka kerap memberi Alyssa perhatian sederhana yang membuatnya merasa dihargai hal-hal kecil seperti menyeduh teh setelah makan malam atau menemaninya berjalan-jalan di taman. Sikap lembutnya mulai memperlihatkan sisi lain dari dirinya yang sempat tertutup oleh sikap dingin dan keras di awal pernikahan mereka. Kini, Alyssa mulai merasakan harapan baru, seakan-akan hubungan mereka bisa berubah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar perjodohan.
Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Ketika Alyssa mulai berpikir bahwa mungkin akhirnya keluarga ini akan sepenuhnya menerimanya, tanda-tanda penolakan yang tersirat dari ibu Arka kembali muncul. Salah satu contohnya, ketika Alyssa menawarkan untuk membantu menyiapkan makan malam keluarga, ibu Arka menolak dengan halus tetapi tegas. "Alyssa, tidak perlu repot. Biarkan saja pekerja di sini yang menyiapkan. Aku tidak ingin kamu menyentuh hal-hal seperti ini."
Tatapan dingin itu membuat hati Alyssa sedikit tercekat. Alyssa merasa seperti anak kecil yang sedang ditegur, meskipun niatnya sebenarnya hanya ingin mendekatkan diri dengan keluarga suaminya. Tetapi, kali ini Alyssa tidak membalasnya dengan kata-kata atau menunjukkan kekecewaannya. Sebaliknya, Alyssa memilih tersenyum, meskipun sedikit getir, dan menjawab, "Baik, Tante. Saya hanya ingin membantu."
Setiap kali ibu Arka menunjukkan penolakan, Arka sering kali mencoba memberikan dukungan dengan cara yang halus. Kadang dia menenangkan Alyssa dengan mengusap tangannya di bawah meja, menguatkannya bahwa dia ada di sisinya. Sering kali, tatapan mata Arka yang menyiratkan ketenangan dan kepastian yang membuat Alyssa yakin bahwa ia bisa bertahan. Arka seakan memberikan sinyal bahwa meskipun keluarganya belum sepenuhnya menerima Alyssa, dia sendiri telah membuka hatinya untuknya.
Suatu sore, ketika Alyssa sedang duduk sendirian di taman, tiba-tiba Arka datang menghampiri. Dia duduk di sampingnya dan menyerahkan secangkir teh hangat. "Aku tahu ini bukan mudah bagimu," katanya dengan lembut. "Ibu memang keras kepala dan cenderung sulit menerima orang baru, tapi... aku menghargai setiap usahamu."
Alyssa hanya tersenyum mendengar kata-katanya. "Terima kasih, Arka. Alyssa hanya tidak ingin membuatmu berada di posisi yang sulit."
Arka menghela napas panjang, pandangannya tertuju pada pohon-pohon yang bergoyang tertiup angin. "Jangan pernah merasa seperti itu, Alyssa. Kamu adalah istriku, dan aku ingin keluargaku menerimamu, sama seperti aku menerimamu. Percayalah, waktu akan membantu."
Kata-kata Arka memberinya harapan baru, tetapi Alyssa juga menyadari bahwa waktu yang dimaksud Arka mungkin membutuhkan lebih banyak kesabaran daripada yang dibayangkan. Ada sisi dalam dirinya yang ingin segera diterima dan dihargai, tetapi kenyataan yang ada memaksanya untuk bertahan dalam ketidakpastian.
Puncaknya terjadi pada suatu acara makan malam keluarga besar. Saat itu, Alyssa mencoba mendekatkan diri dengan mengajak beberapa anggota keluarga berbincang. Alyssa berpikir bahwa inilah saat yang tepat untuk menunjukkan bahwa ia memang berniat baik. Semua orang tampak menyambutnya dengan baik, kecuali, tentu saja, ibu Arka.
Ketika obrolan mulai mengarah pada rencana masa depan dan peran keluarga dalam bisnis yang dikelola keluarga Arka, ibu Arka tiba-tiba menyela. "Alyssa, kamu mungkin tidak terlalu paham dengan bisnis keluarga kami. Mungkin ada baiknya kamu membiarkan Arka yang berbicara soal itu," katanya dengan senyum tipis, namun menyiratkan sikap yang tegas.
