Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*5
Deg. Jantung Amel semakin berdetak tak karuan. Pikirannya masih sangat kacau sampai dia tidak bisa mencerna apa yang sudah mama tirinya katakan.
"Apa maksudnya ini? Kenapa dia minta aku datang?"
Si mama tiri tersenyum lebar.
"Ya, tentu saja untuk mengumumkan pada semua tamu yang datang, kalau kamu adalah mantan tunangan."
"Aku dengar, tuan muda Amerta itu berniat memberikan penjelasan pada semua orang tentang penukaran tunangan antara kamu dengan Citra."
Hati Amelia semakin hancur. Sungguh, benaknya sampai tidak bisa berpikir lagi. Benar-benar tidak bisa dia pikirkan kalau Ricky akan melakukan hal itu. Apakah tidak cukup dengan menggantikan dirinya dengan Citra? Apakah harus Ricky mempermalukan dirinya sedemikian rupa? Tidak mau bersama, seharusnya tidak perlu membasmi orangnya hingga hancur, bukan?
Amelia menggenggam erat gaun yang sedang dia pegang. Giginya menggertak karena terlalu kesal. Rasa kecewa yang bercampur dengan amarah itu terasa sangat nyata dalam hati Amel.
"Aku tidak akan datang."
"Hah? Tidak datang? Yang benar saja kamu, Melia. Gak dengar kamu apa yang aku katakan barusan? Kamu itu diminta datang oleh mantan tunangan mu. Semua itu karena dia ingin mengatakan pada dunia kalau kamu adalah mantan tunangannya. Wanita yang tidak dia inginkan. Lalu, dia campak kan begitu saja."
Mama tiri itu berjalan mendekat. Lalu, memegang satu bahu Amel dengan erat.
"Jadi, kamu harus datang, Amelia. Datang."
Seringai menakutkan langsung terlihat. Amelia terpaku seketika. Setelahnya, bahu yang mama tirinya pegang langsung di dorong oleh tangan si mama tiri dengan kasar.
"Pergi! Bersiap-siaplah segera mungkin. Kamu harus datang. Ini bukan kemauan mu. Melainkan, kemauan tuan muda."
"Jangan lupa, kamu itu tidak punya pilihan. Kamu hanya bisa menjalankan apa yang sudah orang lain pilihkan untuk hidupmu. Sadarlah akan hal itu, Amelia."
Amelia melangkaj dengan langkah kaki yang sangat berat. Perasaannya kacau balau sekarang. Hatinya yang hancur beberapa waktu yang lalu, kini terasa semakin hancur hingga tidak ada yang tersisa lagi.
Kenapa? Kenapa harus jadi seperti ini? Apa salahnya pada semua orang sebenarnya? Kenapa mereka semua terlalu kejam pada dirinya? Mengapa mereka begitu jahat?
Begitulah pertanyaan demi pertanyaan melintas dalam benak Amelia saat ini. Kaki yang dia langkah seakan tidak bisa dia rasakan lagi pijakannya. Terlalu berat jalan yang sedang dia tempuh. Terlalu curam lembah yang dia turuni. Hidupnya yang sebelumnya tidak baik-baik saja, kini berubah semakin hancur hingga tidak lagi ingin dia lanjutkan.
Dia abaikan beberapa pasang mata yang melihat kearahnya sepanjang langkah menuju kamar. Rasanya, mereka semua tidak lagi ada artinya buat Melia. Tatapan mata yang mencemooh dirinya. Tatapan mata sinis yang seolah dia adalah pelaku kejahatan atau lain sebagainya. Tatapan mata benci yang tidak tahu apa kesalahan yang sudah dia perbuat pada orang tersebut. Semua Melia abaikan sekarang.
Karena, ada yang lebih menyakitkan dalam hati Melia. Ricky. Pria yang dia anggap bisa jadi penyelamat hidupnya di masa depan, tapi kini malah terlalu menjatuhkan. Bisa-bisanya, Ricky meminta dia datang ke pesta pergantian pertunangan hanya untuk mengatakan pada semua orang, kalau dirinya adalah orang yang tidak Ricky inginkan. Karena itu, dia harus digantikan dengan orang yang Ricky butuhkan.
