Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Meja makan pagi ini tampak dua kali lipat lebih banyak isinya dari hari-hari biasanya. Menu sarapannya bervariasi dan semuanya serba enak. Kalau sudah seperti ini, pasti ada maunya. Annelise hanya tersenyum kecut dalam hati, entah apa lagi yang diinginkan oleh Bibinya. Annelise tetap bersikap acuh dan menyantap sarapannya dengan santai, meski dia menyadari kalau bibinya kerap kali melirik.
"Bulan depan Mona lulus dan akan kembali ke Indonesia. Kamu bisa kan bawa Mona kerja di perusahaan Bos kamu itu.?" Tanya Neni.
Dia merasa bahwa perusahaan tempat Annelise bekerja saat ini lebih menjanjikan dari perusahaan sebelumnya meskipun lebih besar perusahaan yang di pimpin Shaka. Neni bisa punya pikiran seperti itu karna dia mengincar CEO perusahaan yang masih lajang. Daripada menyuruh Annelise mendekati CEO itu, lebih baik Mona saja yang mendekati Bryan agar bisa di jadikan istri. Dengan begitu, hidupnya akan berubah 180 derajat, dia akan menjadi kaya raya karna memiliki menantu Sultan.
Neni sampai senyum-senyum sendiri membayangkan hidupnya bergelimang harta dari menantunya.
"Nggak bisa, tugasku bukan merekrut karyawan baru." Jawab Annelise acuh. Dia menyelesaikan makannya dan beranjak dari duduknya.
"Kamu kan sekretarisnya pribadi Bos, mana mungkin nggak bisa bawa Mona bekerja disana. Jangan pelit sama sepupu sendiri.!" Celetuk Wisnu.
Annelise memutar malas bola matanya dan menatap Wisnu. Bagaimana bisa Wisnu bicara seperti itu di saat semua keluarga Bibinya tinggal secara gratis di rumah miliknya. Annelise juga sering mengirim uang jajan pada Mona setiap 2 bulan sekali. Padahal Annelise tidak harus melakukan itu secara rutin. Sekarang Wisnu dengan entengnya menyebut dirinya pelit.
"Mulai bulan ini, aku akan stop uang jajan untuk Mona.! Soal pekerjaan, dia bisa melamar sendiri setelah kembali ke Indonesia." Tegas Annelise penuh penekanan. Dia lantas pergi begitu saja dari meja makan.
Neni terdengar meneriaki nama Annelise sambil menggebrak meja makan, tapi Annelise tetap berlalu dan tidak memperdulikannya.
"Sialan.! Kurang ajar sekali keponakanmu itu.!" Pekik Wisnu geram. Neni pun sama, dia ikut mengumpat dan menyumpah serapahi Annelise dengan perkataan yang buruk.
"Baru juga transfer 20 juta, sudah sombong dan semakin berani pada kita.!" Gerutu Neni penuh amarah.
"Kamu jangan diam saja, Annelise perlu di kasih pelajaran.!" Kata Wisnu memprovokasi.
Neni langsung diam dan terlihat memikirkan ucapan suaminya.
...******...
Bryan berjalan tegap memasuki gedung perusahaan miliknya. Auranya memancarkan kewibawaan, karismatik dan dingin dalam waktu yang bersamaan. Semua karyawan menyapa dengan membungkuk hormat. Bryan hanya menanggapi dengan anggukan kecil. Di belakang Bryan ada Felix yang setia mengekori. Aspri CEO itu selalu datang lebih awal dan menunggu Bryan di bawah, dan akan mengantarnya sampai ke ruangan.
Di tempat yang sama, Annelise jalan tergesa-gesa memasuki gedung tempatnya bekerja. Dia berangkat seperti biasa, tapi datang sedikit terlambat karna ban mobilnya sempat kempes di tengah perjalanan. Annelise jadi mampir ke bengkel lebih dulu.
Annelise menatap dari kejauhan lift karyawan yang sangat ramai. Dia segera beralih ke lift khusus dan melihat Bryan akan masuk bersama Felix.
Sebelum merek masuk ke dalam lift, Annelise lebih dulu menahan mereka dengan memanggil Felix. Sontak kedua pria itu menoleh bersamaan.
"Tunggu Pak Felix." Pinta Annelise kemudian berlari kecil meng hampir keduanya.
"Selamat pagi Pak Bryan." Sapa Annelise pada Bosnya. Yang di sapa hanya melirik saja.
Ekspresi wajah Bryan tampak dingin dengan tatapan ketus. Dia menekan tombol lift untuk membuka pintu lift.