Alyssa terdiam, merasa kembali diingatkan bahwa meskipun kini ia sudah menikah dengan Arka, posisinya di keluarga ini masih belum sepenuhnya diterima. Seakan-akan keberadaannya masih menjadi tanda tanya di mata ibu mertua. Di satu sisi, Alyssa merasa terhina dan ingin membalas ucapannya. Namun, ia menahan diri, menyadari bahwa konfrontasi langsung hanya akan memperburuk keadaan.
Setelah makan malam, Alyssa menarik napas panjang dan memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar halaman untuk meredakan perasaan yang berkecamuk. Arka, yang menyadari perubahan suasana hatinya, menyusul dan berjalan di sampingnya dalam diam. Setelah beberapa saat, dia akhirnya berkata, "Alyssa, aku tahu ibuku sulit, tapi jangan biarkan kata-katanya memengaruhimu."
Alyssa tersenyum pahit. "Kadang-kadang Alyssa merasa seperti Alyssa sedang berusaha keras untuk diterima, tetapi tetap saja, apapun yang Alyssa lakukan terasa sia-sia."
Arka menggenggam tangan Alyssa erat-erat, memberikan ketenangan yang dibutuhkannya. "Aku mengerti. Tapi percayalah, aku di sini bersamamu, dan aku tidak akan meninggalkanmu. Kita bisa menghadapinya bersama."
Kata-kata itu adalah angin segar bagi Alyssa, menguatkannya untuk terus berjuang. Meskipun ada rintangan yang harus dihadapi, Alyssa mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Arka perlahan-lahan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam. Rasa hormat dan kagum yang dirasakannya kini perlahan berubah menjadi cinta. Cinta yang tumbuh karena ketulusan dan kesabaran Arka dalam menerima segala kekurangannya.
Malam itu, setelah berjalan-jalan dengan Arka di halaman, Alyssa merasa sedikit lebih tenang. Namun, ada perasaan cemas yang masih membayangi pikirannya. Meski Arka telah berjanji akan selalu ada di sisinya, Alyssa tahu bahwa hubungan mereka tak akan sepenuhnya mulus selama ada penolakan dari keluarga besar, terutama dari ibu Arka yang terus-menerus menjaga jarak. Tapi, ia bertekad untuk terus berusaha; jika Arka telah memilih untuk mendukungnya, maka Alyssa tak ingin menyerah begitu saja.
Keesokan harinya, Alyssa memutuskan untuk lebih mendekati ibu Arka dengan pendekatan yang lebih halus. Ia mencoba memahami kesukaan dan kebiasaan ibu mertuanya dengan mengamati kegiatan sehari-hari di rumah. Ia bahkan berbicara dengan beberapa asisten rumah tangga untuk mencari tahu apa yang ibu Arka gemari, dan salah satu dari mereka mengatakan bahwa ibu Arka sangat menyukai kebun anggrek yang terletak di sisi timur rumah. Kebun itu adalah tempat favorit ibu mertua, di mana ia sering menghabiskan waktu berjam-jam untuk merawat bunga-bunga yang ia tanam sendiri.
Alyssa pun merasa ini adalah kesempatan untuk mendekati ibu mertuanya. Dengan niat tulus, ia bangun lebih awal dan berencana untuk membantu merawat anggrek-anggrek tersebut. Saat Alyssa tiba di kebun, ia menemukan ibu Arka sedang sibuk memangkas daun-daun yang mulai menguning. Tanpa menunggu diminta, Alyssa mengambil gunting kecil dan mulai membantu memotong daun-daun kering di sudut lain dari kebun anggrek itu.
Ibu Arka menoleh, sedikit terkejut melihat Alyssa di sana. "Apa yang kamu lakukan di sini pagi-pagi sekali?" tanyanya, suaranya terdengar sedikit kaku.
Alyssa tersenyum, berusaha menahan rasa gugup. "Alyssa ingin membantu, Tante. Alyssa dengar dari asisten rumah tangga bahwa Tante sangat menyukai kebun ini, jadi Alyssa pikir mungkin bisa ikut membantu."