Hati yang sakit tidak bisa menahan air mata lagi. Ketika sudah berada di dalam kamar, Melia langsung menutup pintu kamar tersebut. Lalu, dia sandarkan punggungnya ke arah daun pintu. Dia menangis. Menumpahkan rasa sakit yang hanya bisa ia ekspresi lewat air mata. Hingga akhirnya, sebuah pikiran tiba-tiba muncul.
"Tidak. Aku tidak akan datang ke pesta itu. Aku tidak akan membiarkan mereka menginjak-injak harga diriku sedemikian rupa. Aku tidak akan pernah membiarkan mereka mempermalukan diriku nanti malam."
....
Malam harinya, Melia tetap berdandan sesuai permintaan mama tirinya. Gaun yang dia kenakan tentu saja sangat jauh bedanya dengan yang Citra miliki. Bak langit dengan bumi saja.
Citra memakai gaun yang sangat mewah. Sementara Melia malah memakai pakaian sederhana. Model jadul beberapa tahun yang lalu. Yang mungkin sudah tidak lagi dikenal oleh para anak muda kalangan atas.
"Kamu cocok dengan gaun itu," ucap Citra berbisik di kuping Amel.
Amel hanya terdiam. Dia mengabaikan Citra karena dia sudah sangat malas untuk berdebat. Setelahnya, si gadis yang sedang sangat bahagia tentu saja sangat berbangga hati. Dia menaiki mobil mewah milik papanya dengan sangat anggun.
"Ah, Melia. Kamu naik mobil lain saja ya. Mobil ini hanya muat kami bertiga." Mama tiri berucap.
"Iya, Mel. Kamu naik mobil di belakang saja. Papa sudah siapkan mobilnya," ucap papanya pula.
Amel hanya menggangguk pelan. Sebelumnya, dia sudah menduga kalau hal itu akan terjadi. Karena seperti biasa, satu keluarga yang beranggotakan tiga orang itu akan mengabaikan dirinya ke manapun mereka pergi. Jika pun tujuan mereka sama, tetap saja, Amel akan ditinggalkan, atau lebih tepatnya, mereka akan pergi dengan kenderaan yang terpisah.
Jika biasanya hal itu akan membuat Amel sangat sakit hati. Kali ini malah sebaliknya. Pergi dengan mobil terpisah malah sudah menjadi bagian dari rencana Amel. Dengan pergi menggunakan mobil terpisah, maka dia bisa melakukan rencana yang sebelumnya ada dalam pikirannya.
Setelah mobil milik papanya berjalan, barulah Amel naik ke mobil yang sudah disiapkan untuknya. Tanpa berucap, si sopir langsung menjalankan mobil setelah Amelia menaiki mobil tersebut. Seperti biasa, orang yang melayani dirinya tidak menganggap dia majikan. Semuanya hanya menganggap dia orang yang menyusahkan. Tidak pantas untuk di layan.
Beberapa saat berkendara, Amel meminta si sopir berhenti. Tentu saja tanggapan si sopir sedikit tidak mengenakkan hati. Maklum, yang dia layan bukan orang yang berharga menurut mereka.
"Ada apa sih, nona muda? Kenapa tiba-tiba minta berhenti? Inikan masih jauh. Nanti tidak terkejar lagi," ucapnya dengan ketus.
"Aku butuh ke kamar mandi. Jadi, tentu saja kita harus berhenti sekarang. Gak mungkin aku tahan 'kan? Bisa-bisa, aku ngompol di sini. Siapa yang repot coba?"
"Terserah saja. Anda benar-benar hanyabnisa bikin repot ya. Kenapa sih saya tidak bisa melayani nona kedua saja. Kenapa juga harus melayani anda? Nona muda yang tidak bisa apa-apa."
Amelia mengabaikan ucapan itu. Baginya, sudah biasa kalau ucapan itu dia dengar dari para pekerja yang bekerja untuk keluarga Racham. Karena mereka anggap, Citra lah yang paling berharga. Karena Citra hidup dengan kasih sayang yang berlimpah. Semua yang dia inginkan akan dia dapatkan.
Amel mengabaikan si sopir. Dia membuka pintu mobil, lalu berjalan menuju toilet umum yang ada tak jauh dari tempat mereka berhenti.
"Lakukan dengan segera, nona muda. Kalau tidak, kita akan terlambat datang. Meskipun nona muda bukan tokoh utama dari pesta, tetap saja, nona punya peran di dalamnya, bukan?"
tp karena mereka bodoh maka akalnya tak sampai kesitu 😀