"Kesiangan.?" Tanya Felix pada Annelise.
"Ban mobil ku kempes di jalan, tadi berhenti dulu di bengkel." Jawab Annelise.
Felix tampak mengangguk paham. Dia kemudian segera masuk ke dalam lift karna bosnya sudah masuk dan berdiri di tengah-tengah. Annelise ikut masuk, dia mengambil tempat di pojok kanan karna di pojok kiri ada Felix. Annelise menatap tubuh tinggi Bryan dari belakang yang tampak kaku seperti kanebo kering.
"Bisa-bisanya dia cuek.! Apa dia lupa yang terjadi kemarin.!" Annelise menggerutu dalam hati karna Bryan bersikap acuh dan cuek padanya, seperti tidak pernah terjadi sesuatu di antara mereka. Padahal mereka sudah pernah bermalam bersama.
Tiba di lantai ruang kerja mereka, Felix lebih dulu keluar dari lift karna ada beberapa dokumen yang harus dia bawa ke ruangan Bryan.
Annelise ikut menyusul di belakang Felix, namun tangannya di tahan oleh Bryan. Annelise berbalik badan sambil melotot pada Bosnya untuk meminta penjelasan kenapa pergelangan tangannya di cekal Bryan.
"Nanti malam menginap lagi di apartemen ku." Ucap Bryan lirih. Annelise semakin melotot saja di buatnya. Bryan ini selalu saja bicara sembarangan.
"Pak Bryan jangan gila. Lama-lama aku bisa hamil kalau kita satu ranjang terus.!" Gerutu Annelise.
"Kamu mau dihamili.?" Bryan melemparkan pertanyaan konyol yang mampu menguji emosi Annelise. Saking kesalnya, Annelise sampai meninju lengan Bryan sekuat tenaga dan membuat Bosnya itu meringis kesakitan.
"Pak Bryan gila atau bagaimana.! Aku nggak mau hamil anak Bapak.!" Tegas Annelise penuh penekanan, dia melepaskan tangannya dari genggaman Bryan dan segera pergi ke ruangannya dengan perasaan kesal.
"Kita lihat saja nanti." Bryan bergumam lirih tanpa mengalihkan pandangannya pada Annelise. Bryan tersenyum miring penuh arti, sepertinya ide gila mulai muncul di kepala pria tampan itu.
...******...
Pukul setengah 12, Annelise segera merapikan meja kerjanya karna sudah waktunya istirahat. Siang ini dia ada janji makan siang dengan Lucy di kafe dekat perusahaan. Lucy merupakan sahabat Annelise sewaktu SMA. Hanya Lucy satu-satunya orang yang dulu mau berteman dengan Annelise.
Dulu penampilan Annelise belum semodis sekarang. Dia terkenal culun dan hampir semua teman sekelasnya tidak mau berteman karna Annelise bukan berasal dari keluarga konglomerat. Annelise bisa sekolah di internasional school itu karna mendapatkan beasiswa.
Saat keluar dari ruangan kerjanya, Annelise berpapasan dengan Bryan.
"Siang Pak." Sapa Annelise sopan. Dia berusaha profesional selama berada di perusahaan, kecuali kalau Bryan duluan yang memancing emosinya.
"Ikut aku.!" Titah Bryan.
"Kemana Pak.?"
"Jangan banyak tanya Annelise. Ingat perjanjian, kamu harus menuruti semua perintah ku." Sahut Bryan.
"Tapi Pak Bryan tidak bisa seenaknya seperti ini, saya sudah ada janji makan siang dengan seseorang." Balas Annelise yang mulai terpancing emosi.
Bryan tampak tidak suka mendengar penuturan Annelise. Janji makan siang dengan seseorang.? Bryan sampai membatin sendiri. Ada perasaan kesal karna membayangkan seseorang itu adalah pria.
"Kalau begitu kita makan siang bersama.!" Tegas Bryan tak mau di bantah.
Annelise melongo dan di buat kehabisan kata-kata.
"Pak Bryan serius.? Saya juga punya privasi, tolong jangan seenaknya." Annelise tampak frustasi di buatnya.
"Oke, kalau begitu nanti malam aku jemput kamu. Nggak ada opsi lain, kamu harus menginap di apartemen ku.!" Tegas Bryan kemudian berlalu degan langkah lebarnya.
Annelise mengacak-acak rambutnya sambil berteriak frustrasi. "Dasar Bos sinting.!!" Pekiknya geram.
wajar klo sll salah paham...