Ibu Arka terdiam sejenak, lalu melanjutkan pekerjaannya tanpa berkata-kata. Alyssa pun mengerti bahwa mungkin butuh waktu lebih untuk mencairkan hubungan mereka, dan ia memilih untuk melanjutkan pekerjaan tanpa banyak bicara. Hari itu mereka bekerja dalam diam, merawat kebun anggrek bersama. Meskipun tak ada percakapan yang mendalam, Alyssa merasa setidaknya ibu Arka tak menolak kehadirannya sepenuhnya.
Setelah beberapa jam, mereka selesai merapikan kebun. Alyssa mengelap keringat di dahinya dan tersenyum puas melihat hasil kerja mereka. "Anggrek-anggrek ini benar-benar cantik, Tante. Pantas saja Tante suka menghabiskan waktu di sini," kata Alyssa, berusaha memulai percakapan.
Ibu Arka hanya mengangguk tanpa senyum, tetapi ada secercah kehangatan di tatapannya, meskipun samar. "Anggrek adalah bunga yang kuat. Mereka membutuhkan perawatan khusus, tetapi ketika mereka tumbuh, mereka bisa bertahan lama. Sama seperti hubungan keluarga; butuh usaha dan pengertian."
Alyssa mendengar kalimat itu dengan hati yang sedikit bergetar. Ia menyadari bahwa mungkin ini adalah cara ibu Arka memberinya pesan, bahwa meski sulit, hubungan mereka mungkin bisa diperbaiki seiring waktu. Alyssa mengangguk dan berkata dengan lembut, "Alyssa akan berusaha, Tante. Alyssa ingin hubungan ini bisa berjalan baik."
Setelah itu, mereka kembali masuk ke dalam rumah. Meskipun interaksi mereka sederhana, Alyssa merasa bahwa ada sedikit perubahan dalam sikap ibu Arka. Setidaknya, ibu mertua tidak langsung menolaknya seperti sebelumnya. Alyssa merasa semakin yakin bahwa usahanya mendekati ibu Arka bukanlah hal yang sia-sia.
Malam harinya, Arka menyadari ada sedikit perubahan dalam sikap Alyssa yang tampak lebih ceria. "Kamu terlihat bahagia malam ini," katanya sambil tersenyum. "Apa sesuatu terjadi?"
Alyssa mengangguk dan menceritakan tentang pagi tadi di kebun anggrek. "Mungkin terdengar sepele, tapi Alyssa merasa ada sedikit kemajuan dalam hubungan dengan ibu. Meskipun dia belum sepenuhnya menerimaku, Alyssa merasa ada harapan."
Arka tersenyum lembut dan menggenggam tangan Alyssa. "Aku bangga dengan usahamu, Alyssa. Dan aku yakin, seiring waktu, ibu akan mulai menyadari betapa tulusnya niatmu."
Hari-hari berikutnya, Alyssa berusaha konsisten untuk menunjukkan ketulusannya, meski ibu Arka masih sulit membuka diri sepenuhnya. Namun, ia merasa bahwa perlahan-lahan, kehangatan mulai tumbuh di antara mereka. Ada saat-saat kecil di mana ibu mertua menunjukkan sikap yang lebih lunak, seperti membiarkan Alyssa membantunya di dapur atau berbincang sebentar tentang hal-hal ringan.
Meski hubungan mereka belum sepenuhnya pulih, Alyssa merasa perjalanan ini adalah proses yang harus dilalui dengan kesabaran dan pengertian. Ia semakin yakin bahwa perjuangannya untuk diterima oleh keluarga besar, terutama ibu Arka, akan membuahkan hasil pada waktunya.
Bab ini menutup dengan Alyssa yang bertekad untuk terus berjuang dan menunjukkan cintanya yang tulus kepada Arka dan keluarganya. Ia yakin bahwa lambat laun, hubungan mereka akan tumbuh menjadi lebih hangat dan kuat, layaknya anggrek yang ia rawat bersama ibu mertuanya.